Part 3

2.3K 187 38
                                    

"Sekarang apalagi ini?"

Suara tegas yang terdengar marah menggema di telingaku. Saat ini kami berada di ruang kepala sekolah. Yah, setelah sebelumnya kami berhasil membuat beberapa siswa SMA Adinata masuk rumah sakit dan sepertinya ada yang membocorkan pertemuan 'manis' kami dengan siswa Adinata itu karena tiba-tiba saja di tengah pertempuran seru kami, suara tegas kepala sekolah kami menggema di sana dan membuat semua bubar.

Tetapi, tentunya aku dan semua teman kelompokku yang sudah dikenal kepala sekolah sebagai siswa pembuat onar langsung di panggil menghadap kepala sekolah karena sekalipun kepala sekolah tak melihat kami di sana dia sudah tau siapa dalang di baliknya..

"Shafira, Bapak sudah memperingatimu sebelumnya jika sampai kamu berbuat masalah lagi, Bapak tidak bisa membiarkanmu tetap berada di sekolah ini meskipun kamu salah satu siswa berprestasi" ucap Pak Bayu, kepala sekolah kami.

"Saya mengerti Pak," ucapku singkat, tentu saja aku sudah menduga hal ini akan terjadi.

"Bapak akan segera menghubungi orang tuamu untuk mengurus kepindahanmu. Tentu saja lebih baik kamu keluar dari sekolah ini sebagai siswa yang pindah sekolah dari pada siswa yang dikeluarkan, bukan begitu?" jelas Pak Bayu lagi.

"Iya Pak, tapi sepertinya orang tua saya sudah mengurus kepindahan saya Pak, sejujurnya ini memang minggu terakhir saya bersekolah di sini" ucapku kepada Pak Bayu yang kemudian membuatku menerima berbagai tatapan terkejut dari teman–temanku.

"Ah, begituka? Baiklah kalau begitu. Nah, untuk kalian yang lain saya menunggu kehadiran orang tua kalian minggu ini dan untuk hukuman lainnya kalian sudah di tunggu di ruang BK"

Ucapan Pak Bayu dijawab dengan anggukan dari teman-temanku yang sepertinya mereka masih terkejut akan ucapanku.

"Baiklah kalian boleh keluar."

Kami langsung berdiri dalam diam dan langsung melangkah keluar ruang kepala sekolah.

*****

"Lo nggak cerita sama kita Fir" marah Amel tiba-tiba saat kita baru saja keluar dari ruang BK. Yah, kita diskors satu minggu yang artinya hari ini akan menjadi hari terakhirku sekolah disini.

"Gue nunggu waktu yang tepat Mel, guys." Jelasku sambil menatap mata Amel, Jodi, Niko dan Salsa. Sahabatku sejak aku bersekolah di sini, setidaknya begitulah aku menganggap mereka, entah mereka menganggapku apa.

"Dan dengan lo bilang ke kepala sekolah di depan kita itu maksud lo dengan ngejelasin ke kita di waktu yang tepat gitu" Salsa yang lebih sering diam mendengarkan tiba-tiba ikut berucap marah kepadaku.

"Sal...."

"Lo pindah kemana?" Niko memotong ucapanku.

"SMA Adinata" ucapku pelan sambil menunduk tidak berani menatap mereka.

"Jadi segini aja ya Fir lo nganggep kita, makasih untuk kejutannya" Amel berucap marah lalu membalikkan badannya dan melangkah pergi yang kemudian diikuti yang lain. Jodi yang sedari tadi tak bicara sebelum pergi menatapku dengan tatapan kecewa yang semakin membuatku merasa bersalah.

*****

"Wah, wah, wah, anak kebanggaan sudah pulang ternyata"

Suara penuh sindiran itu membuatku menghentikan langkahku yang akan berjalan menuju tangga. Aku membalikkan badanku dan melihat Nenek tiriku bersedekap di depan jalan masuk menuju ruang keluarga.

Sepertinya dia baru saja pulang dari liburannya entah kemana karena beberapa hari sebelumnya aku tidak pernah melihatnya dan kulihat beberapa pelayan tampak mamasuki rumah dengan membawa koper yang cukup banyak.

"Ada apa nek?" tanyaku malas.

"Ada apa, ada apa, kamu masih tanya ada apa. Memangnya kamu pikir saya tidak tau kamu dikelurkan dari sekolah hah? Purnama lihat kelakuan anakmu ini, benar-benar persis seperti ibunya!" cela Nenek yang membuatku marah karena dia menghina Mamaku.

Aku melihat Papaku berdiri di depan pintu ruang kerjanya yang terbuka, sepertinya Ia keluar karena mendengar keributan.

"Ada yang perlu Papa bicarakan Rara." ucap Papa dan kemudian langsung masuk keruang kerjanya yang membuatku tak bisa apa -apa lagi selain mengikutinya memasuki ruang kerjanya setelah sebelumnya melempar tatapan marah kepada Nenek.

Anggap saja Aku anak durhaka, tetapi dia sudah keterlaluan. Bagaimana mungkin Nenek menyangkut pautkan kelakuanku dengan Mamaku. Mama tidak salah apapun, jika ada yang perlu di salahkan itu adalah dia sendiri beserta keluarganya termasuk Papaku.

*****

"Ini." ucap Papa sambil menyerahkan sebuah map kepadaku ketika aku sudah duduk di depannya.

"Apa ini?" tanyaku sambil menerima map tu.

"Papa sudah mengurus kepindahanmu dan besok kamu bisa langsung masuk sekolah" jelas Papa yang membuatku terkejut.

Bagaimana tidak, Aku baru tadi dikeluarkan dan sekarang Aku sudah terdaftar sebagai siswa di sekolah lain. Lagi pula kata salah satu orang kepercayaan Papa yang ditugaskan Papa untuk mengurus kepindahanku mengatakan bahwa kepindahanku minggu depan bukan hari ini. Meskipun kalau dipikir itu bukan hal mustahil mengingat siapa Papa.

"Semua sragam dan hal lain yang kamu butuhkan sudah diurus. Besok kamu harus masuk sekolah dan ingat, Papa tidak mau lagi mendengar kamu berbuat masalah di sekolah" ucap Papa tegas.

Aku hanya mengangguk malas dan langsung keluar dari ruangan ini.

*****

Cklek...

Aku memasuki kamarku dan melihat seragam baruku tergantung di gantungan baju di sudut ruangan begitu juga buku pelajaran baru dan bahkan tas dan sepatu baru sudah ada di dalam kamar.

Aku menghela nafas melihatnya, bahkan aku masih punya banyak sepatu dan tas yang belum pernah aku pakai.

Aku menghempaskan diriku di ranjang dan menatap langit – lagit kamarku setelah membersihkan diri.

'Besok jelas bukan hari yang baik' batinku sambil mulai memejamkan mata.

AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang