Part 14

51 15 12
                                    

Lisa mengeryit bingung. Tadi pagi Vara datang dengan wajah yang tidak enak dipandang. Yang Lisa tahu dengan pasti, Vara punya masalah.

Lihat saja sekarang, Vara menyembunyikan wajahnya ke dalam lipatan kedua tangan. Lisa ingin bertanya 'lo kenapa?' tetapi ia mengurungkan niatnya. Lisa tahu pasti nanti Vara akan menjawab 'gapapa'. Karena itu, Lisa membiarkan Vara dalam kesendiriannya terlebih dahulu.

Tak lama setelah itu Dea datang. Berbanding terbalik dengan keadaan Vara, Dea datang dengan senyum tercetak jelas di wajahnya.

"Kenapa lo De? Menang lotre?" tanya Lisa.

"Yeee, gue ga main begituan." Dea sedikit tertawa. Ia duduk di kursinya. "Kak Arfan nerima ajakan gue nanti malem." ucap Dea dengan antusias. Membuat Lisa membulatkan matanya tak percaya.

"Serius lo?"

"Ngapain gue bohong." Dea melihat Vara sejenak. "Vara tidur?" tanyanya.

Lisa hanya menggeleng. "Terus dia ngapain?" tanya Dea lagi.

Lisa tidak menjawabnya. Ia sendiri juga tidak tahu apa masalah Vara. Yang ia tahu, Vara tidak tidur.

"DEA!! LO DIPANGGIL MISS LENA!" Suara teriakan seorang siswi di ambang pintu membuat semua orang di kelas mencibir.

"Berisik banget sih tuh anak."
"Tau tuh, congornya gede banget."
"Masih pagi kuping gue udah bucong gila."

Kira-kira begitulah komentarnya. Lisa tak menghiraukannya. Kini ia melirik Dea. "Gue duluan ya." Dea bangkit dari kursinya. Dalam hatinya ia sedikit mengumpat. Baru saja ia duduk dan harus berdiri lagi karena dipanggil.

Sementara itu di kelas, Lisa memandang Vara yang sama sekali tidak bergerak dari posisinya. Dengan ragu Lisa menyentuh pundak Vara. "Ra, lo kenapa sih? Please jangan bilang gapapa, lo malah bikin gue tambah khawatir Ra."

Perlahan tapi pasti, Vara mengangkat kepalanya. Ia mengusap wajahnya lalu memiringkan posisi duduknya. Kini ia berhadapan dengan Lisa.

"Gue ga maksa lo buat cerita, karena gue bukan pemberi solusi yang baik. Tapi lo tau kan Ra, temen lo ini pendengar yang baik. Seandainya beban di punggung lo udah kerasa berat, lo bisa kok berbagi beban itu ke gue. Itu gunanya temen kan?" Lisa tersenyum.

Seketika Vara teringat masa kecilnya. Waktu kecil dulu, bundanya selalu bilang kalau senyum itu bisa menular. Hal tiu terjadi padanya sekarang. Mendengar kata-kata Lisa dan melihatnya tersenyum membuatnya ikut tersenyum juga.

"Thanks Lis, gue pasti cerita tapi ga sekarang. Gue yakin lo pasti bisa ngerti itu." ucap Vara.

Kringgg...

Bel berbunyi. Semua murid yang berada di luar segera masuk ke dalam kelas. Bahkan Dea kini sudah kembali ke kelas. Pelajaran hari ini dimulai.

•••••

"Jadi ada apa?" tanya Lisa saat jam isirahat.

Kini Lisa dan Vara sedang berada di kantin. Dea tidak ikut bersama mereka karena harus mengejar nilai dengan ulangan bahasa inggris.

Vara menyeruput teh hangatnya. Cuaca memang dingin sekarang. Karena itu Vara memilih minuman yang dapat menghangatkan badan.

"Kak Arfan marah sama gue Lis." lirih Vara.

Lisa mengangguk-anggukkan kepalanya. Pantas saja sedari tadi Vara diam. Jadi ini penyebabnya. "Kenapa?"

"Sebenarnya ini sepele, tapi karena cara gue salah, masalahnya jadi rumit. Kak Arfan salah paham, dia salah nafsirin maksud gue yang sebenernya."

After Sunset [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang