Tanpa terasa sudah lebih dari satu minggu berlalu. Aku hanya menghabiskan waktu dengan membaca buku-buku, berjalan di sekitar mansion pada sore hari seperti biasa, dan berkunjung ke pondok kecil milik tuan Carter si tukang kebun. Membantunya memberi makan beberapa peliharaan yang ia rawat, juga menyiram serta menanam beberapa tanaman lain bersamanya.
Setelah malam tiba, Mike seperti biasa akan muncul di kamarku dan kembali ke kamarnya sendiri bila merasa telah selesai dengan "kunjungannya." Hampir setiap malam aku mendengar suara jeritan itu, dan Mike masih tetap tidak mengijinkanku untuk bertanya banyak padanya. Ia masih bertahan dengan apa yang ia katakan sebelumnya, bahwa hal itu hanyalah halusinasiku saja karena terlalu banyak membaca buku dan beraktifitas.
Karena hanya melalui hari dengan aktifitas monoton setiap harinya, aku mulai merasa bosan. Seharusnya aku bisa membiasakan diri karena nanti akan menghabiskan sisa hidup di mansion ini, tapi aku merasa tidak nyaman dengan hal itu. Karena itulah akhirnya hari ini kuputuskan untuk mengacau di dapur. Beruntungnya para koki menyambutku dengan ramah dan mengizinkanku membantu mereka untuk memasak makan malam kesukaan Mike. Hingga pada akhirnya saat yang menegangkan pun tiba.
Jantungku berdebar-debar melihat para pelayan menyajikan makan malam di hadapan kami sementara Mike duduk di ujung meja sebelah kiri.
Bagaimana bila ia tidak menyukainya?
Kulihat Mike mulai mengangkat garpu dan menatap sajian yang ada di hadapannya. Jantungku berdetak semakin kencang. Ia menyuap sebuah daging ke dalam mulut lalu mengunyahnya pelan.
Apakah baik-baik saja? Apakah baik-baik saja?
Mike tiba-tiba berhenti mengunyah. Ia menatap ke dalam piringnya lekat-lekat seperti baru saja menelan gumpalan kaus kaki bau dari piring tersebut. Jantungku serasa berhenti berdetak melihat reaksinya itu. Matilah aku yang dengan nekat memasak makan malam untuknya kali ini.
"Gloria!" panggil Mike lantang. Suaranya menggelegar bagaikan petir di tengah hujan badai. Aku tidak sanggup lagi melihat semua ini. Oh lantai, telan saja aku.
Menundukkan kepala, aku berharap bisa segera menghilang dari ruang makan ini karena terhisap lantai di bawahku. Tapi tentu saja hal itu mustahil. Akhirnya, demi menepis rasa takut, aku pun mulai sibuk mengisi mulut dengan makananku sendiri. Berusaha secepat mungkin menyelesaikan makanku dan segera undur diri dari ruang mengerikan ini.
"Kenapa rasanya berbeda kali ini?" tanya Mike saat koki paruh baya itu menghampirinya. Pertanyaan Mike membuatku menelan bulat-bulat daging yang belum selesai kukunyah.
"Tentu saja berbeda, Sir. Nyonya memasaknya sendiri untuk Anda," jawab Gloria dengan senyum lebar. Seolah aku adalah murid kebanggaannya yang telah berhasil menghidangkan sebuah masakan untuk disantap oleh presiden.
Berdebar, aku pun menunduk di atas piringku untuk menantikan Mike melempar hidangan yang ada di hadapannya ke wajahku. Ia pastilah terbiasa mendapat masakan kelas atas dari kokinya, dan masakanku itu tentu saja telah merusak nafsu makannya malam ini.
Aku sungguh menyesal dan berjanji tidak akan mengacau ke dapur lagi. Namun setelah mempersiapkan diri menerima makian, lama aku menunggu tapi tidak ada respon apa pun dari Mike.
"Saya permisi dulu." ucap Gloria lalu pergi menghilang ke arah dapur.
Hening. Tidak ada suara lagi.
Akhirnya sisa waktu makan malam kami habiskan dalam diam. Aku terus saja menunduk sambil menyantap makananku dengan tak berselera. Ketika pelayan muncul dan menghidangkan makanan pencuci mulut, kulirik Mike sekilas dan ternyata ia telah menghabiskan semua makanan yang ada di piringnya. Membuatku sedikit terkejut karena ia bisa menghabiskan masakan yang disebutnya "berbeda" tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Geheimnis
RomanceSejak kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan, Ailee Nathaniella Leigh hidup hanya berdua dengan kakak laki-lakinya. Kehilangan sebuah pegangan hidup membuatnya menutup diri dari lingkungan. Mereka hidup dengan biaya pas-pasan dari adik ayahny...