Humko humise churalo
Dil mein kahin tum chupallo
Hum akele ho na jaayen
Door tumse ho na jaayen
Paas aao gale se laga loBunyi gendang perlahan menghilang. Penari latar mulai mencari posisi nyaman untuk beristirahat. Lagu pun berakhir, penonton membubarkan diri. Lelaki berambut panjang itu menghampiri perempuan pendamping tarinya.
"Dhanyavad, tarian kamu semakin bagus aja. Ini buat kamu." Ucap lelaki itu sembari menyodorkan sebuah amplop.
Perempuan itu menggeleng, menolak dengan halus amplop yang diberikan. "Aku menari untuk kebahagiaan aku. Andai kamu mau membuka hatimu. Tarian kita tentu akan semakin indah."
"Maafkan aku." Lelaki itu tertunduk, sang perempuan pun berlalu. Setelah bayangan perempuan itu menghilang, ia mencari tempat duduk yang nyaman di cafe yang tak jauh dari tempatnya berdiri.
Suasana cafe tampak ramai. Nuansa india amat terasa di setiap sudutnya. Beberapa pelayan wanita memakai pakaian khas india dengan bagian perut terbuka. Lagu india yang ceria ikut meramaikan suasana. Tapi tidak bagi lelaki berambut panjang dan berkumis tipis itu.
Kumisnya bergerak-gerak ketika tertiup angin kipas yang mencoba mengusir panas. Lelaki itu tampak gelisah di tempat duduknya. Sesekali ia mengecek handphone miliknya, seakan berharap seseorang memberikan kepastian untuknya. Dihembusnya napas yang memenuhi rongga dada. Lelaki itu kembali melihat ke sekitar, seakan berharap seseorang datang dan membawanya pergi dari keramaian. Menuju dekapan dibawah bintang, berselimut sunyi, berbagi detak kehidupan yang bergemuruh di dalam pelukan.
"Aku sudah datang dari tadi. Tarian kamu makin bagus." Ucap seorang perempuan yang membuat si Lelaki menoleh ke belakang.
"Rienda."
"Kamu juga kelihatan cocok banget sama dia."
Mereka berdua terdiam. Waktu seakan berhenti.
"Yodika, kamu harus belajar melupakan aku. Mau sampai kapan kamu akan seperti ini. Semua ini jadi beban buat aku." Keluh Rienda.
"Maaf, kalau aku nggak pernah bisa nurutin kemauan kamu. Aku selalu merasa, kalau aku ini seharusnya dilahirkan di India. Andai dulu orang tua aku sudah punya kartu BPJS."
"Stop plis stop. Aku yakin kamu bisa. Kamu bisa berubah Yodika. Apalagi cuma buat nggak pakai baju yang, bahkan perut kamu aja nggak ketutup."
Seluruh pengunjung cafe melihat ke arah Yodika. Tampak seorang lelaki bertubuh kurus tinggi, memakai baju lengan panjang tapi bagian perutnya terbuka. Kalau saja tak berkumis, sudah pasti ia jadi rebutan para lelaki.
Yodika menghampiri Rienda. Ia memberikan kode ke pemilik cafe untuk memutar salah satu lagu. Tak lama bunyi gendang pun kembali terdengar. Pengunjung cafe mulai berdiri satu per satu mengikuti irama. Dengan cekatan Yodika meraih tangan dan juga pinggang Rienda, lalu mengajaknya menari.
"Ikuti iramanya aja sayang..." Bisik Yodika dengan senyum manja di telinga Rienda.
Rienda memegangi perutnya yang mendadak terasa mual. Dilihatnya piring bekas makan Yodika. Terlihat disana masih tersisa potongan jengkol yang belum habis. Dan sekarang, Yodika memaksanya ikut menyanyi dan menari. Sebuah kombinasi racun mematikan yang sempurna.
Chal Chaiyya Chaiyya Chaiyya Chaiyya
Chal Chaiyya Chaiyya Chaiyya Chaiyya
Chal Chaiyya Chaiyya Chaiyya ChaiyyaSaare Ishq Ki Chaaon Chal Chaiyya Chaiyya
Saare Ishq Ki Chaaon Chal Chaiyya Chaiyya
Paanv Janat Chale Chal Chaiyya Chaiyya
Paanv Janat Chale Chal Chaiyya ChaiyyaIrama gendang semakin semarak. Pengunjung cafe menari serempak dengan gerakan Yodika. Mereka menari ke kanan dan ke kiri. Beberapa orang yang kebetulan lewat mulai ikut menari. Rienda terombang-ambing tubuhnya diputar-putar oleh Yodika. Ada sedikit busa yang keluar dari mulut Rienda.
Di sisi lain yang tak jauh dari keriuhan, terlihat seorang perempuan sedang menjambak rambut seseorang.
"Dasar Coyot lelaki kardus, lelaki karpet, lelaki kencrot, lelaki mencret!" Ucapnya dengan kesal sambil berlinangan air mata.
"Aduhhh, sakit Audiiiiii... Jangan dijambak teruss..."
Audi melepas rambut Praha, tampak beberapa helai rambut tercabut dan tertinggal di tangannya. Dengan berusaha menahan tangisnya, Audi berlari pergi menjauh dari keramaian.
"Oi, amplop lu tadi buat gue aja yaaa..." Teriak Praha. Namun Audi terus berlari. "Hm, cewek kan pemalu. Kalau dia ditanya terus diem aja itu artinya iya. Mantap, malam ini gue makan enak." Sambil bersiul Praha berjalan menghampiri Yodika yang masih asyik menari.
Rienda sudah tak tahan. Bau jengkol dari mulut Yodika sudah membuat perutnya mual. Ditambah, Yodika berulang kali memutar-mutar dirinya. Sehingga pada saat Yodika kembali memutarnya, Rienda hilang kesadaran. Ia terlempar, jatuh tertimpa meja yang ditabraknya.
Yodika melihat ke arah Rienda yang sudah tergeletak tak berdaya. Matanya melotot. Raut wajah panik perlahan terlihat. Tangannya menutup mulutnya yang menganga. Sesaat kemudian baru terdengar suara. "Riendaaaa!!!!"
Dengan tergesa Yodika mengangkat kepala Rienda, lalu memangkunya. Ditepuknya perlahan pipi Rienda. "Riend, sadar riend." Tapi tak ada jawaban.
"Kasih napas buatan aja mas." Celetuk seorang pengunjung.
Yodika mengangguk, tanpa perlu disuruh dua kali ia segera memajukan bibirnya. Sedetik kemudian, sebuah tamparan mendarat tepat di pipinya. Yodika meringis kesakitan. Mata Rienda terlihat sedikit terbuka.
"Yot, maafin aku. Bukannya aku nggak bisa ngertiin kamu. Tapi, aku bener-bener nggak bisa pakai baju dengan perut terbuka kayak kamu." Ucap Rienda yang terdengar lemah.
"Kenapa? Kita kan bisa jadi pasangan paling hitz di sepanjang abad."
"Karena... Karena..."
"Karena apa Rienda?" Yodika memburu ingin tahu.
"Karena, udel aku bodong." Rienda refleks menutup mukanya dengan tangan. Pengunjung cafe yang tadi berkerumun membubarkan diri secara teratur. Musik dimatikan. Terdengar suara nyamuk yang masuk jebakan.
Sesaat kemudian handphone Yodika bergetar. Terlihat di layar handphone sebuah nama, ATM UNLIMITED.
"Ya, ada apa?" Tanya Yodika.
"Coyoooooottt... Kamu dimana? Ini gawat darurat! Bella kabur lagi!!!!" Teriak Afa diseberang sana.
Tampak raut kebingungan di wajah Yodika. Dilihatnya Rienda yang kembali pingsan sambil menutup wajahnya. Dengan santai ia menjawab telepon Afa.
"Ya udah pak, suruh Bella kaburnya ke mall aja. Saya ada di cafe india deket sanggar tari."
"Oh, gitu. Ya udah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Keluarga Bencana
MizahAfa harus bertanggung jawab atas kelakuannya di masa yang lalu. Jika tidak, Anggun anak sulungnya, akan selamanya dikutuk menjadi jomblo. Citra, istri Afa, merasa gaya hedonnya masih bisa disaingi oleh Widya tetangga seberang rumah. Tak mau tahu ba...