**Chapter 6**

39K 674 71
                                    

Aku mengaduk makan siangku dengan tampang bodoh. Tersenyum tanpa henti karena terus mengingat hadiah spesial pagi hari dari Mike tadi.

Semalam ia tidur di kamarku. Memelukku. Sepertinya ia sudah mulai membuka diri. Ah, senang rasanya melihat ada sedikit kemajuan dalam hubungan kami.

Tapi dalam hal berteman tampaknya aku masih harus seorang diri. Tak ada seorang pelayan pun yang bisa kuminta untuk menjadi teman. Mereka semua tampak segan dan menolak secara halus. Menyedihkan sekali nasibku.

Selepas makan siang, aku menyempatkan diri pergi ke ruang pelayan untuk mencari gadis yang bernama Annabelle kemarin. Tapi rupanya tak satu pun dari mereka yang mengenali atau pun memiliki nama serupa. Pupus sudah harapanku untuk mendapatkan teman.

Aku berjalan menaiki tangga sayap timur dengan lesu. Deru nafas yang kuhela dengan keras terdengar di lorong yang sepi ini. Hidupku benar-benar membosankan. Jika dibuat dalam diagram, bagian yang berisi makan, tidur, dan “kunjungan malam Mike” pasti akan memiliki persentase paling besar. Hanya itu saja, tidak ada hal menarik lainnya. Yang membuat sedikit perbedaan hanyalah saat mengganggu acara memasak di dapur dan bertamu ke pondok tuan Carter.

Ketika akhirnya mencapai belokan yang mengarahkan ke kamar, tiba-tiba di ujung sana kulihat seseorang dengan gaun putih berbelok menuju bagian ujung sayap timur ini.

Annabelle!

Aku tidak mungkin salah lihat, itu pasti Anna. Kupercepat langkah untuk menyusulnya.  Tapi setibanya di sana ternyata tidak ada siapa-siapa. Sepanjang lorong sangatlah sepi. Aku yakin sekali tadi melihatnya. Kemana perginya gadis itu?

Aku terus berjalan menyusuri lorong, mencari-cari tempat menghilangnya Anna. Setelah kamar Mike dan kamarku, terdapat beberapa kamar lainnya pada lorong berikutnya. Kamar yang tidak pernah digunakan dan dibiarkan saja kosong.  Apa mungkin gadis itu masuk ke dalamnya?

Dengan penasaran aku memeriksa satu persatu kamar tersebut. Tapi semuanya terkunci. Tentu saja, Jane pernah mengatakannya padaku saat kami melakukan tur keliling mansion saat itu. Kamar ini hanya akan dibuka bila ada tamu, atau jika aku dan Mike akhirnya nanti memiliki anak.

Anak?

Buru-buru kualihkan pikiran dan fokus pada Annabelle.  Karena tidak mungkin jika gadis itu masuk ke salah satu kamar ini, kulanjutkan pencarian hingga mencapai ujung sayap timur.

Setelah sebuah belokan, aku menemukan sebuah pintu ruangan lainnya. Dengan penuh penasaran aku segera memutar knop hingga pintunya terbuka.

Tempat ini ternyata adalah sebuah ruangan yang penuh dengan barang-barang yang sepertinya telah lama tak terpakai. Mungkin ini adalah gudang. Kuedarkan pandangan ke sekeliling dan mendapati sebuah grand piano hitam yang bagian atasnya tertutup dengan kain putih di sisi kiri ruangan.

Di hadapanku ada beberapa perabot lama yang sudah berdebu seperti meja dan kursi kayu tinggi berukir, beberapa gelas piala dan tempat lilin, tumpukan lukisan yang menempel di dinding dan di tutup dengan kain putih yang hanya menunjukkan bagian bawahnya saja, juga sebuah rak berisi peralatan makan dari perak di sebelah kanan.

Di ujung ruangan, ada sebuah pintu kecil yang sedikit terbuka. Kulangkahkan kaki menuju pintu tersebut dan menemukan sebuah tangga kayu berdiri kokoh di baliknya. Dengan penasaran aku berjalan menuju tangga tersebut. Melihat ke ujungnya, kurasa ini adalah jalan menuju loteng.

Perlahan aku mulai menaiki tangga satu persatu, dengan sangat hati-hati dan tidak menimbulkan bunyi. Ketika tiba di puncak tangga, kulihat pintu loteng berada tepat di atas kepalaku. Aku pun mengulurkan tangan untuk menggeser pintu tersebut.
Kutekankan kedua telapak tangan pada pintu kayu di atasku, membuatnya sedikit terangkat, lalu menggesernya. Pintu ini sedikit berat. Tapi setalah bersusah payah, akhirnya aku berhasil menggeser pintu tersebut untuk memberiku jalan memasuki loteng.

GeheimnisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang