Alone is me...
Semua hal yang terjadi untuk pertama kali biasanya meninggalkan kesan tersendiri. Cinta pertama, pandangan pertama, bahkan perpisahan pertama pun meninggalkan kesannya tersendiri.
Aku tidak tahu berapa kali aku akan hidup, yang kutahu ini adalah hidup pertamaku. Penuh dengan semua hal untuk yang pertama kali. Aku berharap semuanya berjalan indah, tapi, bukan hidup namanya jika semuanya berjalan lancar. Termasuk perpisahan, aku harap itu akan jadi indah, tapi sepertinya tidak ada perpisahan indah, semua perpisahan meninggalkan luka.
"Dia.." kata seorang laki-laki yang memandangiku.
"... bukan seorang pemurung sebelumnya."
Aku tahu dia sedang membicarakanku sekarang, hanya saja aku menolak untuk mengetahuinya.
"Apa yang terjadi?" tanya seorang laki-laki lain beramput pirang di hadapannya.
"Takdir..." jawabnya sambil berbisik.
"Karena aku tidak pernah mengalaminya, jadi aku ngga tahu sesakit apa hal itu. Tapi, kalau sampai bisa membuatnya menjadi pemurung seperti sekarang, itu pasti hal yang sangat menyakitkan." lanjutnya.
"Iya, masalahnya apa Yo?"
"Hmmm...." dia bergumam lama.
"Hei, kau masih belum mengatakan penyebab dia jadi pemurung."
"Yah, ini hal rumit, Van." balasnya sembari berdiri dari duduknya.
Hari ketiga dalam kesendirianku. Ini sendiri seperti kata-kataku, benar-benar sendiri. Sepertinya, baru kemarin, di meja bundar yang terletak di dapur, aku masih bercengkerama bersama keluargaku. Menanyakan kegiatan satu sama lain sambil menunggu mama menyiapkan makanan. Suara nyaring kakak dan papa yang saling melempar kata-kata. Nasihat papa setiap mendengar curhatanku, kekonyolan kakak dalam menyahut setiap pembicaraan. Aku tidak tahu jika hal semacam itu kini kukatakan sebagai 'hal yang sempurna'.
"Kalau kau mulai bosan, ayo pulang sekarang saja, Ran." setelah membicarakanku dengan temannya, ia menghampiriku.
"Okee..." aku lekas berdiri dan bersiap pergi.
"Hei, Ran. Kau tidak minum?" ia menunjuk botol jus semangka yang masih penuh di mejaku.
"Tidak ah."
"Lalu, kenapa kau pesan jika tidak diminum?"
"Karena ini cafetaria." jawabku.
"Rana! Kan sayang sekali kau hanya memesan tapi tidak meminumnya." ia mulai mengomel.
Mataku tertuju pada jus semangka di hadapanku. Sejenak aku berfikir, mungkin seperti itulah diriku, ada karena hidup. Tetapi tidak merasa hidup dengan keberadaanku sendiri. Aku tidak tahu lagi, harus sayang pada jus semangka itu atau diriku sendiri.
"Hei, ayo! Katanya ingin pulang."
"Iya." sudahi lamunan ini.
Sekarang, disinilah aku berada. Sepanjang jalan penuh dengan gedung-gedung tinggi. Hutan beton berjajar orang bilang. Ada perkantoran, pusat pendidikan, perbelanjaan, hiburan, makanan, semuanya bisa ditemukan disini. Jalanan kadang-kadang juga seperti laut, penuh sampai ke tepi jalan.
"Apa masih lama Yo?" aku mulai kepanasan.
"Kau tidak lihat kalau jalanannya macet, hah?" balasnya.
Cuaca disini kadang-kadang tidak menentu. Kadang dingin, kadang panas, kadang-kadang bisa jadi sangat panas.
"Aku sudah kepanasan Yo."
KAMU SEDANG MEMBACA
A WEEK WHEN I SEE THEM
Short StorySeorang mahaguru asal Yunani pernah bertanya, 'apakah yang paling dicari oleh manusia?'. Lalu, seorang murid menjawab, 'Kesenangan, manusia akan selalu mencari kesenangan, batiniah ataupun lahiriah'. Apakah benar adanya? Karena, Tuhan memberikan ka...