Part 5

2.2K 180 28
                                    

"Lo siapa?"

"Lo udah sadar? Mana yang sakit? Sakit banget ya? Kita ke rumah sakit aja gimana?" bukannya menjawab pertanyaannya aku malah memberinya pertanyaan bertubi-tubi. Yah, bagaimanapun aku tidak bisa pura-pura tak peduli saat melihatnya meringis-ringis seperti itu.

"Lo siapa sih?" pertanyaan bernada risih itu membuatku menghentikan perbuatan konyolku yang sedang memeriksa (baca : meraba-raba) tubuhnya.

"Ehm, gue Shafira" setelah sedikit berdehem menutupi rasa maluku atas tingkah konyolku aku menjawab pertanyaannya.

"eh, lo mau kemana?" tanyaku saat aku melihatnya berusaha bangkit dari tempat tidur.

"pulang."

"Tapi lo belum sembuh."

"Gue udah gak pa pa."

"Ya udah gue anter."

"Gak-"

"Gue anter oke, gak ada penolakan." potongku.

"Terserah."

*****

"Lo tadi gak ngehubungi siapa – siapa soal gue kan?" pertanyaan tiba – tiba darinya membuatku sedikit mengalihkan perhatianku dari jalan raya.

Yah, saat ini kita dalam perjalanan ke rumahnya. Bagaimanapun juga aku tidak akan tega membiarkannya pulang dengan keadaan seperti itu.

"Gue baru mau nelfon nyokap lo tadi tapi lo keburu bangun"

"Baguslah." balasnya singkat.

"kenapa?" tanyaku penasaran, apa Mamanya akan marah saat tau dia membolos sekolah dan malah berantem.

"Bakalan ribet urusannya kalau nyokap gue tau sekarang." jawabnya yang sejujurnya belum menghilangkan rasa penasaranku, tapi tentu saja itu bukan urusanku jadi aku tidak memiliki hak untuk bertanya lebih lanjut.

"Ehm.." aku akhirnya hanya bisa mangangguk-angguk.

"Oh iya nama lo siapa?" tanyaku saat aku teringat bahwa aku tak tau namanya.

"Lo gak tau gue"" ucapnya sedikit terkejut meskipun berusaha ditutupinya sambil memandangi seragam yang kukenakan. " Lo anak adinata kan?" lanjutnya masih dengan raut terkejut yang ditutupi.

Emang kenapa sih kalau aku tidak mengenalnya, memangnya dia seterkenal itu ya di sekolahnya sampai mungkin semua siswa mengenalnya.

"Gue siswa baru." jelasku singkat yang membuatnya mengerti.

"Gue Daffa."

Aku hanya mengangguk mendengarnya.

*****

"Astaga Daffa, kamu kemana aja sih? Tadi Mama dihubungi sekolah katanya kamu gak masuk. Kamu kemana aja sih? Mama khawatir tau gak, dan ini kenapa wajah kamu biru-biru kayak gini, kamu berantem lagi. Astaga, kita ke rumah sakit aja ya..."

Aku terkejut karena saat Daffa baru saja membuka pintu rumahnya tiba-tiba saja ada yang berlari menghampirinya sambil memberondonginya dengan berbagai pertanyaan. Tetapi Daffa tampak tidak terkejut melihatnya, sepertinya dia sudah menduga hal ini.

"Apaan sih ma.. gak usah lebay deh Aku gak pa pa" balas Daffa sambil menyingkirkan tangan Mamanya yang ada di wajahnya.

"Eh.. kamu sama Mama sendiri kok bilang lebay, durhaka kamu ya" ucap Mama Daffa sambil menarik telinga anaknya itu.

"Bercanda ma, adu..duh..sakit tau. Anaknya sakit bukan diobatin kok malah disiksa sih" Daffa mengaduh sambil berusaja melepas tarikan ditelinganya.

"Astaga mana yang sakit, kita kedokter aja ya. Gara–gara kamu sih Mama jadi lupa kamu lagi sakitm" ucap Mama Daffa heboh memeriksa bagian tubuh anaknya.

"Bentar kamu tunggu sini dulu" ucap Mama Daffa sambil berbalik.

"E..eh Mama mau kemana?" ucap Daffa sambil memegang tangan Mamanya, mencegahnya pergi.

"Mau ambil tas"

"Buat apaan ngambil tas?"

"Loh, kan Mama mau anter kamu ke dokter." ucap Mama Daffa bingung.

"Aku gak bilang mau ke dokter lho Ma." ucap Daffa sambil berbalik dan mendudukkan dirinya di sofa.

"Kok gak mau sih, wajah kamu aja biru–biru kayak gini lho." ucap Mama Daffa sambil mendudukkan dirinya di sebelah anaknya dan tak lupa tangannya sudah ada di wajah anaknya itu menyentuhi lukanya satu persatu.

Sedangkan aku? Aku masih berdiri di depan pintu dengan posisi canggung tak tahu harus ngapain.

"Ini udah diobatin Ma, lagipula, luka aku sakit kok malah Mama pencetin kayak gitu." balas Daffa sambil menyingkirkan lagi tangan Mamanya.

"Udah? Tumben? biasanya kalau gak Mama obatin juga itu luka gak kamu peduliin."

Daffa hanya mengendikkan dagunya ke arahku untuk menjawab pertanyaan Mamanya dan membuat Mamanya terkejut karena baru menyadari keberadaanku. Sedangkan aku hanya bisa tersenyum salah tingkah.

"Loh, ini siapa? Temen kamu Daffa? kok kamu gak bilang kalau kesini bareng temen kamu. Ya ampun sayang, maaf ya tante tadi gak lihat kamu." Ucap Mama Daffa agak salah tingkah sambil berjalan ke arahku.

"Ayo sayang duduk, maaf ya kamu harus lihat tante kayak tadi. Ya ampun tante jadi malu" ucap Mama Daffa masih salah tingkah sambil mendudukkan ku disebelahnya.

"Gak pa pa kok tante, tante kan baru khawatir tadi" ucapku.

"Iya tante tadi itu khawatir banget karena dihubungi pihak sekolah yang nanyain kenapa Daffa gak masuk sekolah gitu. Kan tante jadi bingung, soalnya Daffanya udah berangkat dari pagi ke sekolah" cerocos Mama Daffa.

"Ngomong-ngomong kamu ya yang udah ngobatin Daffa? makasih ya sayang."

"Sama-sama tante/" jawabku sambil tersenyum canggung.

"Oh iya, tante kok kayak baru lihat kamu ya."

"Iya tante, saya Shafira. Siswa baru di adinata dan saya baru mau masuk hari ini."

"Oh astaga, pasti karena Daffa ya kamu jadi gak masuk. Ya ampun, maaf ya sayang. Kamu tenang aja pokonya tante yang bakal bilang sama pihak sekolah supaya kamu gak di hukum"

"Gak masalah tante, nanti biar saya sendiri yang bilang ke sekolah"

"Dan alasannya tentu bukan karena nolongin anak tante, tante tenang aja" tambahku buru-buru takut membuatnya khawatir.

"Gak pa pa kok kalau kamu bilang jujur, lagi pula itu salah Daffa sendiri yang berantem. Kalau ada yang harus dihukum itu bukan kamu tapi Daffa."

"Kayak sekolah berani ngehukum aja" ucap Daffa tiba – tiba yang membuatku menyadari bahwa dia masih ada di sana sedari tadi.

"Eh enak aja kamu, kamu harus inget ya kalau sekolah gak ngehukum kamu masih ada Mama yang bisa ngehukum kamu." ucap Mama Daffa sombong.

"Ma.."

"Apa?" ucap Mama Daffa sambil melotot yang membuat Daffa menghela nafas pasrah.

"Ya udah tante Safira pulang dulu ya." ucapku sambil bangkit berdiri.

"Eh jangan.." cegah Mama Daffa yang membuatku menatapnya bingung.

"Kamu makan dulu di sini ya, sebentar lagikan makan siang. Tante udah masak banyak tadi." Mama Daffa langsung menjelaskan saat melihatku bingung.

"Gak usah tante, Safira bis-"

"Udah makan di sini aja ayo." ucap Mama Daffa sambil menarikku menuju ruang makan dan meninggalkan Daffa yang hanya bisa mengikuti dengan pasrah.

Sepertinya Mama Daffa melupakan keadaan anaknya yang babak belur.

AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang