Memaafkan tidak lebih mudah daripada meminta maaf. Memaafkan berarti melepaskan seluruh ego dan keinginan untuk membalas. Memaafkan itu mampu memerdekakan seseorang atas kegelisahan dan kekhawatiran jiwa. Memaafkan berarti menghargai proses seseorang bahwa selalu ada kemungkinan untuk berubah menjadi baik. Tidak peduli itu akan terjadi atau tidak kepadanya, tapi kamu memilih untuk percaya.
-Kurniawan Gunadi
- - - - - -
Abraham memutuskan untuk menelfon Ragil karena ulah Jessi tadi siang.
"Halo?" sapa Abraham setelah panggilannya diangkat.
"halo, siapa ?"
"Gue Abraham. Mau ngomong sesuatu."
"oh, ngomong apa?!"
"Gue mewakili Jessi mau minta maaf. Karena ulahnya, pasti tangan Dela sakit ya? Gimana keadaannya?"
Belum ada jawaban dari Ragil. Abraham menanti dengan tidak sabar "Gil? Lo masih di situ kan?"
"bangsat!"
Dan telepon dimatikan. Abraham menatap heran ponsel ditangannya. Ragil kenapa?
Ragil yang mendapat telpon dari Abraham segera pulang untuk memeriksa keadaan Dela dan meminta maaf. Diperjalanan menuju rumah tak henti-henti Ragil mengumpati dirinya sendiri.
Sesampainya di rumah ia segera mencari keberadaan Dela.
"Tumben jam segini udah pulang?" tanya Wiwik yang muncul dari dapur.
Ragil berjengit "Mama ngagetin aja. Dela mana Ma?"
"Di kamar kayaknya."
Ragil tak menghiraukan Wiwik yang mengomel karena ia tidak menjawab pertanyaan Wiwik. Ia mengetuk pintu berkali-kali namun tidak ada sahutan.
"Del buka dong!" Teriak Ragil tak sabar.
Dela yang berpura-pura tidak mendengar sedikit iba dengan kakaknya yang sedari tadi mengetuk pintu kamar. Namun Ia emosi kembali jika mengingat kejadian tadi siang.
"Del gue ngaku salah, gue minta maaf. Tapi buka dong pintunya." teriak Ragil lagi.
Dela mendengar suara tubuh yang merosot di pintu. Ia menghela nafas berat dan beranjak membuka pintu. Saat ia membuka pintu, badan Ragil terhuyung ke belakang.
"Aduh! Bener lo buka pintu tapi gak gini kali caranya." gerutu Ragil berusaha bangun.
Dela diam ditempat, hanya menatap Ragil dengan malas.
"Gue minta maaf ya." ucap Ragil lagi.
Dela melipatkan tangan di dada. Ia merasa menang sekarang.
"Lo ngomong kek." cerocos Ragil.
"hm." jawab Dela.
"Lo pikir gue cenayang bisa terawang pikiran. Ngomong apa susahnya sih?" tanya Ragil geram.
Dela menarik nafas "lo pikir hati gue gak sakit?"
Ragil tertawa terpingkal-pingkal "lo sakit hati? Hahaha gila gila."
Dela menepuk jidatnya menyadari kalimat ambigu yang ia ucapkan. "sekarang coba lo diposisi gue. Gue bela Abraham daripada lo. Lo terima gak!"
Ragil mendecih mendengar nama Abraham.
Dela meringis "Gue baru berandai aja muka lo udah kayak gitu. Sekarang terserah lah, gue capek berantem mulu."
Sebelum Dela menutup pintu, Ragil menarik lengan Dela. Namun, sebelum Ragil mengatakan sesuatu. Suara Sharla membuat mereka melepaskan tangan masing-masing.
"Gue serasa nonton repa sama boy dah pakai acara pegang-pegang tangan lagi. Aje gile." ejek Sharla sembari masuk ke kamarnya yang berada di samping kamar Dela.
"Maksud lo apa!" Ragil mengejar Sharla ke kamarnya meninggalkan Dela yang tersenyum miris.
"Salah ya kak gue punya perasaan ini." ucapnya lalu menutup pintu.
- - - - - -
Dela menatap jaket Abraham dengan bingung. Pasalnya, Ia tidak mau mencari masalah dengan Jessi. Akhirnya, Ia memutuskan untuk chat Abraham.
Dela : Kak aku mau balikin jaket. Tapi gak berani ke kelas kakak. Kakak mau gak ke sini? Maaf ya ngrepotin kakak lagi.
Namun 5 menit setelah dikirim, Ia tidak kunjung mendapat balasan dari Abraham.
"Halo Del." Suara Abraham membuat Dela mendongkak.
"Aku kira kakak marah karena gak balas pesanku." cicit Dela.
Abraham duduk di samping Dela "Gak marah kok.
Dela mengangsurkan jaket yang terbungkus tas laundry "Nih kak makasih ya. Ngrepotin terus."
"Iya Del gak apa-apa." jawab Abraham dengan mengacak rambut Dela.
"HMM." Deheman Ragil membuat Dela dan Abraham bungkam.
"Del kakak mau ngomong." ucap Ragil.
Agas menyodok perut Ragil dan berbisik "goblok jangan to the point dulu!"
Abraham yang merasakan tatapan Ragil segera undur diri "Gue balik ya Del. Bye."
Dela dengan terpaksa membiarkan Abraham pergi.
"Apa?" tanya Dela malas.
Agus duduk di kursi yang tadi ditempati Abraham "Masih marah ya Del sama Ragil? Kasihan."
Yahya menyeret Agus untuk berdiri "kok lo sih yang dekat-dekat Dela. Minggat lo."
Agus mencebikkan mulut "Jahat lo ya."
"Del maaf ya." Ucap Ragil pasrah dan duduk di samping Dela.
"Maafin maafin maafin." Teriak Yahya, Agas, Agus dan Reno ricuh.
Dela menutup wajahnya "Malu-maluin tau gak."
Ragil terkekeh "Maafin ya Del."
"Iya gue maaafin!" bentak Dela.
Serentak Yahya, Agus, Agas dan reno memeluk Ragil.
"Btw Makasih lho ya Del udah dimaafin Ragilnya." kata Reno terbahak, teringat curhatan Ragil tadi.
Dela hanya mengangguk-angguk.
Agus yang suka kepo bertanya "Del tadi Abraham kok ke sini sih?"
Ragil menatap Dela ikut menanti jawaban.
"Balikin jaket." jawab Dela sekenanya.
Agus nyengir "Gue kira dia apelin lo."
"Sayangnya hari ini gue pakai sepatu flat terus lihat Abraham apelin Dela." sahut Agas.
Ragil mengurut keningnya "Maksud lo apaaan? Gak jelas."
"Gue dan sepatu gue sama-sama gak punya hak buat cemburu sama Dela. Eaaaaa." celoteh Agas membuat tawa mereka pecah.
- - - - - -
Sori kalau gak ada feel, gue rasa ini bab paling receh paling garing. Soalnya nulisnya pas lagi galau wkwk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story
Teen FictionRasa benci Ragil terhadap Dela menghantarkan mereka ke perasaan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh keduanya.