CHAPTER 18 : Keluar

2.6K 213 0
                                    

Natasha menelan ludahnya dengan susah payah. Jadi, selama ini Orlando berperan penting dalam kehidupannya. Itulah sebabnya mengapa Orlando terasa tidak asing bagi Natasha sejak awal mereka bertemu.

"Tapi, seharusnya aku mengingatmu juga kan setelah Una membantuku mengembalikan ingatanku?" Pungkas Natasha yang masih saja tak bisa menerima kenyataan.

Orlando berbalik dan kembali duduk di tepi kasur, ia tersenyum miring. "Tidak semudah itu. Aku hanya seorang pelindung dan tidak lebih. Jadi, aku bukanlah bagian dari ingatan terdalam dirimu," jawab Orlando dan menyibakkan rambut pirangnya ke belakang dengan gerakan perlahan.

Natasha menghela nafas, "Seandainya aku tahu selama ini kau selalu ada di dekatku, pasti hidupku tidak mengerikan seperti ini." Ucap Natasha--tergelak pelan menertawakan hidupnya yang menyedihkan sekali.

"Justru itu, jika kau sudah tahu keberadaanku, maka hidupmu akan semakin mengerikan." Ucap Orlando tanpa menatap wajah Natasha.

Natasha langsung duduk di samping Orlando dan menatapnya lekat, "Aku siap untuk itu, karena ada kau yang pasti selalu bersamaku, 'kan?" Ucap Natasha dan menunjukkan senyuman lebar.

Orlando menoleh, jarak wajah mereka sangat dekat. Sejenak Orlando menatap keindahan mata Natasha dan senyumnya yang tiba-tiba membuat hati Orlando bergetar. Melihat wajah cantik itu dari jarak sedekat ini adalah sebuah candu yang luar biasa. Candu yang membuat Orlando tak bisa berhenti memikirkan sosok Natasha dan tak mampu melepas gadis unik di hadapannya ini.

"Kau yakin?" Gumam Orlando tak percaya.

Natasha menoleh untuk menatap lurus ke depan. "Tentu saja, aku tidak seperti gadis-gadis di luar sana yang sangat manja." Ucap Natasha dengan penuh percaya diri, kemudian ia menatap Orlando lagi dan di situlah Natasha bisa melihat senyuman tulus dari Orlando.

*   *   *

"Kau sinis dan dingin sekali terhadap Natasha. Lihatlah gadis polos itu, dia takut setiap kali harus berurusan denganmu." Ucap Freya yang senantiasa mendampingi saudaranya di ruang perawatan.

Hansel berhenti dari aktifitasnya menikmati semangkuk sup hangat, "Kau tahu benar sifatku seperti apa, Frey." Ucap Hansel terlihat ogah-ogahan.

Freya menghela nafas, "Ya, aku tahu benar. Tapi, bisakah kau memperlakukannya seperti kau memperlakukan diriku? Berhentilah bersikap dingin dan ganas seperti itu, saudaraku." Ucap Freya dengan nada memohon. Dia sendiri gemas melihat perlakuan Hansel terhadap Natasha.

Hansel melihat sekilas ke arah lain, kemudian kembali menatap sup nya, lalu menghela nafas panjang. "Ya ... tadinya aku mau bersikap lebih lembut lagi kepada gadis itu, tapi aku merasa tak bisa. Entah kenapa." Jawab Hansel dengan banyak perasaan yang tenggelam  di dalam lubuk hatinya.

Bukan berarti dia tidak bisa bersikap lembut kepada Natasha, hanya saja ia tak mampu. Sayang sekali, perkataannya barusan itu hanyalah kebohongan. Dia bisa bersikap lembut dan lebih baik lagi kepada Natasha, tapi hanya ada rasa gengsi yang memenuhi pikiran dan juga hatinya, itu sebabnya dia bersikap keras kepala. Ada sebuah perasaan yang mengganggu dirinya dan membuat seorang Hansel semakin mempertahankam ego daripada menuruti keinginan dari perasaannya sendiri.

*   *   *

Hari sudah petang, Natasha membawa sketchbook kesayangannya dan sebuah pensil. Niatnya adalah ingin menggambar matahari terbenam dari taman depan institut.

Dia berjalan keluar dan sampailah ia di depan kursi taman berwarna putih dan duduk di sana dengan tenang, lalu memulai kegiatannya. Matahari mulai terbenam dan di saat itulah ia memulai gambarannya dan ... ketika matahari hanya menyisakan seberkas cahaya remang, kedua mata Natasha menangkap sosok seseorang yang benar-benar ia kenal berdiri di luar pagar pembatas antara institut yang merupakan tempat suci dan dunia luar yang dipenuhi makhluk-makhluk menyeramkan.

My BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang