Bab 5 Crush on You

11K 912 6
                                    

Joanna tersentak saat seseorang menyentuh pundaknya tiba-tiba, mengagetkannya. Ia mendengkus kesal saat tahu siapa pelakunya.

"JONI, ngagetin aja kamu nih! Untung aku gak punya penyakit jantung. Kamu tuh suka banget bikin aku sport jantung"

Sementara itu, pelaku yang menjadi sasaran omelan Joanna hanya terkekeh-kekeh, mengabaikan perkataan kakaknya.

Saat Jonathan akan menarik bangku di seberang Joanna, dia melihat ada tas olahraga di atas bangku tsb. "Punya siapa ini, Kak?!"

"Punya cowok ganteng," jawab Joanna jujur sambil tersenyum terkikik-kikik geli, yang disambut dengan pukulan topi Jhon diatas kepala Joanna.

"Ganjen!"

Joanna mengelus-elus kepalanya pura-pura kesakitan, "Emang bener kok, itu orangnya. Yang lagi order di kasir pake kaos oblong putih tanpa lengan sama celana pendek"

Jhon menoleh ke arah yang di tunjukkan Joanna, tapi ia hanya bisa melihat punggung pria itu saja.

"Inget sama Mas Evan, Kak. Udah punya tunangan, loh."

Ucapan Jhon menyentak kesadaran Joanna, ia menghela napasnya lagi.

Sementara itu Jhon menarik satu bangku lalu memosisikannya duduk di sebelah Joanna. IDia menanyakan hal yang sudah dipendamnya sejak tadi.

"Kenapa sih kakak aneh klo ada Mas Evan?"

"Jhon, apakah dulu aku bener-bener mencintai Evan? Berapa lama kami pacaran?"

Jonathan bingung menjawab pertanyaan Joanna, karena saat itu hubungan kakaknya dengan dirinya bahkan orang tua mereka, sedang buruk. Dan tak mungkin dia meceritakan kembali masalah itu, lebih baik kakaknya tidak ingat dan tidak mengetahui tentang masalah keluarga mereka.

"Eh, mmm ... saat itu Kakak gak pernah cerita tentang Evan, kakak selalu tertutup tentang dia. Yang aku tau dari Bunda, Kakak dan Evan ketemu saat party perusahaan. Evan itu anaknya kolega Papa. Cuma itu aja yang aku tau. Memangnya kenapa?"

"Berapa lama kami pacaran?"

"Dua tahunan kayaknya. Kenapa sih, Kak?!"

"Aku gak tau, Jhon, tubuhku ngerespon negatif klo ada dia. Menolak untuk berada di dekat dia."

"Respon negatif gimana, Kak?!"

"Saat aku kehilangan semua ingatan seperti ini, bisa saja ada orang yang memanfaatkan ketidaktahuanku. Contohnya, bisa saja aku gak percaya kalau Bunda dan kamu itu keluargaku, tapi tubuhku, hatiku, bisa merespon kepercayaan dan kehangatan kasih sayang dari kalian."

"Uhukk ... Uhukk. " Jonathan tersedak minumannya sendiri saat mendengar pernyataan kakaknya, ia mencoba tetap memasang wajah antusias mengenai cerita kakaknya, "terusin," tambahnya.

"Nahh, inget gak pas Evan pertama kali datang ke rumah sakit ngejenguk aku? Pertama kali liat dia, jantung ini berdebar kenceenggg banget, ada rasa gelisah gimana gitu, apa yaa .... Aku gak bisa jelasinnya, tapi aku ngerasa gak nyaman Jhon. Gak enak banget rasanya."

"Deg-degan karena ketemu sama orang yang Kakak suka kal!i"

"Beda, Jhon, tadi aku udah buktiin. Debaran jantung antara Evan dan orang yang aku taksir itu beda."

"Naksir siapa ?!" tanya seorang pria yang kemudian duduk di seberang Joanna, ia membawa segelas lemon tea dingin dan menyodorkan french fries ke tengah meja.

Joanna tersipu malu saat pria di hadapannya menatapnya lagi, sementara Jonathan mengulurkan tangan ke pria itu, mereka sama-sama mengepalkan tangan dan saling meninju pelan, rupanya mereka saling kenal.

"Hai, Big Bro, lama gak ketemu, apa kabar?" sapa Jonathan.

"Baik aja, Bro, kamu yang gak pernah ke sini lagi. Katanya ada musibah, ya?" tanya pria itu

"Iya, ini kenalin kakakku, Joanna. Dia yang abis bangkit dari kubur," ucap Jonathan sambil mengenalkan Joanna pada pria itu.

"Sialan! Enak aja bangkit dari kubur, seenaknya ngomong," Joanna pasang tampang manyun, disambut cubitan di bibir lancipnya oleh sang adik.

"Hahahaha .... Kakakku ini kecelakaan mobil, 2 mingguan koma, bangun-bangun amnesia, lupa sama semuanya termasuk mukanya sendiri," jelas Jonathan.

Pria itu menggangguk-anggukan kepalanya, ia kemudian mengulurkan tangannya ke hadapan Joanna.

"Namaku Jeffrey, call me Jeff, aku kenal Jhon karena sering tanding futsal di sini."

Joanna meraih uluran tangan Jeffrey, ia merasakan telapak tangan yang besar itu begitu pas dengan tangannya yang mungil. Hangat dan menjanjikan kenyamanan.

Jantungnya berdebar lagi tak beraturan, pipinya merona merah.

"Ehemm ... ehemmm... lengket amat," sela Jhon yang menonton dua orang di depannya berjabatan tangan lama dan saling menatap malu.

Serasa lagi nonton drama FTV, pikir Jhon.

I am Not Me (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang