BAGIAN 3

1K 107 79
                                    

3. 07.00 PM

Langit kembali menguap untuk kesekian kalinya. Pelajaran matematika kali ini membuatnya sangat mengantuk. Trigonometri rupanya lebih membosankan daripada menunggu Bu Stella—guru Kimia yang galak—bertemu jodohnya.

Langit bertelungkup, mencoba untuk terlelap. Namun, senggolan keras di bahunya membuat Langit jadi bangun lagi, dan kesal.

"Apaan sih, Ta?" Langit mendelik kearah teman sebangkunya, Okuta.

Okuta menuliskan beberapa kalimat di halaman terakhir bukunya; Cabut yuk.
Langit yang membacanya, menaikkan sebelah alisnya. Mencoba untuk meyakinkan Okuta sekali lagi. Dan malah dibalas Okuta dengan anggukan penuh semangat.

"Ok."

Langit berdiri, berjalan menuju meja Pak Ahmad, disusul Okuta yang berjalan pelan di belakangnya. Pak Ahmad mendongak, menatap wajah murid cowoknya yang ganteng itu. Yah, Pak Ahmad mengakui itu. Semuanya juga.

"Ada apa, Lang?"

Langit menunjuk Okuta yang berada di belakangnya, "Okuta sakit perut, Pak. Dia minta saya temenin ke toilet. Katanya takut ada yang jahil nyiram dia kayak kejadian bulan kemarin."

Pak Ahmad menengok ke arah belakang badan Langit. Ada Okuta yang sedang memegangi perutnya dengan wajah dibuat-buat. Cekikikan terdengar dari sudut kelas. Okuta hanya akting. Mereka tahu kalau ini cuma trik Okuta dan Langit untuk keluar dari jam pelajaran Matematika.

Padahal, Langit termasuk anak yang pintar dikelas. Setiap ulangan, Langit selalu masuk lima besar, padahal ia mengaku tidak pernah sama sekali belajar. Buku cetaknya pun masih berbau tintah fotokopi. Masih suci, belum pernah tersentuh sedikit pun.

Setelah diberi ijin dengan alasan yang benar-benar ngawur, Langit dan Okuta langsung berlari menuju kantin. Sebelum Bu Stella patroli di koridor kelas 11.

"Bu, pesan es jeruknya dua ya. Kayak biasa. Satunya gak manis, yang satunya manis banget." Langit ikut duduk di samping Okuta yang kelelahan sehabis berlari tadi.

Okuta tiba-tiba tertawa kecil, "Makasih loh udah muji gue manis banget."

Langit terbelalak, "Dih pede banget ni anak. Itu tadi gue mesen es jeruk kali. Lo kan suka yang manis banget."

"Iya, yang manis kayak Vinny itu." Okuta menunjuk seorang gadis berbehel yang sedang makan mi kuah bersama temannya. Vinny, cewek berbehel, anak XI IPS 3 itu, sudah bikin Okuta jatuh cinta sejak kelas X. Tapi sayangnya, Vinny gak suka sama Okuta. Alasannya ya simple. Katanya, Okuta terlalu baik buat dia.

Langit mengibaskan tangannya didepan wajah Okuta, "Cewek itu kayak rokok loh, Ta. Dapat membunuhmu secara perlahan."

Langit langsung dapat jitakan keras dari Okuta, "Lo kapan sih sadar, Lang? Kalau lo juga butuh cewek. Emang mau selamanya kesana kesini sama gue? Gak malu diejek maho mulu?"

"Enggak tuh, biasa aja."

"Gue mah gak biasa, Lang. Jeruk kan gak makan sesama jeruk." Okuta mendengus, setelah mendengar gelak tawa dari Langit. Langit benar-benar sudah biasa diejek maho, oleh teman-teman sebayanya karena tidak pernah punya pacar. Jalan kemana-mana pun selalu bersama Okuta. Cowok cantik yang sering menembak dia, selalu ditolak. Menurutnya, gak ada cewek yang bisa melelehkan frozen heart-nya. Lebay ya.

"Tapi gue setuju soal persamaan lo, cewek sama kayak rokok. Kalau menurut gue, selalu bikin kecanduan, hazek."

Kali ini, Okuta yang dijitak keras oleh Langit. Langit tentu suka dengan cewek, tapi ada sesuatu yang mengganjal hidupnya selama ini, dan itu adalah tentang cewek.

Langit SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang