.
.
.
.Semua warna itu nyaris terlihat sama di mata Redd, tubuhnya meringkuk di sudut ruangan. Tidak bergerak. Matanya terbuka dan ada suara-suara sengau yang berhamburan di pendengarannya. Tapi sama seperti matanya yang nyaris menjadi buram, ia bahkan tidak sanggup untuk bernafas terlalu keras.
Ia takut, ia.."HENTIKAN! HENTIKAN AKU MOHONNNN!!!"
Suara pria itu terdengar lemah, pria itu kesakitan. Pria itu sekarat,"Bicara sekarang! Kau tahu jika kau berakhir, maka wanita dan anak kecil itu yang akan menggantikanmu."
"TIDAK UNTUK PRIA SEPERTIMU! LEPASKAN AKU!"
Suara kejut listrik terdengar lagi seperti degup jantung, lagi dan lagi. Hingga sentakan keras menarik lengannya dan hanya butuh waktu sebentar baginya untuk sadar kala ia dilempar ke atas ranjang alumunium yang keras.
Redd bernafas melalui mulutnya yang berdarah dan anyir, biarawati muda itu berbaring di sisinya dengan mata terpejam dan wajah pucat. Sementara pria di ujung sekarat, nyaris mati.
Redd membuka mulut hendak memanggil pria itu, tapi gagal saat tangan-tangan basah dan dingin menyentuhnya. Menariknya dan membuat telinganya berdenging berisik-,"Bawa Yang Mulia Ratu ke ambulan sekarang!"
"Yang Mulia Raja harus diselamatkan! Hentikan pendarahan Yang Mulia!"
"Lakukan lebih keras! Dia harus....-,'
Suara-suara itu terdengar seperti gemerisik radio bagi Redd. Frekuensinya menjauh, tidak tergapai. Ada celah cahaya yang masuk lewat bulu matanya, cahaya. Orang-orang merunduk di atasnya, kelihatan panik sementara tempat mereka berada sekarang terus berguncang.
Redd membuka matanya lebih lebar, mencoba melihat dengan jelas sekitarnya."Yang Mulia Ratu sadar!"seorang wanita yang berada di sisinya berteriak. Membuat beberapa orang mendekat dengan panik dan memandang wajahnya dengan campuran lega dan takut.
"Yang Mulia Ratu anda bisa melihat saya? Apa anda bisa mendengar saya? Yang Mulia?"
Redd membuka mulutnya hanya untuk membuat sebuah suara serak yang berat, membuat ia nyaris tersedak karena masker oksigen menutupi mulut dan hidungnya. Redd menghela nafas berat, sebelum pusing menemuinya dan membuat ia ditelan kegelapan lagi. Sekali lagi.
.
.
.Richard duduk diam di sisi sofa coklat gelap itu, Fleur ada di sisinya. Justin ada di depannya dan Charles duduk di sebelahnya. Mereka memandangnya penuh perhatian, waspada dan berjaga-jaga.
Richard menghela nafas,"Aku bisa sendiri astaga. Jangan khawatir."
"Yang Mulia,"ajudan setianya memandangnya was-was."Luka anda belum kering sepenuhnya. Harusnya anda bahkan belum boleh duduk seperti ini. Mari kita kembali ke ruangan anda."
"Aku ingin menjaganya."
"Saya akan menjaganya,"Fleur berucap segan."Sungguh, dan saya tidak akan membiarkan seorang pun masuk."
Richard tertawa,"Bukan itu maksudku, aku-aduh."Raja itu meringis saat jahitan lukanya tertarik lagi dan tatapan semua orang diruangan menjadi panik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Sang Raja (straight)
Historyczne[sudah diterbitkan jadi cerita berbayar di web novel] [ditulis sejak 30 Mei 2018 - 18 September 2020]