8. Sesuatu Tentang Keyakinan

4.8K 318 42
                                    


***

Netra bak rembulan yang tengah termanja akan hidangan mewah menyambut kehadirannya itu semakin takjub dengan pandangan mengerling.

Ia tak menyangka jika sang tuan rumah yang sudah dianggapnya sebagai ibu sendiri meski belum lama kenal itu mempersembahkan hal semacam ini. Hidangan-hidangan yang tersaji rapi itu semakin sempurna kala sinar-sinar lilin menebar dibarengi bau harum yang terus menguar pada indera penciumannnya. Bahkan, meja luas berbentuk persegi panjang sebagai tapakan hidangan yang tersaji tampak semakin elegant dengan balutan kain lebar yang menambah kesan istimewa untuknya.

Entah kenapa ia menjadi canggung dan sungkan. Kepala bermahkotakan indigo yang kini diikat menyamping itu semakin menunduk dalam dengan senyum takjub. Hingga membuat iris biru yang tengah menciptakan lirikan itu memicu senyum tipis dari sudut bibirnya yang terangkat.

'Kawai...' batin Naruto yang terus saja melirik dengan atensi penuh kearah Hinata.

Pandangan mereka mendadak bertemu kala Hinata sedikit menengadah kearah Naruto. Sontak saja pipi tembam yang sangat menggemaskan itu memunculkan semburat merah setelah lama bertukar tatap.

Kegugupan melandanya. Tarikan iris blue obstand dari Uzumaki-kun sangat memanjakan iris Amethyst miliknya. Hingga kian dalam dan semakin tertarik kuat menimbulkan getaran penuh damba disetiap pancaran matanya.

"Kau gugup?" Hinata tetap diam meski suara Uzumaki-kun mendengung halus pada telinganya. Seolah tuli, ia malah semakin dalam menatap iris biru tersebut. "Terpesona, eh?"

"Eh-?" kali ini Hinata tersadar. Sesegera mungkin ia menunduk dengan senyum malu-malu tak lupa rona kemerahan pada pipi tembamnya yang kian jelas tercetak disana.

'Uzumaki-kun sangat tampan... Aku baru menyadari jika mata Uzumaki-kun sangatlah indah...'

"Tebakanku tidak salah bukan?" menyeringai tipis, ia tak menyangka jika bisa merubah sifat jika bersama Hinata.

"U-uzumaki-kun, jangan menggodaku..." mencicit malu-malu. Hinata sangat senang saat ini. Hanya Uzumaki-kun yang bisa membuatnya senang jika digoda, berbeda jika pria lain yang malah membuatnya tak nyaman dan berakhir takut.

Kekehan kecil keluar dari bibir kecoklatan si pirang. Ia tak menduga jika Hinata akan semanis ini jika sedang mencicit dengan suara lembut dominan malu.

"Emm? Ettoo? Ke-kenapa Uzumaki-kun tertawa?" menengadah menghadap sang pria setelah mendengar tawa kecil dari pria itu. Hinata menggembungkan pipinya kala Uzumaki-kun tak kunjung berhenti. "Uzumaki-kuunn... Ja-jangan tertawa," kali ini bibir pulam itu yang bertindak mengerucut. Sontak saja itu terlihat sangat manis. "Uzumaki-kun jahat."

Jika saat ini ia sedang berdua dengan Hinata, bisa dipastikan cicitan dengan bibir memanyun itu pasti sudah ia hentikan dengan sebuah ciuman. Sungguh Hinata terlihat sangat menggemaskan jika seperti itu.

Saat ini Hinata sudah bisa lebih terbuka. Ia tidak lagi seperti dulu-dulu jika bersama pria. Kali ini ia dengan berani mengaduh manja seolah dengan begitu Uzumaki-kun bisa memperhatikannya lebih dan lebih.

"Aku jahat ternyata? Tapi tidak masalah jika korban kejahatanku itu dirimu... Itu lebih menyenangkan bukan?" tangan tan sewarna madu itu meraih sisi pundak gadis yang tak lama menyatakan cinta padanya. Semakin merapat dan merapat, hingga kepalanya menunduk tepat didepan wajah Hinata dengan nafas yang saling beresonansi. "Kau setuju, hm? Bibirmu yang akan menjadi korban kejahatan bibirku..."

Response TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang