I call it magic when I'm with you.
-
Sesuai dengan perjanjian mereka, hari ini Reiza meminta Embun menemaninya jalan-jalan. Kemarin malam saat mengantarkan Embun pulang, ia sudah berpesan pada gadis itu agar menyiapkan baju untuk perjalanan tiga hari dua malam.
Dan sekarang dua orang itu sedang duduk di dalam kereta. Embun sibuk berkutat dengan novelnya, sedangkan Reiza sibuk dengan HP dan teh manisnya.
Setelah dua jam membaca novel tiba-tiba Embun menutup novelnya dan menoleh ke arah Reiza. "Ja, gue bosen," katanya.
"Sama. Gue juga bosen," jawab Reiza.
Embun berdecak. "Berapa jam lagi sih?" tanyanya tak sabaran.
Yang ditanya melihat jam yang melingkar di pergelangan tanganya sekilas. "Tujuh jam lagi."
Bibir Embun langsung manyun saat tahu perjalanan masih panjang. Bahkan sekarang belum ada separuhnya.
"Gue nyesel terima taruhan lo. Lebih nyesel lagi karena gue nggak curiga waktu lo bilang nyiapin baju buat tiga hari."
Reiza terkekeh. "Kan lo nggak nanya bajunya buat apa. Terus tiga hari itu kemana aja. Ya gue nggak bilang dong," elak Reiza.
"Ah tau deh. Kalo gue tau dari awal lo mau ngajak gue naik kereta sembilan jam, gue bakalan nolak mentah-mentah, Ja," kata Embun frustasi.
Reiza terkekeh geli. "Ya udah, sini kalo bosen. Tiduran aja," katanya sambil meletakkan kepala Embun di dadanya dan merengkuh gadis itu.
□ □ □
"Bun, bangun. Udah mau nyampe," kata Reiza sambil menepuk pelan lengan Embun.
Embun menggeliat. Perlahan-lahan ia membuka matanya. Ia melihat para penumpang lain sudah mulai menurunkan barang bawaan mereka karena ini adalah stasiun terakhir.
Gadis itu melihat Reiza berdiri, menurunkan tas ranselnya sendiri dan koper kecil Embun.
Lalu kira-kira lima menit kemudian, kereta yang mereka tumpangi sudah mulai memasuki statsiun. Terdengar pengumuman dari masinis bahwa pintu keluar berada di sebelah kiri dari arah kedatangan kereta.
Embun terlihat sangat bersemangat. Ia langsung tersenyum bahagia saat kakinya menginjak stasiun. Matanya meneliti setiap sudut stasiun dan menemukan tulisan 'SURABAYA GUBENG BARU'
"Seneng?" tiba-tiba Reiza sudah berada di sampingnya. Laki-laki itu menoleh kearahnya sambil tersenyum.
"Banget," jawab Embun. Gadis itu terlihat sumringah.
Dalam hati Reiza tersenyum karena gadis disampingnya itu terlihat bahagia. "Bun, makan yuk," ajaknya.
"Ayo, makan!" kata Embun dengan semangat '45. "Makan yang khas Surabaya aja."
Reiza mengerutkan keningnya. Makanan khas Surabaya. Ia saja baru pertama kali ini ke Surabaya. Tapi karena tidak mau Embun tahu bahwa dirinya nggak mengerti sama sekali makanan khas Surabaya, Reiza memilih untuk membuka obrolan 'The Sangklek Boys'.
Reiza Amnon: Nang, makanan khas Surabaya apaan?
Danang Ganteng: Sego Goreng Jancuk. Mantap jiwa tuh pedesnya.
Reiza Amnon: Yang nggak pedes ada?
Danang Ganteng: Tahu Tek, Lontong Balap, Rujak Cingur, Semanggi, Tahu Campur, Sate Klopo. Banyak.
KAMU SEDANG MEMBACA
That Eyes
Novela JuvenilKetika dua tatapan yang beradu, dua hati yang menyatu, membuka sebuah masa lalu yang terlupakan.