Menyusun Teka-Teki

1.3K 42 6
                                    

***

"Gua...cuma gak tau apa yang harus gua lakukan nantinya. Gua cuma takut apa yang jadi keputusan gua itu sebuah kesalahan yang bakal jadi bumerang buat diri gua sendiri nantinya,"kataku frustasi.

Mey menatapku kosong. Ku yakin ia masih mencerna semua yang aku katakan itu. Entahlah aku hanya merasa butuh tempat untuk menampung ceritaku sekarang.

"Cuma lu yang tau sih baik atau buruknya. Lu mesti nimbang konsekuensinya dan lu harus tau berapa potensi lu buat patah hati di Faqih dan Ija. Kalo lu udah ngerasa mentok,pasrahin aja. Pake feeling lu. Dan jangan sampe melibatkan masa lalu. Semua orang punya kesempatan dan bisa berubah. Disini lu harus netral atau kehilangan dua duanya,"nasihat Mey panjang kali lebar.

Benar juga.

Disini aku harus netral. Kalau aku mencari seseorang yang baik mungkin saja aku sudah menerima Ija dari kapan tau. Tapi buktinya aku masih meragukannya.

Bukan,bukan meragukannya juga. Kurasa aku lebih tepat takut kehilangan sosok sahabat yang selalu ada dan mengerti aku.

Tapi bagaimana dengan Faqih? Bagaimanapun juga ia pernah menggoreskan luka yang cukup dalam. Dan luka ini masih membekas dan belum sepenuhnya kering. Rasanya aku seperti meneteskan air jeruk di atas luka yang masih basah.

"Btw,makasih banget ya Mey udah mau dengerin curhatan gue yang ga ada faedahnya sama sekali hehehe." Percayalah itu bukan semua cengiran yang dipaksakan.

"Iya sama-sama. Lu harus kuat,jangan sampe lu malah salah pilih."

Aku mengangguk paham kemudian berpamitan untuk pulang.

Atau lebih tepatnya aku tidak pulang. Aku butuh tempat sepi untuk membuat pikiranku menjadi rileks.

**

Well,kurasa disini tempat yang cukup baik. Tempat yang baik dengan kenangan yang kurang baik menurutku.

Aku suka keadaan alam disini yang sejuk. Tapi disini juga Ija bilang kalau dia suka sama aku yang statusnya adalah sahabatnya sendiri.

Mengingatnya aku hanya tertawa kecil. Bagaimana mungkin? Aku pikir kami berteman tanpa bau cinta-cintaan. Sangat disayangkan.

Faqih? Hampir saja aku kehilangan nyawa karenanya. Jika kami berpacaran? Aku tak yakin bisa mengontrol emosiku sebaik mungkin untuk tidak mengungkit apa yang pernah dia lakukan kepadaku.

"Aaahh,"aku mengerang frustasi.

Tentu saja kalau aku berpacaran dengan Ija akan menjadi awkward. Dan jika kami putus maka aku akan kehilangan sahabatku.

Tapi jika aku berpacaran dengan Faqih,maka Ija akan merasa patah hati dan aku akan merasa menjadi cewek paling kejam sejagad raya.

Faqih memang berhak mendapat kesenpatan ke dua dan aku yakin dia dapat berubah.

Dan di posisi sekarang aku tidak tau hati siapa yang harus aku patahkan.

**

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 27, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cewek Tomboy vs Cowok PlayboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang