Bencana ke Delapan : The Dede Gemas Hunter

102 6 2
                                    

Seminggu sebelumnya...

Di sebuah cafe yang tak jauh dari kampus, Evan tampak tenang menghembuskan asap dari rokok yang dihisapnya. Namun baru hisapan kedua, Evan terbatuk-batuk.

"Yaelah elu bang, sok gaya mau ngerokok. Eek aja masih jongkok lu ah," ucap Andre sembari memberikan minum ke Evan.

Setelah agak reda batuknya, Evan angkat bicara.

"Heh, gue abang lu ya. Nggak sopan banget lu."

"Iya bang iya, cuma beda beberapa menit doang elah. Sombong banget."

"Eits, itu membuktikan kalo gua lebih jago dalam mencari lobang."

"Jago cari lobang tapi nggak jago cari duit percuma aja bang."

"Apa hubungannya?"

"Cewek zaman sekarang punya standar tinggi bang. Baca nih di medsos, cewek perawan mau dinikahin kakek-kakek pakai mahar satu milyar! Lo mau jadi kakek-kakek dulu baru kawin! Yang ada, baru sedetik digoyang udah encok kali. Hahahaha."

Evan tak berkutik. Perlahan dia berjalan menuju salah satu sudut cafe lalu jongkok dengan penuh penderitaan. Sebuah lagu sendu mengiringi kesedihannya

Oh tuhan... Ku ingin Ayudhiaa... Mau Widyaa... Sama Citraa... Namun apa dayaaa...

"Yak elah, harusnya gua duluan yang lahir. Bokap sih nggak ngajarin gua cara nyari lobang. Hih!" Andre tampak sebal melihat tingkah Evan.

====
"Oi Nizar, sini lo!"

Nizar yang sebenarnya hanya sedang lewat depan laboratorium kampus menengok ke arah orang yang memanggilnya. Rupanya Arief si mahasiswa terabadi di kampus.

"Eh, ada apa bang?"

"Sini masuk."

Nizar masuk ke dalam laboratorium yang memiliki suasana berbeda dari laboratorium kebanyakan. Aroma dupa begitu kental menusuk indera penciuman. Beberapa keris terpajang dengan rapih di salah satu dindingnya. Bunga dengan beraneka warna tampak sengaja ditebar di setiap sudut ruangan. Arief yang menggunakan baju lab warna putih dan juga sorban putih tampak menyimpan beban besar dipundaknya.

"Lo mau lulus nggak zar?"

Pertanyaan Arief menusuk tepat di jantung Nizar. Seketika Nizar terdiam, matanya melotot.

"Kalau elo mau, gue ada proyek yang bisa kita kerjain bareng nih. Gue yakin banget nih, kalau proyek ini sukses. Predikat mahasiswa abadi kita akan segera musnah, hilang, lenyap, dan kita akan menjadi manusia merdeka selamanya."

Mata Nizar tampak berkaca-kaca.

"Wuih, sampe mau nangis gitu elu zar. Oke, jadi gini proyeknya. Kita akan buka jasa konsultan kesurupan. Tapi yang membuat kita beda dengan jasa konsultan lain adalah kita berseragam seperti mafia. Gimana? Kerenkan?"

Nafas Nizar tampak berat, terdengar senggukan di setiap tarikan napasnya.

"Tapi kita butuh dua orang lagi zar. Sama satu cewek buat admin kantor kita. Lo bisa bantu nyari?"

Nizar menganggu, sembari menyeka air matanya.

"Ada yang mau lo tanyain?"

Dengan terbata Nizar berusaha berbicara.

"Bang, elu belom cebok ya?"

Kali ini Arief yang terdiam. Dengan perlahan, ia meraba pantatnya. Sedetik kemudian, Arief memasang wajah polos seakan tak pernah melakukan dosa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 13, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Keluarga BencanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang