Lagi-lagi aku terbangun tanpa Mike di sampingku. Lelaki itu selalu kembali ke kamarnya sendiri setelah kegiatan panas kami. Hatiku masih mendongkol mengingat semalam Mike memaksaku hingga beberapa sesi, membuatku kelelahan dan akhirnya jatuh terlelap tanpa sempat menanyakan perihal mengenai suara jeritan yang terdengar semalam.
Aku tahu itu merupakan rencana busuk Mike untuk menghentikanku yang tak berhenti bertanya. Lelaki itu tidak mengizinkanku berbicara sedikit pun dengan terus menciumi bibirku hingga membengkak dan melakukan hal-hal yang membuatku lupa untuk bertanya-tanya lagi sepanjang malam.
Sambil berencana untuk terus meneror Mike dengaan pertanyaan mengenai suara semalam, aku berdiri di depan cermin yang ada di kamar mandi sambil menatap tubuhku. Bekas-bekas love bite menyebar hampir di sekujur tubuh. Tepat di bagian leher bawah telinga, bagian luar kelenjar tiroid, di atas tulang selangka, di hampir seluruh dada, bahu, perut dan paha bagian dalam.
Sialan!
Pria itu memang tidak main-main dengan ucapannya. Tapi aku juga bertekad di dalam hati meskipun semalam Mike berhasil membuatku berhenti bertanya, tapi tidak untuk hari ini.
Setelah sekian lama mengaduk-aduk isi lemari, aku berakhir dengan sebuah jeans berwarna hitam dan sebuah kemeja tipis tak bermotif. Apalagi yang bisa meyelamatkanku dari bekas hickey kalau bukan kemeja?
Setelah berpakaian, aku segera keluar dari kamar mandi. Seperti biasa, Mike selalu bisa masuk ke dalam kamarku sesuka hati. Kali ini pria itu sudah siap di depan meja bundar dengan sarapan yang telah tersaji di atasnya sambil menyesap kopi. Ia mengenakan pakaian santai, sebuah atasan lengan panjang berwarna abu-abu yang mana bagian lengannya ditumpuk sampai siku dan sebuah celana jeans hitam senada dengan yang aku kenakan.
Oh ya ampun! Ini hari liburnya.
Ketika aku melangkah, Mike mengamatiku dari ujung kepala hingga ujung kaki dari balik gelas kopinya.
"Kenapa kau di sini?" tanyaku yang sebenarnya sudah tahu dengan jawaban apa yang akan keluar dari mulutnya, tapi tetap saja menanyakannya.
"Karena aku menginginkannya," jawabnya santai. "Kemarilah, makan sarapanmu juga."
Bukannya mendekat, aku malah berjalan menuju meja rias dan menyisir rambut, mengabaikan Mike dengan sarapan yang terhidang di hadapannya.
"Jika dalam dua menit kau tidak juga memakan sarapanmu, akan kupastikan kau menyesalinya nanti," ancam Mike geram karena diabaikan.
Aku melirik bayangan Mike yang terpantul di cermin. Wajahnya terlihat serius dan mengancam. Membuatku bergidik ngeri. Setelah merapikan rambut, aku langsung bergegas mengambil posisi duduk berseberangan dengan Mike.
Sarapan kami pagi ini adalah segelas kopi untuk Mike, susu untukku, serta roti croissant yang bagian dalamnya diisi dengan sayuran, irisan tomat, dan daging asap.
Ide siapa ini? Tanyaku pada diri sendiri saat melihat sarapan itu. Aku sedikit ragu untuk mencoba menu baru ini. Akan tetapi aktivitas semalam yang sangat melelahkan membuatku merasa sangat lapar.
Kutatap roti tersebut sambil menimbang-nimbang apakah harus membongkar isinya dan memakan sayuran yang ada di dalamnya lebih dulu, atau langsung menggigitnya saja dalam satu kali gigit, yang berarti aku harus membuka mulut lebar-lebar agar tidak membuat isinya tercerai berai.
"Apa kau butuh bantuan untuk memasukkannya ke dalam mulutmu?" Mike menatapku yang hanya diam menghadap piring. "Kau ingin aku suapi dari mulut ke mulut atau...." Mendengar hal itu, buru-buru kuangkat roti tersebut dan mengigitnya, lalu mengunyah dengan terburu-buru. Merasa tidak nyaman dengan tatapan Mike yang jelas-jelas seakan ingin menelanjangiku.
Merasa sedikit rileks setelah akhirnya Mike juga menyantap sarapannya sendiri, aku memberanikan diri untuk melancarkan aksi. "Katakan padaku jika semalam kau juga mendengar jeritan itu," ucapku sambil menatap Mike yang sedang menikmati rotinya. Aku tidak boleh takut, aku harus berani.
Mike menatapku dengan tatapan tidak suka. "Kurasa kau hanya berhalusinasi saja karena terlalu banyak membaca buku," jawabnya sambil melirik buku-buku yang ada di rak.
"Aku mendengarnya dengan jelas. Tentu saja itu bukan halusinasiku."
"Dan suara apakah itu? Suara jeritan banshee?" ledeknya. "Apa selanjutnya kau akan beranggapan bahwa salah seorang penghuni rumah ini akan segera mati?" Pria itu lalu menyesap kopinya lagi sambil menatapku dengan tatapan mengejek.
"Aku yakin itu bukan suara banshee. Ini Amerika, bukan daratan Eropa. Tidak ada yang seperti itu," balasku tak mau kalah.
"Lantas apa?" tanyanya balik. "Aku sangat yakin kau terlalu banyak membaca buku cerita." Ia masih saja berpura-pura tidak tahu, membuatku mendadak kehilangan semangat untuk terus bertanya.
Akhirnya aku hanya sibuk dalam pikiran sendiri, memikirkan suara jeritan semalam yang terasa ambigu. Tidak tahu apakah itu jeritan perempuan ataupun laki-laki. Yang jelas itu merupakan jeritan akan rasa sakit. Ya, pasti jeritan akan rasa sakit.
Angin pagi musim panas masuk melewati jendela dan mengelus pipiku. Saat menoleh keluar kulihat seorang tukang kebun tengah sibuk menyirami barisan bunga-bunga.
"Mike," panggilku tiba-tiba. "Kenapa aku tidak diizinkan mengunjungi sayap barat?" Kutolehkan kembali wajah ke arahnya.
Mike lagi-lagi menatapku dengan tatapan tidak suka. "Karena aku tidak mengizinkannya."
"Kenapa?"
"Karena itu keputusanku."
"Atas dasar apa?" tanyaku lagi. "Pasti ada alasannya?"
Mike hanya diam lalu menghabiskan sarapannya, mengabaikanku yang menantikan jawaban.
Aku menunggu hingga Mike menyantap habis seluruh makanannya, lalu bertanya lagi. "Jadi kau akan memberitahuku alasannya?"
Mike membersihkan mulutnya dengan serbet, kemudian menatapku lurus. Menusuk masuk menembus kepalaku. "Kau merusak suasana. Kurasa ini akhir dari diskusi." Ia lalu berdiri dan keluar dari kamar, membuatku menatap punggungnya yang menghilang di balik pintu dengan dahi berkerut.
Apa yang kau senyembunyikan dariku, Mike?
***
Tbc
Republish (9 Agustus 2020, 22:40)
KAMU SEDANG MEMBACA
Geheimnis
RomanceSejak kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan, Ailee Nathaniella Leigh hidup hanya berdua dengan kakak laki-lakinya. Kehilangan sebuah pegangan hidup membuatnya menutup diri dari lingkungan. Mereka hidup dengan biaya pas-pasan dari adik ayahny...