22. Libur Telah Tiba

15 3 7
                                    

Kesibukan di pagi hari dengan berangkat ke sekolah telah usai. Libur telah tiba sejak rapor dibagikan.

Zahra bosan sekali dirumah, meskipun ini adalah liburan sekolah tapi dia tidak merasakan apa yang namanya liburan. Ia hanya menghabiskan waktunya dengan menonton anime, membaca novel, membantu mama, mendengarkan musik, membersihkan rumah. Ya, seperti aktivitasnya seharian. Perbedaannya adalah ini semua di lakukan di rumah dari pagi hingga malam tiba. Mama sudah memutuskan bahwa keluarga kecilnya akan pergi berlibur jika Papa telah mengambil cuti. Bagus semua keputusan ada ditangan Papa nya sekarang. Sedangkan Papa masih belum libur dari pekerjaannya. Zahra harus bisa membuat Papanya mengambil cuti lebih cepat. Ia harus menelfon Papanya.

"Halo Assalamualaikum, Papa kapan pulang? Nggak kangen sama Mama sama Ara Pa? Zahra aja kangen masa Papa nggak. Cepet pulang dong Pa. Mama juga udah nungguin nih." Ucapnya panjang lebar tanpa menunggu jawaban salam dari Papanya.

"Waalaikumsallam. Kamu itu ya nyerocos aja kayak knalpot bocor tau nggak."

"Habis Papa kerja terus nggak pulang-pulang. Ini kan liburan masa kita nggak liburan kayak temen-temen gitu." Katanya memohon sambil memasang ekspresi memelas meskipun ia tahu Papanya tidak bisa melihat hal itu.

"Papa kan belum ambil cuti nak. Memangnya Irvan, Arin, Pram udah pada liburan?"

"Belum sih Pa heheh."

"Ya udah kamu main aja sama mereka dulu sambil nunggu Papa ambil cuti ya nak. Mungkin minggu depan Papa bakal pulang."

"Nggak bisa. Papa harus pulang besok lusa." Bantahnya

"Kecepetan atuh nak. Nggak bisa. Emang ini perusahaan punya Papa sendiri, seminggu lagi ya."

"Nggak boleh. Kalau gitu 4 hari lagi Papa harus pulang titik." Dengan memberi penekanan disetiap katanya. Lalu ia mengucapkan salam dan memutus sambungan teleponnya.
Dari lantai bawah terdengat teriakan mamanya.

"Ra, ada tamu." Dengan nada yang cukup keras. Siapa? Pikirku. Aku tidak mengundang siapapun untuk datang kerumah. Tanpa pikir panjang Zahra segera turun kebawah dan menghampiri sang tamu.

"Oh kamu Van. Ngapain nggak nelfon dulu tadi kalo mau kesini?" Ucapku sambil menuruni anak tangga. Irvan pun langsung menoleh ke sumber suara.

"Emang harus banget ya nelfon lo. Datang tiba-tiba sama nelfon dulu nggak ada bedanya kan. Toh tujuannya juga sama. Main dirumah lo."
Aku hanya terkekeh dan menggaruk kepala belakangku yang tertutup jilbab pink itu yang sebenarnya tidak gatal juga sih. Aku menuju dapur untuk memberinya minum.

"Nih Van minum dulu." Sambil menaruh segelas jus jambu di meja tepat di depan Irvan. Ia hanya menganggukkan kepalanya. Bahkan pandangannya fokus kebawah. Ia terus menunduk tanpa mempedulikan kehadiranku yang duduk di depannya. Sungguh menyebalkan jika Irvan sudah begini keadaannya.

"Lo kesini cuman numpang ngegame?" Cibirku sambil mendengus sebal. Bagaimana tidak, ia tak memberi tahu tujuannya kesini. Bahkan dia kini tengah asyik bermain game. Sangat tidak sopan. Tapi mama pun memakluminya, karena memang dia sudah tidak asing lagi di rumah ini.

"Iya, kan ini basecamp."

Begitulah mereka menyebutnya. Rumah ku yang entah sejak kapan mereka gunakan basecamp untuk berkumpul. Jadi sudah tak heran lagi kalau mereka se-enak jidat jika main kesini. Rumahku seperti rumah kedua bagi mereka. Rumah ku ya rumah mereka juga.
Aku hanya memutar bola mataku melihat kelakuannya. Buat apa dia susah-susah kesini bila hanya ingin bermain game. Apa dirumahnya tidak ada sinyal.
Kemudian Irvan mematikan ponselnya dan memasukkannya ke saku celana jeans nya.

Cinta diatas KebimbanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang