"Berapa Dek? satu juta uang diamplopin saat ujian komprehensif S2mu? Dua pembimbing artinya duajuta uangmu melayang?"
"Enak sekali jadi pembimbing thesismu Dek" takjub Mbakyu Geudebleh mengomentari Adeknya yang kuliah di universitas swasta itu.
"Hemmm mahasiswa bimbinganku S1 dan S2 ditotal total lebih dari sepuluh.Kalo sejuta per orang, sudah sepuluh juta dong per semester" melamun Mbakyu Geu. Lamunan yang tak kunjung datang dan sepertinya akan selalu menjadi impian buat di kampus ungunya.
"Ngajar per semester insentifnya 400ribu per mata kuliah dan harus dibagi tim dosen.Bila ber tiga, maka honor itu wajib bagi tiga" ahhh kampus indahku. Kampus ini memang penuh pengabdian.
Tetapi mengapa aku mencintai profesi dosen ini seperti cintaku pada mas Amung Sakti Mandraguna?
Tak ada uangnya di perguruan tinggi. Tapi mengapa banyak dosen betah mengajar mahasiswa?
Tak ada penghargaan yang layak terhadap karya cipta dosen?
Tapi mengapa para dosen tetap mengajar, meneliti dan mengabdi.
Ketika mantan mahasiswanya menjadi orang sukses, apakah si mantan mahasiswa ingat dosennya?
Tapi si dosen sudah sangat bahagia melihat mahasiswanya dulu telah menjadi "orang " kini.
Ketika uang telah beredar dalam ketidaklazimannya dan ketidaksopanannya di kampus, maka bersiap siaplah akan kehancuran generasi mendatang.
Ketika uang sudah mampu membeli nilai mata kuliah, maka bersiap siaplah generasi mendatang akan menembus semua hal dengan uang.
Dosen butuh uang, mahasiswa apalagi. Ketika hubungan timbal balik dosen dan mahasiswa sudah berjembatan dengan uang, mau dibawa kemana generasi bangsa ini ke depan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Mbakyu Geudebleh
Non-FictionGede.Ayu.Kadang kala ableh (rada oon yang keren). Kisah yang ditulis untuk merekam jejak perjuangan kecil seorang anak bangsa yang selesai S3 di Jepang dengan airmata dan mengabdi di dunia nyata. Celoteh dan cerewetnya banyak hikmah. Aktif di pramuk...