Part 10

47 2 0
                                    

Apa sih mau tuh cowok gesrek,seenak jidat aja maen cium-cium segala. Emang dia kira dia siapa?mentang-mentang atasanku terus bisa seenaknya saja gitu? Kalau bukan karena egoku sudah jauh-jauh hari aku mengundurkan diri dari perusahaannya.

Sudah tiga hari semenjak kejadian tak mengenakkan yang dilakukan oleh atasanku,tapi aku masih saja uring uringan jika mengingat pelecehan yang dilakukan Evan.

Aku juga lebih memilih tinggal diapartemen sederhana yang beberapa bulan lalu aku beli untuk bisa belajar mandiri. Selain supaya bisa menenangkan diri aku tidak mau kalau sampai orang tuaku tahu aku sedang ada masalah,apalagi ini mengenai harga diriku yang seakan diinjak injak. Memikirkannya saja sudah membuat tensi darahku naik.

Walau harus berdebat panjang lebar dengan orang tuaku,akhirnya aku berhasil merayu mereka untuk bisa tinggal sendiri diapertemen.

Dan sudah tiga hari ini juga aku selalu diganggu oleh panggilan telepon dan juga pesan singkat dari Evan. Jadinya ponsel aku matikan saja, bodo amat dengan si brengsek satu itu.

Pagi ini aku berniat untuk membuat red velvet kesukaanku, tapi aku harus membeli beberapa bahan di minimarket yang letaknya beberapa blok disamping apartemenku. Jadinya aku memilih jalan kaki saja,sekalian olahraga pagi pikirku.

Tapi hal yang tidak aku duga terjadi, ketika aku tengah asik melangkah sambil mendengarkan mp3 ada yang membekap mulutku dan menarikku ke sebuah mobil.

Aku tidak dapat melihat wajah orang itu karena ia ada dibelakangku. Dan ketika aku membalikkan badanku, tubuhku menegang. Menahan marah, emosi dan takut yang bercampur menjadi satu.

Dia, laki laki brengsek yang paling ingin aku hindari ada dihadapanku sekarang. Entah apa sih sebenarnya yang ada diotaknya itu. Seenaknya saja memperlakukan orang lain.

Saat akan menyemprotnya dengan makian, lagi lagi bibirku tengah dibungkamnya dengan kasar. Aku berniat mendorong tubuhnya agar menjauh, tapi malah semakin erat ia mendekapku dengan sebelah tangannya memegang tengkukku dan sebelahnya lagi memegang pinggangku. Digigitnya bibir bawahku karena aku tidak mau merespon ciumannya.

Perasaan ini, perasaan asing ini menghantuiku lagi. Ada gelenyar aneh yang menjalar keseluruh penjuru syarafku. Berontakan yang tadi sempat aku layangkan entah menghilang kemana, berganti dengan rasa nyaman dan mendamba.

Tanpa aku sadari, kedua tanganku terulur kearah leher Evan. Aku membalas ciumannya dengan tak kalah bergairahnya.

Tak kuhiraukan peringatan keras otakku, seakan tersihir oleh pesona pria didepanku ini. Aku tidak bisa memungkiri bahwa hatiku begitu mendambakan setiap sentuhannya. Meski selama tiga hari ini aku selalu berusaha menolak setiap perlakuannya terhadapku, tapi pada akhirnya aku tak bisa membohongi perasaanku.

Aku begitu merindukannya, walau ego dan gengsiku begitu tinggi. Semakin aku menjauh, seolah hatiku semakin mendekat kearahnya.

Kami melepaskan ciuman yang penuh gairah ini ketika kami merasa butuh udara untuk mengisi paru paru. Nafasku tersengal sengal, menghirup udara dengan rakusnya.

Kulihat ia pun sama terengahnya denganku. Kupandang wajahnya yang ditumbuhi bulu bulu halus disekitaran rahangnya yang keras. Entah dorongan dari mana,tanganku sudah terulur untuk menyentuh bibirnya yang membengkak akibat ulahku tadi dengan ibu jariku.

Ia hanya menutup matanya seakan meresapi setiap perlakuan yang kuberikan padanya.

Dan perkataan selanjutnya yang diucapkannya padaku membuatku menegang ditempat.

"I love you,"

Satu kalimat yang benar benar menjungkirbalikkan duniaku. Lidahku kelu enggan untuk menjawab kalimat yang terlontar dari bibirnya tadi.

Aku bingung pada diriku sendiri tentang perasaanku. Aku begitu membencinya, tapi aku juga tidak mau kehilangannya. Membayangkan dia bersama dengan wanita lain juga membuatku begitu merasa frustrasi.

Kualihkan pandanganku dari wajahnya, dan baru kusadari satu hal. Penampilanku adalah penampilan sesungguhnya diriku, tidak ada Deeva yang cupu. Yang ada Deeva putri miliarder ternama.

Langsung kutatap wajah Evan,tubuhku menegang untuk beberapa saat. Aku ingin menanyakan padanya sejak kapan ia mengetahui identitas asliku, tapi entah kenapa tidak ada kata kata yang bisa terucap.

Setelah suasana canggung yang berjalan cukup lama, aku memutuskan untuk memulai percakapan dengannya. Menyuarakan rasa penasaranku yang seolah sudah sangat mengganggu pikiranku.

"Kau tahu siapa aku? "tanyaku dengan wajah tertunduk.

Tak kuduga ia memegang tanganku, menariknya keatas pahanya. Ia menatapku begitu dalam, seolah apa yang sekarang dipandangnya adalah sesuatu yang begitu menarik atau mungkin sesuatu yang menakjubkan.

"Dari awal aku tahu kamu adalah putri dari Louis Ferdinand Elvarette dan Monica Dominika Elvarette. Apa kamu pikir aku akan menjadikanmu sekertarisku dengan begitu mudahnya, padahal kamu tidak mendaftar dibagian itu? "jeda sesaat, aku masih menunggunya menyelesaikan penjelasannya padaku.
Ia makin mempererat genggamannya pada tanganku, "dengar, apa orangtuamu bakalan ngebiarin putri satu satunya diluaran sana sendirian walaupun dengan alasan belajar mandiri? Mereka terlalu sayang sama kamu untuk melepasmu begitu saja Deeva. Bahkan mereka meminta langsung padaku untuk menjagamu saat sedang dikantor, tapi malah aku orang yang membahayakanmu. Maaf atas perlakuan kasarku atau kesewenang wenanganku. Aku bingung harus memperlakukanmu seperti apa. Ku akui, aku telah terjerat dalam pesonamu Deeva, bukan karena penampilanmu tapi saat aku berada disisimu ada perasaan aneh yang belum pernah kualami. Aku tidak mau sampai kamu meninggalkanku,rasanya ada bagian dalam diriku yang hilang saat kamu tidak ada disampingku. Aku mencintaimu Deeva, dengan segenap jiwa dan ragaku. Sejak awal aku sudah tertarik padamu, aku berusaha mengenyahkan perasaan ini. Tapi tidak bisa,semakin aku ingin menjauhimu hatiku ingin selalu berada didekatmu." Penjelasan panjang lebarnya membuatku bingung harus menanggapinya bagaimana.

Aku merasa dikhianati oleh kedua orangtuaku sendiri karena mereka tidak percaya padaku, dan malah melakukan hal hal yang diluar dugaanku. Tapi dilain sisi aku bahagia karena berarti kedua orangtuaku begitu menyayangiku. Dan untuk Evan aku juga bingung dengan perasaanku sendiri saat ini.

Walaupun aku juga merasakan hal yang sama, aku begitu merindukannya. Beberapa hari tidak bertemu dengannya membuatku selalu memikirkannya, walaupun otakku berusaha untuk mengelak tapi hatiku tidak bisa dibohongi.

"Aku juga kehilanganmu beberapa hari ini, aku... Aku juga merindukanmu." gumamku nyaris berbisik. Tapi itu cukup dapat didengar oleh gendang telinga Evan.

Ia tersenyum begitu manis padaku, senyum yang baru kali ini kulihat. Dan itu sukses membuat kupu kupu diperutku beterbangan. Tanpa aba aba ia langsung memelukku dengan erat mengantarkan getaran yang tidak bisa kujabarkan, karena memiliki arti yang begitu mendalam untukku.





Outer Beauty vs. Inner BeautyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang