Bab 9 Story of Us

9.2K 768 5
                                    

"Bagaimana kabar bunda?" tanya Melanie kembali memecah keheningan antara mereka yang di sebabkan pembahasan tanpa solusi mengenai bagaimana mengembalikan jiwa mereka ke tempat semula.

"Bunda baik-baik saja, hari ini baru mulai ngantor lagi. Tidak pernah seharipun Bunda meninggalkan aku, maksudku, tubuh mu ini barang sehari saja di rumah sakit. kamu beruntung mempunyai keluarga yang sangat sempurna" ucap Joana sambil tersenyum senang tapi senyuman itu lalu berganti senyum kesedihan.

"Maafkan aku, kebahagiaan mu, kesempurnaan hidupmu harus terenggut oleh ku. Kehidupan ku dan kehidupanmu bagaikan langit dan bumi, kamu pasti merasa tak nyaman dengan kehidupan saat ini. Hidupku selalu sepi sendiri." lanjut Joanna

Tak disangka, Melanie menggeleng pelan "Kamu tidak perlu minta maaf, ini semua sudah takdir. Awalnya aku tidak bisa menerima keadaan ini, pernah aku mencoba menghubungi ke hp Bunda, tapi saat mendengar suaranya, aku tidak berani berkata apa-apa. Aku yakin dia tidak akan mempercayaiku dengan kondisiku seperti ini, lagipula aku sudah ikhlas menerima ini sebagai hukuman untuk diriku sendiri"

"Hukuman?!"

"Aku anak yang tidak tahu balas budi, tidak tahu caranya bersyukur dan menunjukkan baktiku pada orang tua yang telah membesarkan aku selama ini. Aku ini cuma anak adopsi, awalnya aku tidak tahu tapi tanpa sengaja aku mendengar pembicaraan mereka, ayahku, bunda dan pamanku. Ayahku ingin menjadikan aku sebagai penerus perusahaan nya, tapi paman dan keluarga besarku menentangnya, disitulah aku tahu bahwa aku bukan anak kandung mereka. mereka menentang ayahku karena aku bukan siapa-siapa bagi mereka, hanya orang luar."

Joanna terkejut akan pengakuan Melanie, sedangkan wanita di hadapan nya tampak berusaha menahan airmatanya. Tanpa disadari, jemari Joanna sudah berada di atas punggung tangan Melanie.

"Kabar mengenai aku yang hanya anak adopsi ternyata tersebar juga ke beberapa pemegang saham utama perusahaan, yang juga masih ada kekerabatan dengan keluarga Ayah dan Bunda. Entah apa yang yang telah di hembuskan oleh penyebar berita itu, sehingga mereka juga menekan Ayah supaya membatalkan aku sebagai penerusnya, mereka mendesak Jhon atau paman sebagai penerus perusahaan nya. Jhon saat itu baru masuk SMA, tentu saja hal itu tidak bisa dilakukan. Aku tidak pernah menginginkan posisi itu, aku tidak keberatan jika orang lain yang menempati posisi itu. Tapi Ayah bersikeras harus aku. Saat itulah aku merubah hidupku, aku pergi dari rumah tinggal di apartemen, aku berbuat onar, melakukan hal-hal yang tidak disukai oleh orangtua ku, dunia malam dan alkohol menjadi duniaku. Dengan harapan orangtuaku mengubah pikiran nya tapi ternyata mereka masih tetap sayang dan memperhatikanku. Sampai saat Ayah meninggal karena serangan jantung, yang ditunggu adalah aku. Bunda bersikeras tidak akan menguburkan Ayah sampai aku datang melihatnya untuk yang terakhir kali."

Air mata mengalir deras di pipi Melanie, Joanna mendekatkan tubuhnya lalu merangkul bahu Melanie jatuh di pelukan nya. Merengkuhnya dan membiarkan Melanie mencurahkan semua kesedihan nya. Joanna sengaja tidak berkata apa-apa, menunggu hingga Melanie tenang. Tak lama kemudian isakan nya pun terdengar mulai melambat.

"Bunda akhirnya memutyskan untuk mengambil alih perusahaan Ayah, tidak pernah lagi memaksaku untuk menggantikan Ayah asalkan aku kembali ke rumah. Walaupun aku telah kembali ke rumah, suasananya tidak bisa seperti dulu lagi walaupun aku berusaha mencobanya. Perasaan bersalah itu masih tertinggal di hatiku, seharusnya aku tidak egois memikirkan diriku sendiri, harusnya aku tidak melukai hati Ayahku, harusnya aku membalas budi kepada mereka yang telah menyayangiku tanpa cela sedikitpun. Bunda semakin disibukkan dengan pekerjaan nya, sering pergi ke luar kota, akupun larut dengan pekerjaan ku, membantu pekerjaan Bunda di kantor saat beliau tidak ada, Jonathan lebih sering bersama dengan teman-teman nya karena di rumahpun sepi, tidak ada yang menemaninya seperti dulu."

"Harusnya aku yang meminta maaf padamu, kau seterusnya akan menjalani hidup sebagai diriku, dipandang sebelah mata hanya karena aku bukan anak kandung mereka. Kau harus menebalkan telinga mu" ucap Melanie sambil tertawa kecil.

Joanna juga tertawa, ia menegakkan tubuhnya lalu menepuk-nepuk dadanya bangga, "Perlakuan seperti itu sudah jadi makanan ku sehari-hari sejak dulu. Tentu kau sudah mengetahui mengenai kehidupan ku kan? Tidak ada yg istimewa, aku juga tidak tahu siapa orangtua kandungku, keluargaku hanyalah Oma Nuke, Ibu panti dan adik-adik ku yang bernasib sama sepertiku"

"Iya, aku sudah mendengarnya dari Oma Nuke. Aku juga sudah mengunjungi panti asuhan, mungkin amnesia adalah topeng terbaik saat ini untuk melanjutkan hidup kita. Dan kau tahu, aku senang menghabiskan waktuku bermain di pantai dengan adik-adik kecil itu. Yang ingin kulakukan saat ini adalah bersyukur, melanjutkan hidup dan menikmatinya" Melanie tersenyum ceria, ia menggengam tangan Joanna dan kembali berkata, "Tolong Jaga Bunda dan Jonathan, bahagiakan mereka. Bantu aku menebus kesalahan aku dahulu"

Joanna menerima genggaman hangat tangan Melanie, "Tentu saja aku akan menjaga mereka, seperti kamu sudah mau menjaga  dan menerima keluarga ku di sini"

Langit senja semburat merah terpampang indah di hadapan mereka, sama seperti hari-hari indah berikutnya yang menjanjikan kebahagiaan untuk hati mereka yang  telah bersyukur dan berdamai dengan masa lalu.

I am Not Me (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang