**Chapter 2**

81.1K 2K 45
                                    

Aku terbangun karena mendengar kicauan burung. Ketika membuka mata, kudapati langit-langit kamar dengan taburan bintang-bintang kertas berwarna-warni yang menempel di sana, serta sebuah poster kartun animasi di dinding seberang tempat tidur. Sungguh melegakan menyadari diriku berada di kamar sendiri. Ternyata semalam hanyalah mimpi belaka. Syukurlah, semalam mimpi itu bahkan terasa sangat nyata.

Aku bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju jendela. Di luar sudah sangat terang. Dua ekor burung kecil bertengger di sebuah dahan pohon dekat jendela sambil bersiul, membuatku seketika tersenyum mendapati mereka yang tadi membangunkanku. Aku melangkah ke arah pintu, meraih knop dan—oh! Sejak kapan ada pigura besar berisi foto seorang gadis bergaun putih di sana?

Aku berjalan mendekati pigura tersebut. Gadis di dalamnya itu tampak bingung. Ketika sudah berdiri di depannya, barulah kusadari ternyata yang kulihat itu adalah sebuah cermin. Jadi gadis itu adalah aku?

AKU!!!

Kulihat tubuhku yang ternyata sudah berbalut gaun putih setinggi dada hingga ujung kaki. Kuraih wajahku dan sibuk meraba-raba sambil menatap cermin dan mendapati wajahku kini telah dipoles sedemikian rupa hingga akhirnya menjelma menjadi seorang gadis yang cantik jelita. Aku tidak percaya ini nyata. Kukerjapkan mata dan mencubit lenganku agar segera tersadar dari mimpi ini.

Rasanya sakit, tapi aku tak juga kunjung terbangun dari mimpi ini. Segera aku bergegas keluar kamar dan menuruni tangga dengan susah payah karena gaunku yang berat, lalu berteriak memanggil Rhez.

"Rhez... Rhez... Apa kau tahu siapa yang me—," baru saja aku memasuki ruang tengah, sebuah kenyataan pahit menerpaku. Ternyata yang terjadi semalam bukanlah mimpi.

Di sana, di sebuah sofa panjang duduklah kakakku bersama pria asing yang kemarin muncul di rumah kami. Pria muda yang tampak seusia dengan kakakku itu kini telah mengenakan setelan tuxedo hitam yang mana membuat ketampanannya bertambah berkali-kali lipat. Di sebelahnya berdiri si asisten yang semalam ia panggil Ronald.

"Putri tidur sudah bangun rupanya." Leeland berdiri dan berjalan ke arahku. Seandainya pertemuan kami tidak seperti kejadian kemarin, aku pastilah sudah terpana menatap sosoknya yang terlihat begitu tampan dan sempurna saat ini. Tapi karena rasa takut yang telah tumbuh sejak awal pertemuan, refleks aku mundur satu langkah.

"Hei, apa kau tidak mengenali calon suamimu sendiri?" tanyanya dengan ekspresi geli. Apa saat ini dia pikir aku adalah lelucon yang pantas untuk ditertawakan? Dasar gila. Tidak ingin repot-repot menjawabnya, kutolehkan kepala ke arah Rhez yang sejak tadi tersenyum kepadaku.

"Apa kau sudah siap? Acaranya dimulai jam sepuluh." Si pria gila masih berusaha mengajakku berbicara.

Aku berjalan melewatinya tanpa peduli dengan apa yang dia ucapkan dan mengambil posisi berdiri di hadapan kakakku. "Apa kau tahu sesuatu?" tanyaku bingung dengan sikapnya pagi ini.

"Hmm... aku tahu kalau adikku hari ini akan menikah dan aku akan segera memiliki seorang adik ipar," jawabnya santai yang langsung membuatku terkejut. Ada nada setuju di balik kalimatnya itu.

"Kemarin kau memintaku untuk kabur. Tapi sekarang kau malah setuju jika aku menikahinya?!" seruku tak percaya dan berusaha mengabaikan keberadaan Leeland dan asistennya yang kini tengah mengamati kami.

"Well... kau tahu, kemarin aku telah salah paham, oke. Kupikir kau dijual untuk menjadi seorang pekerja seks komersial atau apalah itu. Tapi aku salah. Ternyata kau dijual untuk dinikahi pria ini." Rhez menunjuk pria yang ia maksud dengan dagu. Yang mana sekarang sudah berdiri di sampingku.

"Kau tahu, aku bahkan tidak kenal orang ini. Aku tidak sudi menikah dengannya. Aku tidak mau!" protesku keras.

Mr.Leeland gila ini sepertinya bisa menebak reaksiku, jadi dia tetap berdiri dalam diam dan tak berusaha untuk ikut campur.

GeheimnisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang