Huffftt ... bab ini benar-benar menyita waktuku. Susah sekali ternyata menghayalkan penindasan lalu menuangkannya ke sebuah tulisan.
Bab ini aku buat khusus untuk RismaWaty227 pembaca pertamaku yang aku janjikan bab bully dari awal-awal bab heheeee.... Makasih ris masih setia terus sampai sekarang hihiii😍
Oh, ya, aku punya cerita baru yang berjudul Salahkah bila Aku Mencintaimu?
Kalau yang belum mampir, disempatin mampir ya, siapa tau suka, modus promosi wkwk😂
Ok selamat membaca😊
.............................***...............................
Jika tidak ada guru, di mana-mana yang namanya ruang kelas, ujung-ujungnya pasti ramai. Ada aja bahan untuk omongan. Seperti halnya kelas X-1.
Kata Rafa, selaku ketua kelas X-1, pelajaran ekonomi hari ini kosong. Itu disebabkan karena Pak Eko sedang sakit. Tugasnya kali ini harus membuat pertanyaan yang berhubungan dengan bab ketiga, lalu diberikan jawaban sendiri menurut cara pandang kita masing-masing.
"Hahaha ... ini sih gampang. Pertanyaan tergantung kita, kan? Kita sendiri yang disuruh buat pertanyaan, kan?" sesumbar Udin seraya tertawa keras.
"Gaya lo, Din! Emang lo mau bikin pertanyaan apa?" sahut Andika menimpali.
"Lo kayak nggak tau Udin aja, Dik. Palingan yang dibuat pertanyaan nggak jauh-jauh sama perdagangan sepatunya. Terus entar diselipin tuh, bagian paling bawah kertasnya, alamat pabriknya sendiri," seloroh Daniel yang kini sudah duduk di sebelah Udin.
"Ya kan, nggak apa-apa. Hitung-hitung sambil promosi, gitu," jawab Udin cengengesan sembari menggaruk kepalanya. Kontan ruang kelas menjadi lebih gaduh karena ledakan tawa kami begitu mendengar kelakar Daniel dan Udin.
Keluarga Udin memang tergolong kaya. Orang tuanya mempunyai beberapa pabrik sepatu berhak tinggi yang saat ini sedang digemari oleh wanita karier. Aku juga baru tahu, kenapa Udin selama ini sangat takut sama Dara. Alasannya karena butik Mamanya Dara selain menjual beraneka macam baju terkenal dan bermerek, beliau juga menjual sepatu yang ternyata pesannya dari pabrik orang tuanya Udin.
Seperti beberapa hari yang lalu, setelah Dara mengetahui siapa Kenn yang sebenarnya, besoknya tanpa aba-aba ia langsung memerintah Udin untuk bertukar tempat kembali. Tanpa perlawanan Udin mengangguk patuh ketika Dara mengancam butik mamanya nggak akan lagi bekerja sama dengan pabriknya jika aja dia berani membantah. Hahaha ... ada-ada aja Dara.
"Udah-udah. Sekarang buka buku bab ketiga tentang perbedaan antara perusahaan dagang dan perusahaan jasa," ucap Rafa tegas dengan suara yang agak ditinggikan, hingga sukses membuat seisi kelas diam dan mematuhinya.
***
"Waktu udah habis. Sekarang kumpulkan semua di atas meja guru." Rafa beranjak maju ke depan dan menaruh buku tugasnya terlebih dahulu.Melihat waktu yang sebentar lagi akan berganti dengan jam pelajaran berikutnya, Rafa akhirnya berteriak dan memerintahkan kami semua untuk segera mengumpulkan tugas ekonomi. Ia lalu beralih menatap daftar urutan nama para siswa di sebuah lembaran kertas yang tertempel di samping papan tulis. Daftar tersebut berguna untuk melihat siapa aja yang bertugas membantu para guru di jam pelajaran mereka setiap hari.
"Hari ini yang bertugas mengumpulkan tugas ekonomi ke meja kantor Pak Eko adalah Frela Lidiana Putri," ucap Rafa terdengar sampai di telingaku. Tapi seperti biasa, aku tak bergerak sedikit pun jika ada yang memanggilku dengan nama lengkapku.
"Raf, lo kayak nggak tau Frel aja. Sampai mulut lo berbusa, nggak bakalan tuh si Frel mau dipanggil nama lengkapnya," celetuk Maya sambil menatapku sinis.

KAMU SEDANG MEMBACA
FREL. (TAMAT) ✔
Novela JuvenilHUMOR ROMANTIS 🏆#1 dalam NOVEL REMAJA (11.6.2019-29.8.2019) Terkadang atas nama cinta, seseorang bisa melakukan segala hal di luar logika. Tetapi apakah cinta sebuta itu? Apakah cinta bisa mengubah seseorang menjadi sejahat itu? Saat salah satu ras...