16. Misi Baru

8K 699 393
                                    

Selagi Dara sedang asyik menonton drama kesukaannya, aku menyelinap naik ke lantai atas menemui Kak Rian di kamarnya.

Aku mengetuk pelan pintunya dan dari dalam terdengar suara yang menyuruhku masuk. Aku pun masuk tanpa basi-basi lagi.

"Hai, Kak Rian...," sapaku dengan senyum manis terpampang di wajah.

"Masuk, Frel," ujar Kak Rian dan tersenyum setelah tahu aku yang datang.

Aku menatap Kak Rian yang sedang serius membaca beberapa tumpukan berkas di meja kerjanya. Aku mencoba mendekat. "Sibuk, ya, Kak?"

"Hmm, lumayan. Kenapa emangnya?" tanya Kak Rian balik, setelah melihatku sekilas.

Kulihat Kak Rian yang kembali menghadap tumpukan berkas itu, sesekali menandatangani beberapa lembar kertas. Dahiku berkerut ketika melihat Kak Rian yang baru pulang kerja tapi sudah bergelut lagi dengan pekerjaannya.

Harusnya masih ada dua jam lagi kan, sebelum waktu pulang Kak Rian dari kantor? Apa karena permintaan gue tadi, ya?

Aku berusaha menepis semua pemikiranku, kemudian berjalan dan duduk di ranjang dekat meja kerja Kak Rian.

"Ya nggak kenapa-kenapa, Kak. Masa harus ada kenapa-kenapa dulu, baru boleh ngomong sama Kak Rian!" ucapku sebal, sambil meraih sebuah guling di ranjang dan kupeluk erat. Aku masih memikirkan beberapa kemungkinan penyebab Kak Rian pulang kerja terlalu cepat.

Kak Rian tersenyum geli lalu menyeret kursi yang tadi ia duduki dan meletakkan di depanku. Ia duduk menghadapku dengan senyum yang masih menghiasi wajahnya.

"Kalo nggak ada apa-apa, terus ngapain tadi kalian berantem segalaaaa...," ujar Kak Rian sambil menarik kedua pipiku gemas, membuatku meringis kesakitan.

"Kalo soal itu sih, emm ... tapi, sebelum gue cerita, gue mau minta maaf sama Kak Rian." Kulihat Kak Rian mengangkat sebelah alisnya meminta penjelasanku. "Emm ... itu ... ehm."

Mendadak aku diserang rasa bersalah yang luar biasa. Kuingat-ingat, ini kali kedua aku dikuasai rasa bersalah pada Kak Rian. Dulu, waktu Kak Rian heboh mencari ikan kesayangannya hilang di akuarium, akulah dalang yang dengan sengaja mengambil ikannya dan kuserahkan ke kucing yang aku temukan tanpa sengaja di tengah jalan, yang hampir tewas dilindas truk.

"Kak, maafin gue ya ... gara-gara gue, Kak Rian harus pulang kantor lebih awal. Padahal maksud gue tadi, Kak Rian beli martabaknya saat pulang kerja aja, nggak mesti buru-buru kayak gini," ucapku penuh penyesalan.

"Jadi, karena itu?" Aku menunduk lalu menggangguk pelan.

Kak Rian seketika tergelak begitu mengetahui alasanku meminta maaf. "Gue kirain apaan. Lo, Frel, nggak usah berlagak sok melankolis di depan gue. Tampang lo itu nggak cocok. Sama kayak Dara. Kalian itu pantesnya cekakak-cekikik kayak ABG labil di luar sono, noh."

Aku memasang muka cemberut. "Kok, ABG labil, sih?"

"Lha, lo nggak nyadar? Kalian itu tiap ketemu kerjaannya selalu gosipin cowok cakep sama nyari misi buat nembak. Nah, kalo bukan ABG labil, terus apa?" terang Kak Rian, lalu menyentil dahiku yang langsung kuusap-usap dengan kesalnya.

"Huh, emang yang biasa ngasih opsi nembak cowok, itu siapa, coba!" gerutuku tak terima, dan dibalas dengan tawa yang lebih membahana lagi.

Kak Rian kalau nggak ada kerjaan, biasanya sering ikut nimbrung, nggak jarang ia malah kasih solusi buat kami, cara untuk menembak cowok yang hasilnya kebanyakan gagal total. Kadang kami sempat mikir, Kak Rian sepertinya memang sengaja membuat kami malu dengan ide-ide gilanya yang norak dan aneh itu, tapi lebih anehnya lagi, kami selalu melaksanakan semua perkataannya, dan ujung-ujungnya kami melabrak Kak Rian dan disambut dengan suara tawa Kak Rian yang menggelegar.

FREL. (TAMAT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang