20. Tak Disangka

13 3 0
                                    

Pagi ini sungguh mendebarkan. Setiap murid bahkan para orang tua ikut deg-degan. Bagaimana tidak ini hari dimana rapor akan dibagikan. Hari dimana kalian dinyatakan naik kelas atau tinggal kelas. Hari dimana akan ada kemungkinan angka merah tercantum di lembaran kertas berharga itu. Mungkin semua orang melakukan sholat tahajud kemarin. Atau mungkin ada yang berdoa mati-matian agar dia naik kelas. Atau melakukan sebuah ritual. Ah tidak sepertinya itu terlalu berlebihan.

Angin yang berhembus pagi ini begitu kencang. Hiruk pikuk dijalanan menambah kesan kehidupan. Namun angin yang lewat diantara kita itu, seakan membawa rasa sepi dari suatu tempat. Menikmatinya adalah sebuah pilihan yang bagus. Terkadang kita perlu membiasakan diri untuk mencoba menikmati setiap keadaan yang ada bukan? Dan kini aku tengah mencobanya.
Sekolah telah ramai dengan kedatangan para siswa dan siswi SMA ini. Pembagian rapor akan diadakan di kelas masing-masing. Mama sudah berada di ruang kelas untuk siap menerimanya meskipun merasa khawatir akan nilai ku. Aku pun begitu, tapi apa yang bisa kulakukan? Aku hanya bisa pasrah dan berdoa semoga hasilnya tak mengecewakan.
Tak membutuhkan waktu lama, semua wali murid satu persatu berdatangan dan memenuhi seisi kelas. Aku bisa melihat dari luar, mengintip dari jendela kelas yang bening itu mama tengah mengobrol dengan Tante Rini yang duduk di sebelahnya. Ah aku juga melihat Tante Andin yang duduk di bangku kedua dari belakang. Wali kelas kami pun sudah berada di tempatnya bersiap-siap untuk memberikan beberapa informasi mengenai proses pembelajaran kami, masalah administrasi sekolah dan lain-lain. Terlihat seseorang yang sangat aku kenal memasuki ruangan itu. Apa dia bodoh tidak bisa membaca situasi. Apa yang dia lakukan. Dari luar terlihat Irvan tengah bercakap-cakap dengan Pak wali kelas. Entah apa yang dibicarakannya kurasa hal yang penting.
Aku memilih duduk di kursi yang berada di luar kelas sambil memainkan HP ku, mencoba membalas pesan dari Yusya dan juga pesan dari teman-teman yang lain bahkan grup yang kurasa perbincangannya tak begitu penting.

Irvan keluar dari kelas mukanya tampak kusut. Apa yang terjadi dengannya. Aku pun menawarinya duduk di sebelahku.
"Mama mu kemana Van? Aku nggak lihat. Apa yang datang papa mu?" Ucapku memulai percakapan diantara kami. Tanpa menyadari apa yang tengah kutanyakan itu.
Ia tidak langsung menjawab malah Irvan menunduk terus sambil berulang kali menghembuskan nafas panjang.
Kemudian ia menjawab pertanyaanku dengan berat. "Papa kan sudah meninggal dan mama nggak bisa datang katanya sibuk." Upsi kurasa aku melakukan kesalahan dalam berbicara kali ini. Apa yang kulakukan dasar bodoh. Bagaimana aku lupa akan kenyataan pahit itu. Pasti aku membuatnya sedih dengan mengingatkan Irvan dengan papanya. Meskipun kejadiannya sudah lama sekali tapi peristiwa itu pasti telah membuat luka yang dalam dihatinya. "Maaf Van aku lupa kalo Papamu sudah meninggal."
Ia hanya manggut-manggut simple. "Tadi kamu ngapain masuk ke ruang kelas gitu. Nggak sopan tau. Kan rapatnya mau dimulai." Tanyaku sebal.
Dia menyadarinya. Irvan sangat mengetahui bahwa tindakannya itu terbilang kurang sopan. "Aku tadi coba ngomong sama Pak wali kelas kita yang kumisan itu kalo mama nggak bisa ngambil rapor dan aku berniat mengambilnya sendiri. Tapi pak kumis tidak mengizinkan. Aku tetap berusaha bernegosiasi tapi tetap saja dia keukeh dengan ucapannya." Seraya menjelaskan padaku. Kurasa aku punya saran yang bagus untuknya.
"Gampang nanti coba deh aku minta mamaku buat ngambilin rapor kamu oke?" Ucapku menawari sebuah bantuan kecil padanya. Irvan hanya mengangguk-anggukkan kepalanya tanda bahwa ia setuju. Tak lama kemudian para wali murid keluar sambil membawa rapor yang bersampul merah maroon itu. Aku langsung menghampiri mama dan meminta bantuan darinya. Diikuti pula dengan Irvan.
"Irvan mohon tante. Mama nggak bisa datang sibuk banget katanya." Dengan nada sedikit memelas.
Mama yang merasa kasihan akhirnya setuju. "Iya nanti Tante coba bilang ke wali kelas kalian. Jangan melas gitu ah kamu sudah Tante anggap anak sendiri kok." Ternyata mama menyadari juga tampang melasnya itu. Kami pun tertawa bersama.

Hp ku bergetar tanda ada sebuah pesan masuk.

From : Pram
Pengumuman rangking paralel udah keluar nih. Cepetan ke aula sekarang. Gue tunggu sama Arin.

Cinta diatas KebimbanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang