Ada yang menggelitik hatinya untuk membuka dompet itu. Rasa penasaran akan isi dompet Yaowang benar-benar merasukinya saat ini. Diambilnya dompet di depannya itu dan diamati setiap sudutnya. Dompet kotak dengan warna coklat berbahan kulit yang sepertinya mahal ini terlihat tebal, membuat Yeming makin bersemangat untuk memastikan apa isinya. Dibukanya dompet itu pada satu sisi, yang terlihat hanya beberapa kartu seperti kartu mahasiswa, member card sebuah sport center, ATM dan masih ada kartu lainnya. Dibukanya sisi dompet yang lain dan Yeming menemukan sesuatu yang menyedot perhatiannya. Ada sebuah foto yang dipasang disana. Foto yang memperlihatkan Yaowang dengan sangat nyaman memeluk sosok itu dan dibalas dengan kecupan lembut di kening.
"Wang..Qing?"
Diletakkannya kembali dompet coklat itu di atas meja dengan gusar saat Yeming mendengar suara langkah kaki yang mendekatinya. Benar saja, kini Yaowang sudah duduk berhadapan dengannya dengan tatapan menyelidik.
"Yang Yeming.........?" Yeming hanya menatap jendela di sampingnya dengan resah. Entah apa yang ia lihat tapi ia benar-benar tidak sedang ingin menatap mata Yaowang, untuk saat ini.
*.........................................................*
Dua jam berlalu, Yeming hanya diam menatap Yaowang yang kini tengah sibuk dengan tugas-tugasnya. Pandangannya ia arahkan ke luar jendela, matanya berkedip cepat menandakan ia sedang gusar. Sepertinya banyak hal yang ingin ia sampaikan, menumpuk di dadanya dan membuatnya sesak tapi Yeming sendiri tidak yakin alasan apa yang membuatnya terasa begitu tidak nyaman.
"Akan aku antar kau pulang jika sudah selesai." celetuk Yeming yang membuat Yaowang mengangkat kepalanya dan menatap Yeming dengan bingung.
"Aku akan tetap mengantarmu pulang bahkan jika kau keberatan."
"Yang Yeming....?" panggil Yaowang dengan nada yang bisa dibilang sedikit khawatir, pasalnya ini pertama kalinya Yeming bicara dengannya tanpa menatap mata dan justru memandang kosong ke luar jendela.
"Kau bisa mengantarku sekarang." kata Yaowang sambil memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. Yaowang tahu jika kini Yeming menatapnya tajam. Bagaimana tidak, Yaowang mengiyakan "paksaan" Yeming yang ingin mengantarkannya pulang tanpa diiringi debat seperti yang mereka lakukan biasanya.
"Jika kau berubah pikiran, aku bisa pulang sendiri dengan senang hati." ucap Yaowang tiba-tiba membuat Yeming seketika berdiri dan mengambil tas Yaowang yang kini ia sudah bergelantung di punggungnya.
"Ayo pergi." jawab Yeming
*.......................................................................................*
"Kau tidak mempersilahkan aku masuk?" tanya Yeming yang kini sudah berdiri di depan pintu rumah Yaowang, emm lebih tepatnya rumah Qing yang ia tempati lima tahun belakangan ini.
"Kau gila?"
"Ada yang salah dengan seorang teman yang mampir ke rumah? Apa pacarmu galak?" jawaban Yeming ini membuat bola mata Yaowang melebar. Selama berpacaran dengan Qing, ia tidak pernah membawa teman lelakinya kerumah, namun melihat Yeming yang menunjukkan tampang "biasa saja" ini membuat dirinya goyah. Mempersilahkan teman yang sudah mengantarmu pulang ke rumah dengan selamat untuk mampir sejenak sepertinya bukan suatu hal yang buruk, toh hubungannya dengan Qing sedang tidak begitu baik akhir-akhir ini.
"Masuk." kata Yaowang yang telah membukakan pintu untuk Yeming. Dilihatnya ke arah Yeming sambil menunjuk ke arah sofa, memintanya untuk menunggu di sana.
Yeming duduk tanpa suara sambil mengamati setiap sudut ruangan beserta isinya. Rumah dengan design minimalis ini didominasi warna putih dan abu-abu dimana sedikit sekali tembok yang digunakan sebagai pembatas antar ruangan. Tiap ruangan lebih banyak diberi batas menggunakan rak buku ataupun meja kecil, dengan tidak banyaknya sekat membuat rumah yang tidak terlalu besar ini terlihat lebih luas dari seharusnya. Terutama jika ditinggali hanya oleh dua orang.