Part 4

61 20 5
                                    

Darel menarik pergelangan tangan Vara. Tak peduli berapa banyak pasang mata yang memperhatikan mereka. Entah apa yang ada di otak Darel, yang penting rencananya berjalan mulus.

"Kak, udahan napa narik-nariknya. Kita jadi bahan tontonan." Vara mulai cemas karena dirinya dan Darel menjadi bahan tontonan. Kondisi yang seratus delapan puluh derajat berbeda dengan kondisi Darel.

Darel tak menanggapi omongan Vara. Ia masih kekeuh menarik tangan Vara.

"IH, LO BUCONG APA GIMANA SIH?! LEPASIN GA?!" Kali ini Vara berteriak. Detik berikutnya, Vara tersadar. Semua murid di sekitarnya menghentikan aktivitasnya dan melirik ke arah mereka berdua.

Darel berhenti, namun belum melepaskan tangannya dari tangan Vara. Darel melembutkan pegangan tangannya. Kini ia mengangkat tangan Vara dan menciumnya dengan lembut.

Semua tersentak kaget, tak terkecuali Vara sendiri. Suasana yang tadinya hening berubah menjadi riuh dengan suara ceng-cengan seisi koridor.

"DAREL ALTAIR!!!!! BENAR-BENAR KAMU YA, KERJAANNYA CARI SENSASI TERUS!!!" Sebuah seruan menghentikan ceng-cengan dari para murid. Vara bersyukur, sangat bersyukur. Jujur Vara ingin sujud di tempat saking bersyukurnya.

Seorang guru bertubuh gemuk berkacamata menjewer telinga Darel. Hal itu membuat Darel meringis dan tubuhnya tertarik hingga sedikit menjauh dari Vara.

"Awww... Udah dong bu, udah sakit nih. Ga baik bu ngejewer murid kelamaan, nanti lemaknya bertambah loh." Semua murid di koridor menahan tawa termasuk Vara. Darel itu memang murid spesial. Bandel tapi pintar, hal itu menyulitkan guru-guru untuk memberi hukuman berat pada Darel.

"KAMU INI, SUDAH SALAH, SEKARANG MALAH NGEJEK LEMAK DI BADAN SAYA." Bu Tata makin naik pitam dengan kelakuan Darel. Ia mengencangkan jewerannya di telinga Darel hingga membuat Darel semakin meringis. "SEMUANYA BUBAR!!! TERMASUK KAMU!!!" Bu Tata menunjuk Vara dengan tangan satunya lagi.

"Bu udah dong, kalo nanti kuping saya copot gimana? Lagian, saya kan cuma bilang 'nanti lemaknya bertambah' ga ada tuh saya ngatain lemak di badan ibu."

"TAPI SECARA TIDAK LANGSUNG KAMU ITU NGATAIN SAYA!!! SEKARANG JUGA KAMU IKUT SAYA KE RUANG BK!!!"

"Iya deh, cewek mah selalu benar dan guru itu ga pernah salah. Kalo guru cewek, ya udah deh, everything is perfect." Gumam Darel dalam hati. Ia pasrah. Ia mengikuti perintah gurunya ke ruang BK.

•••••

"Ibu tau kamu cakep, tapi ga usah bikin ulah kayak tadi bisa kan?! Sekarang itu jaman dimana prestasi dijunjung tinggi, sensasi dicaci maki, kalau kamu mau dapetin cewek tadi, gunain otak sama hati, bukan pake cara basi, yang ada ceweknya lari." Darel melongo takjub, ternyata benar kata orang-orang, guru BK adalah pilihan tepat untuk memberi tips dan masukan.

"Makasih loh bu, tipsnya. Kalau tau begini, besok-besok saya mau masuk ruang BK lagi ah, biar dapet tips naklukin hati cewek." Ucap Darel kelewat santai.

Mata Bu Tata melotot mendengar ucapan Darel barusan. "Kalo melotot jangan lebar-lebar bu, saya jadi takut mata ibu keluar." Lagi-lagi Darel membuat Bu Tata naik darah.

"BENAR-BENAR KELAKUAN KAMU, PUNYA OTAK ENCER ITU DIPAKAI BUAT NGERJAIN TUGAS BUKAN BUAT NGELAWAN GURU." Tangan kanan Bu Tata terjulur kembali untuk menjewer telinga kiri Darel dan membuat Darel meringis. "SAYA TIDAK MAU TAU, PULAMG SEKOLAH NANTI KAMU HARUS BERESIN PERPUSTAKAAN, RUANG GURU DAN RUANG OSIS, MENGERTI???!!!!"

"Ya udah, lepasin dulu bu." Bu Tata mrlepas jewerannya. Darel mengusap-usap telinga kirinya yang kini berubah menjadi warna kemerahan.

"Kalau sampai pulang nanti kamu kabur, ibu akan panggil orang tua kamu." Ingat Bu Tata.

"Tenang bu, saya orang yang bertanggung jawab." Ucap Darel sesaat sebelum keluar dari ruang BK.

•••••

"Lo jadian sama Kak Darel?" Lisa membuka percakapan di kantin.

Vara menyedot lemon tea miliknya. "Enggak. Kata siapa?"

"Mereka." Lisa menunjuk enam perempuan yang bergosip ria dengan ekor matanya.

Vara tertawa hambar. "Jadi sekarang lo juga mereka."

Lisa nyaris tersedak kentang gorengnya. "Enak aja lo kalo ngomong, gue cuma denger-denger doang tauk." Wajah Lisa cemberut layaknya anak kecil. Biasa, baper.

Vara tertawa, benar-benar tertawa "Baper." Detik selanjutnya, Lisa ikut tertawa.

"Ra," Lisa menghentikan tawanya. Ia memberi kode bahwa ada orang di belakang Vara. Vara menoleh ke belakang. Ia mengehela napasnya.

"Hai, boleh pinjem temen lo bentar?" Darel, laki-laki yang tadi berada di belakang Vara kini berbicara pada Lisa.

"Kalau dia mau." Jawab Lisa. Kini Darel menatap Vara. "Gimana?"

"Penting ga?" Tanya Vara memastikan.

"Ya, tergantung persepsi lo penting apa ngga. Gue bela-belain nyamperin lo saat cewek lain berusaha nyamperin gue." Penyakit Darel kambuh. Dan hal itu membuat Vara muak. Bisa-bisanya Darel mempunyai syndrome overpede yang sudah akut.

"Menurut persepsi gue hal yang akan lo omongin atau mungkin lo perbuat itu ga akan penting. Jadi gue ga mau." Jawaban yang membuat Darel menunjukkan senyum miringnya.

"Okay, just follow me." Darel menarik tangan Vara kesekian kalinya. Lisa yang melihat kejadian itu tak tinggal diam.

Lisa melepaskan tangan Darel dari tangan Vara. "Sorry, gue rasa lo bisa cari cewek lain yang katanya berusaha nyamperin lo itu, daripada lo ngejar temen gue yang katanya bela-belain lo samperin, permisi." Lisa menarik tangan Vara untuk pergi dari kantin.

"Ga dia, ga temennya, sama aja." gumam Darel.

•••••

Hari ini adalah hari terakhir MOS. Seluruh anggota OSIS dan guru-guru sepakat untuk mengadakan tour ke pantai Anyer.

Kegiatan tersebut tentulah mendapat sambutan positif dari seluruh murid, terutama Vara. Vara sangat senang karena dia bisa melihat salah satu dari dua hal yang di sukainya. Sunset.

Sekitar 10 menit lagi, bus SMA Merdeka akan tiba. Seluruh murid bersiap-siap turun dari bus.

Lisa melihat teman yang duduk di sebelahnya tengah terburu-buru merapikan isi tasnya yang memang sedikit berantakan. "Semangat banget mba."

Vara menoleh ke Lisa dan tersenyum. "Iya dong."

"Emang ada apa sih? Sejauh ini gue belum tahu apa-apa tentang lo." Lisa memakai ransel miliknya.

"Nanti ya, kalo udah nyampe Soalnya panjang ceritanya."

"Oke, gue tunggu."

Bus SMA Merdeka berhenti. Siswa dan siswi berhamburan keluar dari bus.

"SEMUANYA TOLONG BERBARIS SESUAI KELAS MASING-MASING!" Suara teriakan Pak Adul—kepala sekolah— membuat para murid yang sedang dalam keadaan tak beraturan langsung membuat barisan.

"Baik semuanya, tujuan kita ke sini adalah untuk memperkuat rasa persaudaraan dan solidaritas, jadi saya mohon laksanakan semua kegiatan tour kita kali ini sesuai dengan tujuan awal." Jelas Pak Adul.

"Sekarang silahkan kalian beristirahat terlebih dahulu di hotel. Jam 5 nanti kita semua akan berkumpul di pantai." Lanjutnya.

Semua murid yang tadinya berbaris rapi, sekarang kembali berhamburan. Mereka menuju ke hotel untuk istirahat.

"Gue tunggu cerita lo di hotel." Ucap Lisa.

"Oke."

•••••

Jangan lupa voment....

After Sunset [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang