20

1.3K 127 6
                                    

Aheeeyy udh 20 chapter aja nih. Moga tetep lanjut dan tambah suka 😁, btw apa tanggapan atau komentar kalian tentang fanfic ini? Komen yo! Jangan kacangin garing! Dan thanks buat yg udh vote atau komen! All the love, K 💘💘💘

●●●

Sial.

Dia tidak merespon.

Aku pun mengabaikan dan kembali menulis soal yang diberikan.

●●●

Aku dan Maddie sedang pergi ke toilet bareng. Ini kedua kalinya kami ke toilet hanya karena merasa jenuh di kelas.

Di sini ada Pamela, dan beberapa adik kelas yang nongkrong karena malas belajar, mungkin.

Dari kaca, terlihat pantulan sosok Johnny berjalan melewati toilet wanita. Sepertinya dia juga habis dari toilet.

"Aku duluan ya," ujarku pada Maddie yang sedang mengikat rambutnya.

Maddie hanya mengangguk lalu kembali mengobrol dengan Pamela.

"John!" Aku memanggilnya.

Johnny memberhentikan langkahnya. Lalu berbalik ke belakang.

"Kukira kau marah. Karena itu aku diam-diam saja," ujarnya.

"Aku tidak marah. Marah sih, tapi itu sudah tidak lagi. Well, aku .... aku turut berduka," kataku.

Johnny mengkerutkan keningnya. "Maksudmu?"

"Soal ibumu, aku turut berduka. Aku tidak mengetauhinya tapi sekarang aku sudah tahu," jawabku.

"Tahu dari mana?" Tanya Johnny.

"Dari ... kau tidak perlu tahu. Pokoknya aku turut berduka saja. I'am sorry," jawabku.

Johnny mengkerutkan keningnya lebih keras. Terlihat matanya memerah.

"Shhhht, sudah jangan menangis," kataku mengelus pundaknya.

"Thanks, you're the sweetest girl i've ever seen," ujar Johnny tersenyum lebar.

Aku merasa sejuta kupu-kupu berterbangan di hatiku. Oh god, dia barusan memujiku!

"Sekarang kau sudah tahu sebab dari semuanya," lanjut Johnny.

Aku mengangguk, menatapnya.

"Siapa nama ibumu yang sekarang?" Tanyaku.

"Panggil saja Nyonya Amy," jawab Johnny.

"Baiklah. Well, apa wajahmu masih sakit?" Tanyaku lagi.

Kuraba luka yang ada di wajahnya dengan tanganku. Lalu tiba-tiba Johnny meringis.
Ups, kurasa lukanya masih terasa sakit.

"Lumayan. Lagipula kau sudah mengobatinya," jawab Johnny, menunjukkan cengiran kudanya.

Aku hanya tersenyum. Tidak satupun kata aku keluarkan. Tidak ada kata yang bisa mendeskripsikan laki-laki yang satu ini.

"Jangan pergi jauh," bisiknya.

"Ha? Aku tidak kemana-mana," kataku.

Perasaan dari kemarin dia terus saja memberitahuku untuk jangan pergi jauh.

"Karena itulah jangan pergi jauh," lanjut Johnny.

Anak ini mulai tidak jelas.

"I-iyalah terserah kau saja. Aku tidak akan kemana-mana," ucapku lalu dia kembali tersenyum.

"Janji?" Tanyanya.

"Jan...ji," jawabku melingkarkan jari kelingkingku ke jari kelingkingnya.

Setelah itu, aku berbalik dan pergi kembali ke dalam toilet.

TROUBLEMAKER ✖ Johnny Orlando Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang