12.Kenalin. Ini dia...

19 1 0
                                    

Kujalani hari-hari seperti biasa.
Melewati semua rintangan bersama sahabat. Aku bahagia.
Aku senang akan hidupku yang seperti ini. Semuanya selalu mereka. Karena merekalah yang membuat hidup ini jauh lebih berarti. Karena persahabatanlah yang memberikan kenangan yang berarti. Dan karena merekalah kebahagiaan dalam hidup bisa aku rasakan.

Hari silih berganti.
Pagi berganti siang. Siang berganti malam. Dan begitu seterusnya.
Malam ini sekumpulan bintang-bintang menemani malam ku yang kelam. Dalam kamar ku memandang beribu-ribu bintang yang bersinar. Tak lupa juga bulan. Bintang dan bulan. Sepasang benda langit yang selalu bersama menerangi gelapnya malam.

Aku berbaring di kasur dan segera tidur. Namun, mata ini enggan untuk menutup.Entah apa penyebabnya aku pun ridak tau. Aku menghembuskan nafas panjang dan melihat ke langit-langit kamarku. Kemudian ponsel ku yang bergetar mengejutkanku.
Dengan segera ku raih ponselku itu.

"Siapa nih malem-malem nelfon?" Aku penasaran akan siapakah orang yang menelfonku malam itu.
"Angkat ajalah. Mungkin penting."

"Halo" ucapku sambil menuju ke balkon kamar.
"Halo."
"Ini siapa?"
"Menurut anda?"
"Maaf saya tidak mengenal anda. Dan jika anda menelfon saya hanya untuk iseng maka saya akan tutup telfonnya."

Terdengar tawa seseorang di seberang sana. Suara itu besar. Pastinya orang itu adalah seorang lelaki.
"Jangan jutek-jutek gitu napa sih."
"Saya serius. Anda siapa?"
"Beneran nggak inget nih?"
"Siapa sih?"
"Yah... udah lupa dia. Padahal baru aja  jalan bareng kemaren."

Zahra diam. Ia mencoba mengingat ingat siapa lelaki yang sedang menelfon dirinya itu.
Kemudian ia teringat pada lelaki yang telah menolongnya kemarin, lelaki yang biasa menjadi teman curhatnya.
"Lo Yusya?"
"Mungkin."
"Lo beneran Yusya kan?"
"Iya iya ini gue."
"Napa sih lu resek banget."
"Resek apanya. Orang gue diem dimari"
"Lah tadi pake acara nebak-nebak segala."
"Iya biarin dong."
"Ngapain nelfon?"
"Nelfon aja pke nanya ngapain. Ya pingin denger suara lo lah."
"Apaan sih."
"Hahaha."
"Eh iya gue mau nanya nih."
"Nanya alamat rumh gue ya? Mau maen kesana lu?"
"Ogah banget dah."
"Terus nanya apaan?"
"Lo pulng skolh jm berapa?"
"Jm 4. Emang kenapa?"
"Besok gue tunggu di otaku cafe pulang skolh."
"Ngapain"
"Banyak nanya. Pkoknya gue tunggu disana."
"Oh ceritanya ketemuan?"
"Iya."
"Cie diajakin ketemuan. Kangen neng?"
"Sayangnya nggak bang."
"Yah nggk kangen ya."
"Udah lah gue mau tidur."
"Oke. Mimpi in aku yakk."
"Ogah. Udh dulu ya."
"Oke. Selamat malam."
Aku hanya tersenyum mendengar ucapan Yusya. Aku pun beranjak tidur.

Pagi hari pun tiba. Sinar mentari yang hangat telah membuatku nyaman.
Saat ini Zahra sedang bersiap-siap untuk berangkat sekolah.

"Pagi ma." Sapanya sambil menuruni anak tangga.
"Pagi nak. Ayo sarapan dulu."
"Siap ma."
Zahra menarik kursi dan mendudukinya. Kemudian nasi goreng special sudah tersaji di depannya.
"Em ma aku nanti pulang telat ya."
"Mampir kemana?"
"Mau ke cafe sama anak-anak."
"Jangan pulang malem-malem."
"Iya-iya."
"Pulang bareng Irvan kan?"
"Iya lah. Kayak biasa nya lah ma."
"Iy udah. Ati-ati ntar di perjalanan."
"Iya."
Sepiring nasi goreng pun telah habis ku santap. Kemudian Zahra berpamitan untuk berangkat sekolah.
Ia berjalan menikmati hembusan angin. Embun pagi masih terlihat. Ia sangat menikmatinya.
Zahra mampir untuk menjemput Pram dan mengajaknya berangkat bersama.

"Pram... Pram. Buruan. Gue tungguin di depan." Suara teriakan Zahra begitu kencang.
Pram yang sudah siap dan hendak keluar rumah malah menutup telinganya. Sedangkan mamanya malah tertawa sambil menggelengkan kepalanya.
"Ara...ara." katanya sambil tersenyum.
"Heheh. Pagi tan"
"Pagi juga."
"Ayo Pram berangkat."
"Iya. Berangkat dulu ya ma." Sambil mencium punggung tangan mamanya.
Begitu juga Zahra.
Mereka berdua pun berjalan menuju ke sekolah.
Selama perjalanan, mereka terus saja asyik mengobrol dan tertawa. Entah apa yang dibicarakan itu penting atau tidak mereka tidak peduli. Karena sesuatu hal yang dibicarakan tidak selalu yang penting. Karena hal yang terpenting adalah mereka bisa menghabiskan waktu bersama dan menambah kedekatan antar sesama.
"Eh Pram ntar pulang sekolah ikut gue bentar ya."
"Kemana?"
"Otaku cafe."
"Ngapain?"
"Gue ada janji sama orang?"
"Ketemuan?"
"Ya begitulah."
"Ketemuan ngajak-ngajak gue. Nggak mau ah."
"Jangan gitu napa Pram. Katanya lo temen gue"
"Tapi kalo lo ketemuan gue sama siapa ntar. Canggung kali."
"Kenapa harus canggung. Orang gue juga ngajak Irvan sama Arin kok."
"Bilang dong dari tadi."
"Lo nya aja yang duluan nyerocos. Kan gue belum selesai ngejelasinnya."
"Heheh iya-iya maaf."
Tak terasa kami pun sudah sampai di depan gerbang sekolah. Siswa siswi pun banyak yang baru datang.
Kami segera masuk dan menuju ke ruang kelas.
"Berjalan melewati koridor sekolah,huft..." batinku.

Cinta diatas KebimbanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang