"FIRA..."
Aku menolehkan wajahku saat namaku dipanggil dan melihat Amel, sahabatku terengah-engah di sampingku.
"Lo kenapa?" tanyaku heran melihatnya terengah-engah.
"Astaga Fir, gue manggil-manggil lo dari tadi dan lo masih tanya gue kenapa. Gue lari ngejar lo tau gak," cerocos Amel.
"Yee ... namanya juga gak denger," balasku sambil menoyor kepalanya.
"Astaghfirullah, lo bukannya minta maaf malah menganiaya sahabat lo yang paling unyu ini." Ucap Amel lebay.
"Ya Allah, apa salah hambamu ini sampai hamba punya sahabat yang tidak berperi kesahabatan ini" lanjut Amel tambah lebay, tak lupa Ia mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan memasang wajah paling memelas yang Ia punya.
Aku tak mempedulikannya dan langsung melangkah pergi ke kelas meninggalkan Amel yang semakin mencak-mencak tak jelas.
"Eh, ngomong - ngomong gue gak lihat lo tadi di halte" ucap Amel tiba - tiba.
"Diantar" jawabku singkat.
"Tumban amat dianter, kaya orang kaya aja. Lagian kok yang nganter gak sampai sini sekalian?"
"Yang ngantar masih ada urusan, jadi gue suruh turunin gue di sana aja" jawabku lagi.
Tentu saja aku tidak akan mau diturunkan di depan sekolah, orang - orang akan terkejut melihatku turun dari mobil terutama Amel yang memgenalku sebagai anak biasa bukan sebagai salah satu anak keluarga kaya.
Yah, di sekolah ini sangat jarang ada anak kaya yang akan masuk ke sini. Bagaimana mungkin mereka akan masuk kesini kalau tepat di sebelah sekolah ini ada SMA swasta yang lebih baik, sekolah Liana.
"Owh.." jawab Amel sambil menganggukkan kepalanya tetapi matanya masih menatapku curiga yang tentu saja aku abaikan.
"Yuk buruan udah bel" ucapku sambil menarik tangannya.
*****
"FIRA..."
Aku mengangkat wajahku yang sebelumnya menunduk sambil memutar bola mataku malas karena untuk kedua kalinya hari ini namaku dipanggil dengan berteriak dan melihat Raya, salah satu teman sekelasku berlari ke arahku. Saat ini aku sedang berada di kantin bersama Amel dan beberapa temanku yang lain.
Aku hanya menaikkan sebelah alisku menunggunya berbicara. Raya yang sudah mengerti maksudku langsung menjelaskan.
"Dodi babak belur Fir." Jelasnya singkat yang langsung ku mengerti. Tentu saja ini bukan pertama kalinya hal seperti ini terjadi.
"Karena?" tanyaku.
"Karena anak sekolah sebelah lah" jawab Raya sambil memutar bola matanya seolah-olah pertanyaanku tak penting tapi tentu saja bukan itu yang ku maksud karena aku juga tau bahwa yang memukilnya adalah anak sebelah, SMA Adinata atau bisa di katakan sekolah Liana.
"Maksudnya karena apalagi Dodi babak belur?" jelas Amel malas. Tentu saja dia tau bahwa aku malas menjelaskan.
"Owh..." Raya meringis malu. "Biasa, masalah cewek." Lanjut Raya.
"Panggil anak - anak! Kita kumpul istirahat terakhir nanti." Ucapku sambil bangkit dari dudukku.
Ini sudah kesekian kalinya mereka memukuli siswa sekolah ini dan sebelumnya masih aku biarkan karena hanya masalah sepele. Oke, menurutku ini juga masalah sepele tapi sepertinya mereka jadi menganggap bahwa kami takut dan merekalah yang berkuasa.
Aku juga sudah tau bahwa mereka memalaki siwa sekolah ini yang jelas-jelas tidak lebih mampu dari mereka yang kaya raya.
"Tapi Fir..." Ucap Jodi,temanku yang lain yang kemudian ragu untuk melanjutkan ucapannya.
"Gak masalah." balasku yang mengerti apa yang akan dia ucapkan. "Setidaknya gue buat hal menyenangkan sebelum gue pergi, bukan begitu, lagipula tangan gue udah gatel pengen mukul orang." lanjutku.
"Fir.." ucap Amel yang masih berusaha mencegahku.
"Tenang aja Mel, lagi pula kalaupun gue gak buat masalah, gue bakalan tetep pindah sekalipun gue gak dikeluarin" jelasku yang membuat Amel dan yang lainnya menghela nafas pasrah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alone
أدب المراهقين"Ma ... Mama mau kemana?" tanya gadis itu sambil memeluk kaki seorang wanita dewasa yang Ia panggil mama. Wanita yang sedang menggandeng seorang anak laki - laki itu melepaskan gandengannya dan menunduk untuk menyamakan tingginya dengan anak yang m...