Chapter 23

1.9K 171 1
                                    

"Eh! Eh! Lihat! Itu kan Gael?" ucap Dixy sambil menunjuk ke salah satu mahasiswa(?) yang sedang duduk di pinggir jembatan mini di sebuah taman di belakang kampus.

"Gael? Tapi, wajahnya kan mirip banget sama Shender. Kok, namanya jadi Gael, sih? Apa cuma perasaan gue saja ya, kalau dia itu adalah Shender." batin Farren.

Mereka berlima pun beranjak menghampiri seseorang yang tengah santai dengan headseat yang menyumbat pendengarannya. Posisinya lagi bersandar di tiang jembatan dengan kaki kiri yang menjuntai dan kaki kanan selonjoran.

"Gael!" Orang itu tersentak saat Morrez memanggilnya sambil menyentuh punggungnya.

Dia pun segera berdiri lalu melihat ke orang-orang yang kini menghampirinya. Pandangannya terkunci saat ia melihat mata Farren. Mata yang selama ini begitu sangat ia rindukan.

Shender Galliel Soberano POV

Aku tersentak saat Morrez memanggilku dengan singkatan dari nama tengahku. Terutama saat aku melihat ada Farren di tengah-tengah mereka. Tunggu... sepertinya Farren lupa dengan nama panjangku, sehingga ia tidak ngeh saat Morrez menyebutku Gael. Aha!

"Eh, sebentar gue mau ngomong sama Morrez." Aku menarik tangan Morrez menjauh dari mereka yang memandang heran padaku.

"Farren nggak nyadar sama lo, Shend." Baru saja aku ingin menanyakan itu malah sudah dikatakannya. "Gue tahu lo juga kayaknya mau ngetes hatinya, kan? Apa masih stay sama lo atau...." Morrez sengaja tidak melanjutkan ucapannya.

"Peranin dengan apik aja diri lo yang sekarang, Shend! Gue bakal dukung lo terus, kok. Tenang aja gue bakal kasih tahu yang lain juga suruh diam biar Farren sendiri yang ngeh nyadarin keberadaan lo," ucap Morrez lagi. Aku cuma ngangguk-ngangguk sedari tadi, lumayan ngirit suara.

Aku sama Morrez kembali ke jembatan.

"Eh, Farren lo katanya nggak paham sama penjelasan dosen tadi, kan? Nih! Tanya aja sama Gael, dia jagonya," ucap Dixy sambil mendorong sedikit tubuh Farren ke arahku.

Kulihat Farren sedikit kaget(?) terlihat dari raut mukanya yang tiba-tiba berubah.

"Eh, Dixy, kita kan mau cari bahan untuk penelitian buat besok, kita sekelompok kan, ya? Kita berangkat sekarang aja yuk!" ucap Morrez sambil mengalungkan tangannya ke leher Dixy, "kita duluan ya semua," lanjut Morrez lagi sambil berlalu pergi.

"Galih! Lo katanya mau ajarin gue main skateboard, yuk capcus! gue udah nggak sabar pengen nyobain ucur-ucur (meluncur)," ucap Reffin ke Galih TANPA pamitan ke aku sama Farren.

Tinggalah aku berdua sama Farren sekarang. Tidak ada suara apapun yang keluar dari mulut kami berdua selepas kepergian Teman-temanku tadi. Aku bingung mau ngomong apa. Jadinya kami cuma diam-diaman sambil mandangin rawa-rawa di pinggir jembatan.

"Farren!" ucapnya memperkenalkan diri dengan menjulurkan tangan.

"Gael!" sambutku. Dia benar-benar nggak nyadar denganku kayaknya.

"Sorry, kata Dixy tadi lo nggak paham apaan, ya? Coba sini gue bantu," ucapku sambil tersenyum padanya.

"Ah, nggak kok. Itu cuma omong-kosongnya Dixy aja," sahut Farren sambil matanya natap kesana-kemari.

"Kok, lo diam aja, nggak ngebantah?" tanyaku.

"Gue juga nggak tahu kenapa."

___________________

Lama terdiam di jembatan taman kampus, Farren mengajakku ke rumahnya.

"Ini kebun apel gue, sebenarnya ini punya papa, tapi karena papa udah nggak ada lagi, jadi sekarang kebun ini jadi milik gue." Aku cukup kaget saat mendengar Om Aggazta sudah tidak ada lagi.

"Kamu tinggal sama siapa sekarang?" tanyaku.

"Sebenarnya gue ditawari tinggal sama mama gue, tapi gue ngerasa nggak nyaman sama si kembar anaknya, apalagi yang namanya Caray, malas banget lihat mukanya." Aku jadi ingat dengan Caray. Ngomong-ngomong bagaimana dengan kabarnya sekarang, ya?

Aku hanya mengangguk, lalu melangkah mengampiri pohon apel yang buahnya ada yang setengah masak. Aku mencoba meraihnya tapi tidak terjangkau. Aku melepas sepatu dan mencoba memanjatnya.

"Hati-hati, Shend! Pohonnya agak licin abis hujan pagi tadi." Apa? Dia manggil aku Shend?

Setelah memetik beberapa buah yang kutaruh di baju aku segera turun menghampiri Farren yang sedari tadi mengawasiku(?).

"Kamu tadi ngomong apa?" tanyaku setelah berada dihadapannya sambil memberikan beberapa apel yang kupetik tadi.

"Aku hanya bilang hati-hati, soalnya pagi tadi hujan jadi agak licin," sahutnya, "kamu mahasiswi baru, kah?" tanyanya.

"Bukan! Tadi aku cuma iseng jalan-jalan aja ke kampusmu."

"Kamu nggak kuliah?"

"Sudah lulus."

Kulihat ia hanya mengangguk sambil menggigit apel.

"Siapa itu Shend?"

Farren Mahar Aggazta POV

Tuh, kan dia nanya. Aku sebenarnya ragu sih kalau dia itu Shender. Tapi, wajahnya itu terlalu tampan sekaligus terlalu cantik buat jadi Gael. Ah, aku bingung dengan apa yang harus aku katakan padanya. Bagaimana kalau dia beneran Shender, kan malu ketahuan kangennya. Tapi, kalau bukan juga bingung mau jelasin gimana.

"Hey, kok diam saja? Shender itu pacar kamu, ya?"

Duh, kalau aku bilang iya, ntar kalau dia beneran Shender gimana? Kan malu. Tapi kangen, sih. Mending ia seneng dan ngakuin balik. Tapi, aaaahhhhh... gue dilema.

"Farren, kamu kenapa?"

"A-e-a-e a-anu em...," kenapa gue jadi gini, astaga.

...

SHENDERREN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang