Citra tampak membetulkan letak cincin-cincin yang ada di tangannya. Sesekali dia memajukan tangannya, lalu menggerakkannya perlahan. Terdengar bunyi gemericing dari gelang yang dipakainya. Belum puas. Citra menyisir rambut yang menutupi telinganya. Tersibaklah anting dengan batu blue safir yang sangat indah terpasang di daun telinganya. Tangan Citra perlahan menyusuri lehernya, dengan sekali sentuh kalung emas dengan permata berkilau membuat ternganga semua yang berada di sekitarnya. Citra yang mulai merasa tinggi hati, tiba-tiba mendadak ingin pingsan saat muncul sebuah celetukan.
"Jeng Citra kok jadi mirip bude gendut sih..." Ucap Ayudhia dengan tawa geli yang berusaha ditahan dengan tangannya.
"Ish, bukan jeng Ayu. Tapi mirip ituloh bude yang punya warung, terus bulu matanya panjang bingit. Katanya sih bulu matanya itu masuk rekor muri loh. Cetar menggelegar deh." Gati menimpali.
"Udah-udah... Nanti jadi berantem lagi kayak waktu itu loh." Sella berusaha menengahi. Tampak bibir Citra maju hingga lima senti. Sella menyodorkan segelas teh ke hadapan Citra. "Diminum dulu jeng, biar adem." Sella tampak memasang wajah manis.
"Ah, jeng Sella bisa aja nih. Ini pasti teh dari sponsor iklan kan? Sekali-kali kita fotonya sambil gaya dong ah. Kameranya dimana nih?"
Tiba-tiba Jerry muncul dari dalam guci yang cukup besar. Citra, Gati, dan Ayudhia terkejut. Hanya Sella yang tersenyum senang.
"Gimana? Bagus hasilnya?"
"Pasti bagus dong bu sel. Saya paling ahli bikin foto candid, mau gaya apa aja dari sudut mana aja. Pasti cihuy hasilnya." Jelas Jerry.
"Jeng Sella di kamar mandi kamu gak dipasangin kamera kan?" Tanya Ayudhia tiba-tiba.
Raut muka Jerry mendadak berubah. Tampak raut ketakutan menghiasi wajahnya saat empat ibu sosialita itu menatap tajam ke arahnya.
"Em anu, bu sel. Foto yang ini gak usah bayar gak apa. Nanti langsung saya edit sama di upload kayak biasa kan ya. Saya permisi pamit. Terima kasih." Jerry panik dan tergesa menuju ke arah pintu. Beberapa kali Jerry tersandung hampir terjatuh. Saat sampai di depan pintu ia berusaha mendorong untuk membukanya, tapi tak berhasil. Jerry melirik ke arah Sella yang memberikan kode untuk ditarik. Pintu pun terbuka, dalam sekejap Jerry menghilang.
"Dasar anak muda zaman sekarang. Nggak ngerti lagi deh maunya apaan." Gerutu Ayudhia.
"Tapi jeng seneng kan, diintipin sama berondong. Hayo, ngaku aja deh." Ledek Gati.
"Hush, jangan mancing deh ya. Kayak situ nggak aja." Ayudhia dan Gati tertawa centil bersama.
"Ini kapan dimulainya jeng. Liat nih cincin aku udah mulai jamuran. Masa aku harus minta ganti baru sama suami aku sih." Ucap Citra dengan nada bosan sambil memainkan cincin di setiap jarinya.
"Sabar jeng, anggota kita kan masih kurang satu." Sella mencoba menenangkan suasana. Tak lama setelah berkata demikian, pintu rumahnya di ketuk oleh seseorang.
Pintu terbuka dengan lebar. Muncul cahaya terang menyilaukan mata. Sesosok wanita menggunakan gaun berkilauan. Setiap kali ia berjalan terdengar bunyi gemerincing. Dengan di sengaja, wanita itu berusaha menunjukkan gelang emas yang memenuhi kakinya. Akibatnya, beberapa kali ia hampir terjatuh. Saat duduk, wanita itu mengurut kakinya perlahan.
"Haha, jeng Widya ini berlebihan deh. Rumahnya jeng kan di depan rumah jeng Sella. Tapi dandanannya udah kayak mau ke pesta konglomerat aja." Ucap Gati sambil tertawa kecil. "Liat tuh, jeng Ayu aja cuma pake daster."
"Eh eh, jangan remehin tante berdaster ya. Kalo udah dikasih berondong, kelar idup lo." Ayudhia, Gati dan Sella tertawa lepas. Hanya Citra dan Widya yang saling tatap memasang wajah angkuh.
"Ya udah yuk mulai. Jangan lupa ya... Hotel di Zimbabwe udah aku beli. Kalo mau mampir boleh aja, tapi buat jeng Widya harganya jadi dua kali lipat." Ucap Citra dengan nada datar.
Widya terkejut mendengar namanya disebut. Matanya menatap tajam ke arah Citra, bibir mengatup rapat, dan tangannya terlipat di dada. Kamera zoom in-zoom out dengan cepat. Tiba-tiba terdengar Sella berteriak.
"Jerry!"
"Ng, anu bu sel. Barang saya ada yang ketinggalan di kamar mandi." Ucap Jerry berusaha menjelaskan. Ayudhia dan Gati berdiri terlihat ingin mendekati dirinya. Badannya bergetar hebat, keringat sebesar biji jagung keluar dari dahinya. Dengan refleks Jerry berlari pergi menjauh.
"Hih, giliran macan betinanya udah bangun dia kabur. Dasar berondong setengah mateng. Awas aja kalau nongol lagi. Langsung kuterkam, liat aja."
"Apanya yang mau diterkam jeng Ayu?" Tanya Gati iseng.
"Semuanya." Ayudhia dan Gati tertawa centil bersama.
Widya berdehem. Ayudhia dan Gati sudah duduk kembali. Terdengar suara Widya yang kecil tapi nyaring. Kalau diibaratkan, seperti nyamuk yang tak terlihat. Hanya terdengar bunyi 'nging-nging' bikin kepala pening.
"Betewe, anak jendral masuk bus way. Yang kemarin di penjara udah ditebus belum ya. Kok bisa-bisanya beli hotel di Zimbabwe sih."
"Itu sih urusan kecil. Nih, saya telpon suami. Langsung lunas!" Citra tak mau kalah. Dia ambilnya handphone. Jemarinya sengaja dibuat lentik agar terlihat cincin mahalnya. Sebuah nama terpampang di layar handphone miliknya. Bebep Afa. "Beb, tebus aku ya di penjara Somalia. Se... Ka... Rang!" Terdengar suara terkejut dari Afa. Namun langsung dimatikan oleh Citra. "Bereskan." Ucap Citra dengan senyum penuh kemenangan.
"Hih, cuma segitu sih kecil. Suami aku jauh lebih hebat." Widya memencet sebuah nomor di handphone miliknya. Tertulis disana, Entis unyu kecayanganku celalu. Setiap kali terdengar nada sambung, dengan sengaja Widya mengerakkan kakinya. Sehingga terdengar suara gemerincing dari gelang kaki yang ia pakai. "Sayang, kamu jadi kan mau beli gedung Burj Khalifa? Saran aku sih, batalin aja sayang. Kamu beli Dubainya aja sekalian. Sama aku mau pangeran Dubainya satu ya sayang. Makasih, love you. Muah muah." Terdengar suara kebingungan Entis, tapi sambungan telepon langsung dimatikan Widya.
"Ya elah, cuma segitu doang? Nih, saya telpon suami biar jemput pulang pake jet pribadi. Langsung di depan rumah jeng Sella." Saat telepon tersambung, terdengar Afa mencoba mencari penjelasan. "Beb, aku gak mau tau. Pokoknya dari pintu rumah jeng Sella sampai ke pintu pesawat harus pakai karpet merah. Okey."
"Tapi jeng, rumah jeng Citra kan di sebelah. Lagian jalanan di komplek kita kecil. Nanti pesawatnya parkir dimana?"
Citra menatap Sella dengan tatapan penuh arti. Telunjuknya di majukan ke dekat bibir Sella. "No no no. Okey." Sella mengangguk lalu terdiam.
"Tau nggak sih, kalau harga tank lebih mahal dari pesawat jet. Nih, ku telpon suami biar jemput pakai tank." Sambil menghubungi Entis, Widya berjalan ke arah pintu. "Oh, udah di depan ya sayang? Apa? Tank amphibi? Yang bisa jalan di air juga itukan? Ih, so sweet banget sih kamu."
"Apa beb!? Kamu mau jemput aku pakai kapal induk? Yang diatasnya bisa ditaro pesawat jet kita? Aduh, kamu perhatian banget sih. Makasih loh ya." Sahut Citra tak mau kalah.
"Sayang, aku nggak mau dijemput pakai tank. Aku maunya pakai kereta cepat Shinkansen yang di jepang itu loh. Ho'oh, sekarang ya. Disini panas banget nih."
Tanpa disadari, Widya dan Citra saling berdempetan saat hendak keluar. Keduanya saling dorong hingga terjatuh, lalu berguling ke halaman depan rumah Sella.
"Gimana nih jeng Sella, masa kita main monopoli aja nggak selesai-selesai." Tanya Gati menyadarkan Ayudhia dan Sella yang bengong sampai ternganga.
"Ya udah deh, liat besok aja ya jeng. Saya mau berjemur di loteng dulu aja deh. Pusing." Ucap Sella sambil mengurut pelan kepalanya.
"Hm, ya sudah. Jeng Gati kita pulang minta dijemput berondong aja yuk." Ayudhia berkedip genit ke arah Gati.
"Hayuk." Ayudhia dan Gati tertawa centil bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keluarga Bencana
HumorAfa harus bertanggung jawab atas kelakuannya di masa yang lalu. Jika tidak, Anggun anak sulungnya, akan selamanya dikutuk menjadi jomblo. Citra, istri Afa, merasa gaya hedonnya masih bisa disaingi oleh Widya tetangga seberang rumah. Tak mau tahu ba...