7. Terima kasih

51 0 0
                                    

Mataku berbinar binar.
Rasanya mata ini telah disinari oleh bintang-bintang yang bertaburan.
Rasanya ada pelangi di hati ini.
Sungguh indah. aku sangat bahagia.
Kejadian semalam masih teringat jelas di otak ku. Rasanya aku ingin waktu berhenti saja saat Irvan memberi kejutan seperti itu.
Tapi apalah dayaku. Aku hanya hamba-Nya yang lemah. Meskipun begitu aku masih berusaha menjalani kehidupan yang mungkin melelahkan. Tapi adanya sahabat yang selalu ada di hidupku membuat rasa lelah itu lenyap.
Aku sungguh merasa ada sesuatu hal yang special dalam hidupku.

Sungguh keberuntungan bagi zahra.
Dia memiliki sahabat yang begitu mempedulikannya. Zahra sangat bahagia akan hal itu. Sahabatnya Bagaikan harta karun. Harta karun yang telah terkubur ratusan tahun dan Zahralah yang menemukan nya.

***

Rasa senang masih tegambar jelas di raut muka Zahra. ia terus tersenyum. Ia akan berjanji untuk berterima kasih pada Irvan nanti. Yang semalam telah membuat hatinya berbinar binar dan matanya berkaca kaca saat setelah Irvan memberinya kejutan.
Hati dan jiwa yang kusut kini telah kembali seperti semula. Kini hatinya rapi tak ada satu masalah pun yang membuat hatinya sesak.

"Ma Zahra berangkat sekolah mau bareng sama Pram." ucapku sambil menuruni anak tangga satu persatu.
"Beneran? Biasanya naik angkot. Emang Pram nya bawa kendaraan?"
"Nggak ma. Kita mau jalan bareng."
"Kenapa nggak naik angkot aja?"
"Nggak ma sekalian jalan jalan pagi.".
" yaudah. Cepat sarapan."

Zahra yang selesai sarapan keluar dari rumahnya. Dia terlihat sangat anggun. Tapi dia memiliki keistimewaan tersendiri. Zahra memang terlihat anggun dan feminim tapi dibalik itu semua zahra memiliki semangat seorang pria. Jiwa dan raganya seakan akan seperti seorang pria yang tangguh.

Zahra berjalan menuju rumah Pram. Rumah mereka dekat hanya berjarak 5 rumah saja. Dia berjalan dengan pelan nya menikmati angin yang kini sedang berlari lari membuat rambut zahra yang digerai terlihat acak acakan karena ulah dari si angin.
Kini Zahra sudah berdiri di depan pintu rumah Pram dan ia mencoba memanggil manggil Pram untuk menandakan bahwa zahra sudah siap dan menunggunya di depan rumah.
Beberapa menit kemudian muncul lah sesosok pria tinggi berkulit sawo matang dan bermuka dingin. Ya itulah Pram. Dibalik tubuh gagah Pram, terlihat seorang wanita yang anggun dengan baju berwarna biru dan rok selutut yang kini melekat di tubuhnya. Itu adalah tante Rini, mama dari Pramadika.
"Selamat pagi tante." sapaku dengan ramah.
"Selamat pagi juga zahra. Mau berangkat ya."
"Iya tante."
"Ya udah hati hati ya."
"Iy tante.".
"Pram hati hati dijalan." "iy ma"

Perjalanan ini sangatlah jauh. Tapi rasa lelah tidak terasa sedikitpun. Karena aku dan Pram yang sibuk mengobrol,menepis kesadaran akan rasa lelah dan waktu yang kita tempuh selama perjalanan.
Tak terasa kita sudah sampai digerbang sekolah. Diaman aku, Pram, Arin, dan ,Irvan mencetak sebuah kenangan. Kenangan suka maupun duka.
Aku berjalan di koridor yang kini tampak ramai. Semua siswa yang tengah bersantai ria di koridor koridor sekolah membuat keramaian. Ada yang bercerita, bernyanyi, membaca novel dan ada juga yang membicarakanku dan melihatku dengan tatapan matanya yang tajam. Setajam pisau yang kini tengah mengincar korbanya.
Aku sudah terbiasa dengan tatapan mata itu. Dan aku tau apa yang mereka rasakan saat itu. Dari matanya saja sudah tergambar jelas rasa marah dan iri dengan takdirku yang sudah dituliskan dalam skenario tuhan bahwa aku akan menjadi sahabat Pram, Arin, dan Irvan.

"Hhm Ra nggk usah dilihatin cewek kayak begitu mah. Anggep aja ada setan disini."
"Yaelah Pram gua udah kebal kali dengan tatapan mereka. Malah ada yang dimelototin tuh mata di depan gua secara langsung. Dan gue pikir tuh anak udah nggak suka sama matanya makanya dia melotot ke gue dan berharap gue bisa nerima matanya. Tapi sayangnya tidak."
"Hahaha lo bisa aja ra. Udah yuk ke kelas."

Tatapan yang tidak mengenakkan itu tetap mengikutiku sampai di kelas.
Aku tidak berharap akan hilangnya tatapan itu. Aku justru bersyukur dengan kehidupan ini. Bahwa ada orang yang kini tengah memperhatikanku, mencari cari keslahanku agar aku menjadi lebih baik. Jadi untuk apa aku bersusah payah menepis semua tatapan itu. Itu sudah ku jadikan hiasan dalam diriku.
Jadi aku santai santai saja.

Cinta diatas KebimbanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang