Time To Say GoodBye

3.2K 97 9
                                    

Tahun kedua telah dimulai. Aku sudah beraktivitas seperti umumnya kebanyakan para mahasiswa FK di kampusku. Berangkat kuliah, mendengarkan materi yang dipaparkan dosen, tutorial, skill lab, praktikum, mengerjakan tugas. Yah, seperti itulah beberapa rutinitas yang aku jalani.

Kini aku tak lagi sendiri meski dulu kediamanku beralasan karena rasa percaya diri yang kurang untuk bergaul. Beberapa karib sudah aku dapatkan. Endra dan Regina selalu mengisi kesibukanku. Kak willy pun aku anggap karib, meski beda jurusan dan fakultas.

Namun yang terpenting bagiku adalah sosok yang telah bertahta di hatiku, lelaki spesialku yang bernama Dewa Pradevis Anggara. Seorang lelaki yang memiliki cinta tak biasa dan telah menganggapku adalah pangerannya. Aku bahagia diperlakukan seperti itu. Berada bersamanya tak bisa aku pungkiri terus membuatku mabuk dalam buai cinta.

Kamis siang. Aku sedang menikmati break kuliah di kantin jurusan ditemani Regina. Sedangkan Endra entah kemana. Sehabis break kuliah pertama dia langsung pergi. Sosoknya terlalu misterius jika harus ditebak. Aku tak terlalu menanggapi aktivitasnya, kecuali kalau memang Endra yang bersedia bercerita pada kami. Karena meski sudah bersahabat baik, Endra masih saja tertutup.

Mengakses internet gratis via wifi kampus adalah tabiatku setiap jam kosong, apalagi jeda perkuliahan selanjutnya cukup lama, selisih tiga jam. Karena aku malas untuk melenggangkan kaki menuju kos, lebih baik menghabiskannya di kantin.

"Zha, bisa tolongin laptopku, nggak?" tiba-tiba Regina meminta tolong. Karena posisiku bersebrangan dengan tempat duduknya, membuatku harus bergerak menuju pemilik suara.

"Emang kenapa laptopnya, Gin?" lalu aku memposisikan dudukku tepat sebelah Regina.

"Tahu nih! mati sendiri, Zha. Endra kemana sih! Kan dia jagonya kalo udah urusan beginian."

"Tahu dah. Gaje abis! Coba deh lepas baterainya, terus idupin lagi" Usulku. Lalu Regina mengikuti perintahku. Kini aku memposisikan laptopku sejajar dengan milik Regina. Tak lagi bersebrangan namun bersisian duduknya.

Beberapa saat kemudian...

"Yeeyyy nyalaaa" Regina berucap. Kelegaan jelas tergambar di wajahnya.

"Lain kali jangan charger terus kalo udah penuh, Gin"

"Iya, Zha. Aku sering lupa. Thanks ya!"

"Yup!"

Lalu kami asik fokus ke layar laptop masing-masing. Menikmati urusan yang memang menjadi kebiasaan saat jam kosong, bersosial media. Ya, meski aku kurang pergaulan di dunia nyata, tapi aku supel di dunia maya.

Tapi aku khawatir, karena berdasarkan hasil pengamatan seorang ahli, kebiasaanku pertanda orang kesepian. Ah, entahlah. Aku memang terkadang merasa kesepian. Meski telah memiliki kekasih, tapi rasanya kesibukan yang dijalani Dewa Pradevis Anggara menyita perhatiannya untukku.

Meski berstatus sebagai sepasang kekasih, kami belum berjumpa setidaknya sebulan terakhir. Aku sangat menghargai urusan yang sedang dilakoninya usai wisuda, menjalani aktivitas koas.

Tapi untunglah masih ada mereka, sahabatku. Setidaknya ada kawan bercerita untuk memusnahkan kesepian.

"Sibuk?" Suara seseorang di depanku dan Regina.

Aku dan Regina sontak menoleh menatap pemilik suara. Aku menemukan sosoknya. Sosok lelaki yang sangat aku cintai. Lelaki yang telah memilih melabuhkan cintanya untukku. Lelaki yang rela menghabiskan hidupnya untuk mencintaiku. Ya, Kak Devis. Aku masih senang menyebutnya dengan sapaan kakak. Dengan begitu hubungan kami tak bisa diketahui siapapun.

Ini tatapan mata kami pertama kali dalam kurun waktu sebulan terakhir. Aku tak sempat bertemu dengannya akhir-akhir ini. Hanya melalui seluler saja aku bisa merajut kasih asmara bersamanya.

The Untold Story "AZKAR"  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang