23. Malam Indah

6.1K 249 17
                                    

***

Menatap lembut dengan senyum manis, netra amethyst milik sosok yang masih memberi belaian pada surai cepak pria yang sangat ia cintai itu, memancarkan siratan cinta ditiap pandangannya. Seolah enggan untuk berpaling, wajah cantik terhias pipi chuby menggemaskan tersebut terfokus pada satu titik, tak lain adalah wajah tirus sang kekasih yang terbaring dengan kepala bertumpu pada pahanya.

Mengalahkan kesan romantis para pemabuk cinta yang biasanya didominasi oleh para remaja. Hinata yang sudah bernafas selama 25 tahun tersebut terlihat sangat kasmaran. Pria yang memiliki umur 3 tahun lebih tua kebanding dirinya tersebut juga tak kalah termabuk oleh cinta.

Terkadang Hinata berangan, bahwasannya ada apa pada Naruto hingga membuatnya bisa merasakan cinta yang sangat mendalam. Walau dirasa itu sulit untuknya tertebak, namun ada satu hal yang ia ketahui, dan jawabannya ada dalam hatinya.

"Hinata..."

Kelopak mata tan tersebut masih enggan terbuka. Bola mata berwarna biru miliknya masih tertelan di balik bagian wajah berkulit tipis tersebut. Yang ingin ia gumamkan hanya wanita yang begitu menyayanginya.

"Kau tau, Hime... Hari ini, kau sangat perhatian padaku. Bukannya aku tidak senang, hanya saja kau seperti takut bila sejengkal saja aku beranjak tanpamu..." Ujarnya lembut kali ini jemarinya bermain dengan helaian halus indigo sang kekasih.

Usapan telapak tangan Hinata berpindah, dari kepala Naruto kini memberi kesan nyaman di pipi bergurat itu. Mendadak ada semburat merah samar yang membingkai pipi bak buah persik miliknya, mungkin jawabannya adalah wajah damai Naruto-kunnya yang begitu mempesona.

"Naruto-kun..." Bukan jawaban yang menjadi responnya, melainkan gumaman bernada lembut menyebut nama calon suaminya, "Malam ini udara terasa dingin..."

Pada saat yang sama, dimana Hinata selesai berbicara, detik itu pula Naruto membuka mata hingga manik saffirnya menampakan indahnya biru perpaduan langit cerah nan laut yang bergelora.

Bangkit, Naruto mengambil duduk bersebelahan dengan wanita yang mengisi hatinya dari kekosongan. Tatapan aneh terpampang pada maniknya, dihiasi sesuatu yang eneh pula, ia menampakkan seringai yang begitu nakal.

"Kedinginan, ya?" Semakin mendekatkan wajah, daun telinga Hinata kini ia endus dengan nakalnya. "Hime mau dihangatkan?"

Tanpa tau maksud sang calon suami, kepala bermahkotakan surai indigo yang menjuntai hingga rumput kala ia duduk itu mengagguk. Hinata berpikir, dengan sebuah pelukan mungkin tubuhnya menghangat, terlebih bila itu adalah pria yang namanya tertera manis di hati.

"Baiklah, kita pergi ke apartemen pribadiku... Udara dingin seperti sekarang mungkin akan hilang dan berubah hangat. Tentunya aku akan membuatmu hamil."

"Eh—? Hamil?"

Kelopak mata cantiknya mengerjab berkali-kali, memcoba mencerna sebaik mungkin perkataan Naruto yang membuatnya terpekik. Dan—

BLUSH

Tak butuh waktu lama untuk meratakan semburat merah pada pipinya, bahkan kini menyebar menghiasi keseluruhan wajahnya. Sungguh, bukan itu yang ia tangkap dari kata mau kuhangatkan dari Naruto tadi.

Tangan mungilnya mengepal, meninju pelan dada bidang sang kekasih dengan gemasnya. Walau pipi memerah tak karuan, ia beranikan untuk saling memandang satu sama lain.

"Mesum!" Katanya mendelik tajam dengan kikikan kecil di awal. Sungguh, ia hapal dengan Naruto yang kini menjadi sangat mesum padanya. "Naruto-kun jangan berkata seperti itu. Aku, aku takut tau kalau Naruto-kun terus berkata menghamiliku."

Response TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang