10. Hujan

8.4K 775 549
                                    

Di sini aku sekarang.

Berteduh di teras warung yang sudah tutup, di sebuah jalan yang agak sepi dilalui orang.

Derasnya hujan diiringi angin kencang membuat kita terpaksa harus berhenti dan menunggu hujan reda.

Ya, KITA. Aku dan Kenn!

Gara-gara cowok sialan itu, aku terjebak di sini. Kalau bukan karena sikap sok pahlawannya, aku nggak bakalan terjebak hujan seperti ini.

Andai aja Kak Kevan menolak alasan konyol Kenn, pasti sekarang aku sudah berada di rumah.

Kalau hujan begini, aku dan kakek biasanya bercengkerama sambil menikmati hidangan ketela pohon buatan nenek. Atau, makan nasi goreng buatan nenek yang aku jamin, nggak ada yang bisa ngalahin soal rasanya.

Kalian mau tahu alasan apa yang dibuat Kenn?

Waktu itu, dengan santainya dia bilang, "Gue bawa motor. Dan gue pikir satu orang cukup, nggak perlu merepotkan banyak orang." Ia sempat melirikku sekilas, lalu berkata, "Kalian pergilah ... gue yang akan antar dia pulang."

Sok cool.

Serta-merta para cewek yang mendengarnya langsung berteriak histeris, bahkan ada yang sampai menutup mulutnya dengan kedua tangan. Apalagi, Dara. Ia sampai loncat-loncat kayak orang gila.

Itu mulut, lama-lama pengin kugampar pakai sepatu.

Memang siapa yang minta direpoti sama cowok nyebelin kayak dia? Mikir aja, nggak! Memangnya siapa yang minta diantar? Bayangin aja, males!

Aku mengembuskan napas panjang. Hujannya sangat deras, suara air yang terdengar membentur atap begitu keras dan menakutkan. Belum lagi anginnya kulihat saat ini terasa seperti orang yang mau ngajak berantem. Kencang banget. Pohon-pohon di depanku bahkan seakan ikut melambai-lambai ke arahku. Membuatku takut mendadak.

Kugigit bibir bawahku dan memeluk diriku sendiri, tanpa menoleh sedikit pun pada cowok yang ada di sebelahku.

"Ini. Pakai jaket gue!" ucapnya sambil menyodorkan jaketnya kepadaku.

Entah kerasukan setan mana, tiba-tiba tuh cowok berubah jadi baik.

"Gue nggak mau jaket. Gue mau pulang," sahutku, ketus.

Memangnya dengan hanya bermodal minjamin jaket rasa kesalku bisa hilang, apa!

"Lo nggak liat anginnya kayak gimana? Kalau lo mau mati, mati sendiri sana, nggak usah ngajak orang lain."

Tuh kan, mulutnya mulai lagi.

"Lo aja sana. Lagian, siapa penyebab kita terdampar di sini? Siapa yang minta diantar sama lo, hah! Gue lebih milih diantar kak Kevan daripada sama lo."

"Lo pikir gue mau ngantar cewek mesum kayak lo! Apa yang lo banggain, badan kayak kacang atom, gini," ucapnya sambil melihatku dari atas sampai bawah.

Cowok ini benar-benar meremehkanku. Emosiku kembali tersulut. Kutendang betisnya dengan kesal.

"AKH." Sontak ia menunduk, memegangi betisnya dan meringis kesakitan.

Rasakan!

"Dasar cewek gila!" hardiknya.

"Lo yang gila! Siapa suruh pakai ngantar gue segala."

"Udah gue bilang, gue di sana bukan karena lo! Budeg lo, ya."

"Bukan gue, tapi elo yang budeg! Gue bilang nggak usah diantar, bukannya nekat nemani gue gini."

Ya, ya, ya, sejak rombongan sekolah balik, dari awal ia sudah tegasin, ia milih tinggal di panti menemaniku karena nggak tega sama Abel dan Reno.

Sepertinya ini cowok tipe penyayang anak. Buktinya, sekali kenal, Abel dan Reno langsung nempel dan akrab.

Kalau sudah sama anak kecil, sikapnya sangat hangat, berbeda jauh kalau sudah berhadapan sama aku. Tuh mulut, bikin emosi mulu. Bikin sakit jiwa mendadak.

Yang bikin aku kesal lagi, sekali lihat Kenn, Abel dan Reno secara spontan juga menyebut Kenn dengan panggilan Papa.

Kebetulan yang nggak aku suka!

Kalau boleh milih, mending Kak Kevan aja yang menemaniku, biar kami sama-sama disebut sebagai pasangan suami istri, gitu.

Bukannya Kenn! Huek ... amit, amit.

"Gue udah janji dari awal akan antar lo, jadi sekarang diem," lanjutnya.

"Bodo! Lagian motor lo nggak bisa nyelametin gue dari serbuan hujan." Kali ini ia tak membalasku, lebih memilih mengamati hujan sambil melipat tangan di depan dada.

Aku mondar-mandir ke sana kemari, kebingungan nggak bisa ngapa-ngapain.

Gimana kalau kakek-nenek di rumah khawatir? Gimana kalau mereka nyariin aku? Battery hp-ku koit, lagi.
Mau pinjam Kenn, ntar malah disangka modus.

Terus gimana, dong?

Aku semakin memeluk tubuhku dengan erat. Dinginnya serasa menusuk tulang. Kugerak-gerakkan kakiku dan sesekali kutolehkan kepalaku ke kanan dan kiri, siapa tahu ada angkot lewat sini, atau barangkali penyedia jasa payung yang bisa kubayar murah. Namun lihatlah, tak satu pun orang lewat, semuanya sepi layaknya kuburan.

Nggak mungkin kan, aku nekat nantang hujan sama angin yang kompak banget bikin orang sakit kalau melawan.

"Sial! Nunggu sampai pocong berubah jalan pun, nih hujan nggak bakalan berhenti," umpatku, sambil melihat air yang tak henti-hentinya jatuh dari langit.

"Kenapa hujannya belum berhenti juga, ya?" tanyaku pada diri sendiri.

"Apa yang sebenarnya dipikirkan hujan, sih? Emang nggak capek apa, hampir satu jam turun terus," gerutuku.

"Lo bisa diem nggak? Berisik banget jadi cewek," sembur Kenn, menatapku tajam. Aku menatapnya tak kalah sengit.

"Nggak ada yang nyuruh lo dengerin gue," ujarku, masa bodo.

"Diem nggak lo! Suara lo itu udah ngalahin suara hujan. Udah berisik, cempreng, lagi."

"Idih, kayak suara lo bagus, aja. Suara kayak ayam bertelur aja bangga."

Dan, suara petir bergemuruh di angkasa.

DUAR!

Ia melotot, "Masih mending ayam bertelur, daripada lo kayak monyet kesurupan."

DUAAR!!

"Lo monyetnya."

DUARR!! DUUAARR...!!

"Lo neneknya monyet."

Tiba-tiba ada sambaran cahaya kilat terang dan disusul dengan bunyi petir menggelegar lebih keras.

"Lo-"

DUUUUUUAAAAARRRR....

KRASAK ... GEDABUG, BRUUK!

Ucapanku terpotong bersamaan dengan tumbangnya sebuah pohon besar di depan mata kami.

Aku menoleh, kaget. Bukan hanya aku, tapi juga Kenn. Kami melongo bersama.

Bergidik ngeri!

Dan kabar baiknya, tiba-tiba derasnya hujan dan kencangnya angin tergantikan oleh gerimis yang bisa dihitung pakai jari.

Yang jadi pertanyaan, gimana motor mau jalan, kalau jalannya aja terhalang pohon besar yang tumbang??

Duh, APES.

...........................***...........................

FREL. (TAMAT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang