Chapter-10

3.1K 202 2
                                    

Benar seperti yang diduga Shender kalau Farren ketemuan dengan seseorang yang Shender temui beberapa hari yang lalu. Posisi Shender sekarang berada tidak jauh dari dua orang yang sedang entah lagi pada ngomongin apa. Sepertinya posisi Shender kurang tepat, harusnya lebih dekat lagi. Mau bergerak maju pun nggak bisa karena berpotensi bakalan ketahuan. Setidaknya, ia bisa memantau apa yang akan dilakukan dua orang itu. Sesaat Shender melihat Farren menangis dengan tangan Vigof yang mencoba menghapus air matanya. Shender menggerutukan giginya menahan marah, dia pikir Vigof telah menyakiti Farren. Selanjutnya, ia melihat lagi keduanya berpelukan. Ingin sekali ia mendengar apa yang sebenarnya terjadi.


Sudah hampir satu jam Shender berada di dalam semak-semak demi mengawasi Farren. Dan, sudah berapa puluh nyamuk yang menciumi kulitnya.

Vigof terlihat hendak pergi meninggalkan Farren. Farren mengangguk sambil disertai air mata yang terus mengalir.

___

"Maafkan aku, Ren. Ini semua salahku," ucap Vigof sambil menatap wajah Farren.

"Tidak apa, Gof. Mungkin kita memang tidak ditakdirkan bersama. Tapi, sejujurnya aku merindukanmu, Vigof. Aku rindu masa kecil kita," ucap Farren tak dapat menahan air matanya lagi.

"Aku juga, bisa kita tetap bersahabat kembali?" tanya Vigof sambil membantu menghapus air mata Farren.

Farren hanya mengangguk menyetujui permintaan Vigof, karena ia pun masih menginginkan berhubungan baik dengan Vigof. Mereka berdua lalu berpelukan dan dilanjutkan dengan membahas masa kecil mereka.

"Aku balik dulu, ya. Ada PR yang belum aku kerjakan, duluan ya. Bye!" Vigof pergi meninggalkan Farren yang juga hendak balik.

Shender yang memiliki kesempatan untuk keluar dari persembunyiannya itupun segera menuju motor matic-nya. Ya, Shender sedang tidak menggunakan sepedanya kali ini. Ia membawa motornya untuk mengejar Vigof. Beruntungnya Vigof berada tidak jauh dari jangkauan matanya. Ia melajukan motornya dan tepat memberhentikannya di jalanan yang sunyi di depan motor Vigof, hampir saja Vigof ketabrak anak orang.

"Turun lo!"

"Kenapa?" ucap Vigof bingung sambil melepas helmnya tapi tidak turun dari motornya.

"Gue bilang lo turun sekarang!"

Vigof menggelengkan kepalanya sesaat turun dari motornya lalu berhadapan dengan Shender yang tingginya sama dengannya.

"Ada apa?" tanyanya lagi masih dengan bingungnya.

"Lo apain Farren?!"

"Apain gimana maksud lo?"

"Nggak usah pura-pura lo! Gue tahu lo sudah nyakitin dia, kan? Brengsek!" ucap Shender sembari melayangkan tinjunya. Nihil, Vigof ternyata dengan mudah menangkap serangan mendadak itu.

"Lo kayaknya salah paham, gue nggak ngapa-ngapain Farren."

"Jangan bohong! Lo pasti mainin hatinya kan?! Lo itu sudah punya Coray ngapain lagi lo gangguin Farren, Huh!! Kal-- ayam tuk tuk tuk!"

Tuk!

Vigof menutup mendadak kaca helm yang dipakai oleh Shender. Ingin sekali ia tertawa sekarang tapi sekuat tenaga ia tahan.

"Lo siapanya Farren, sih? Sampai segitunya banget khawatir dengan perasaannya?" tanya Vigof sambil dengan mengulum senyumnya sekaligus tawa yang ditahan.

"Gue sahabatnya!" sahut Shender sengaja melupakan tragedi memalukan yang barusaja dialaminya.

"Sahabat? Tapi, yang gue lihat ada cinta di mata lo. Lo suka, kan sama Farren?"

Skakmat!

Shender yang tidak tahu harus menjawab apa langsung saja kabur membawa motornya, meninggalkan Vigof yang tersenyum miring menatap kepergiannya. Dia yang cegat dia yang kabur.

****

Farren POV

Apa benar Shender suka sama gue? Ah, mikir apa sih gue. Tapi, tadi malam gue tahu kalau Shender ngintilin gue di taman. Gue juga tahu ia nggak bakal tahu percakapan apa yang terjadi antara gue dengan Vigof karena posisinya yang nggak tepat. Jadi stalker kok nggak perhitungan dulu. Gue juga lihat dan dengar pertengkaran mereka di jalanan sepi yang tidak jauh dari taman. Hm....

Gue berencana hari ini mau ngejemput Shender ke sekolahannya. Kena angin apa? Kena angin kangen kayaknya. Padahal baru kemaren ketemu. Gue sekarang sudah berada di depan gerbang sekolahnya Shender. Sekolah kami memang berbeda satu jam pulang sekolahnya. Sekolah gue lebih cepat pulangnya yakni jam 2.

Sisa setengah jam lagi bel pulang sekolah Shender akan berbunyi, sambil memburu waktu gue pun beli jajanan dulu yang kebetulan lagi nangkring di depan gerbang. Lagi asiknya gue jajan-jajan tidak kerasa sudah setengah jam berlalu. Keluarlah wajah-wajah suntuk nan lelah terpancar dari mereka yang keluar dari gerbang. Tidak sedikit banyak yang sambil ngelihatin gue. Gue yang risih segera kembali ke motor gue dan memasang helm. Gue perhatikan satu persatu orang-orang yang keluar, duh Shender lama amat keluarnya.

"Farren!"

"Shender... akhirnya lo nongol juga," sahut gue.

"Kamu ngapain di sini?" tanyanya.

"Dagang cireng, ya Jemput lo lah," sahut gue sambil mengisap jus jeruk yang gue beli tadi.

"Jemput kayakmana orang kamu pakai motor, sedangkan aku pakai sepeda." Benar juga, ya. Kenapa tadi nggak bawa mobil aja, sih.

"Ya sudah gini aja lo jalan duluan depan gue ntar gue dorong lo dari belakang pakai kaki gue. Kalau giringan kelamaan." Instruksi gue.

"Pulangnya kemana?"

"Ke rumah gue,"

"Ngapain ke rumah kamu? Kita kan nggak serumah,"

"Ikut aja napa, sih."

Shender hanya mengangguk sembari segera mengayuh sepedanya lebih dulu dari gue. Gue pun menyusul di belakangnya sambil mencari posisi untuk selonjorin kaki buat ngedorong sepeda Shender.

Meski tidak secepat yang di inginkan setidaknya perjalanan kami tidak lamban jika saja tadi bergiringan. Kini gue sama dia sudah berada di halaman rumah gue. Kaki kanan gue keram plus kesemutan.

"Kok kamu nggak turun?" tanyanya.

Gue nggak nyahut, tapi cuma menggerakan mata gue ke kaki.

"Ohh, sini aku bantuin jalan," ucapnya sembari dengan gaya memeluk gue dari samping. Astaga, jantung gue.

Tapi kok oleng yah,

"Shender pegangin yang bener, kyaaa...."

"Huwaaa...."

Kok nggak sakit?

...

Balik ke atas untuk ke chapter selanjutnya.

SHENDERREN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang