Bencana ke Lima : Bella Sawan

112 10 17
                                    

Bella terlihat sangat bahagia untuk yang ke seribu kalinya. Adegan di film tersebut selalu sukses membuatnya terbayang-bayang. Bella mengambil guling yang ada di sisinya. Guling itu dipeluk erat seakan-akan ia adalah kekasih impian yang selama ini dinanti. Beberapakali Bella berguling ke kanan dan kiri. Hingga akhirnya terdengar bunyi ring tone handphone miliknya.

'Tekotek-kotek-kotekk... Anak ayam turun sejuta. Tekotek-kotek-kotekk... Mati satu tinggal sembilan ratus ribu, sembilan puluh sembilan ribu, sembilan puluh...' Beruntung Bella segera mengangkat teleponnya. Kalau tidak, bencana kali ini adalah, kita harus menghitung berapa anak yang masih hidup.

"Halo, siapa ya?"

"Loh, beb. Ini aku Gio, pacar kamu." Jelas suara dari seberang sana.

"Nggak mungkin. Pacar aku namanya Edward, kamu pasti Jacob kan. Plis, aku kan udah bilang. Hubungan kita sebatas teman. Udah ya jangan ganggu aku lagi pliss..."

"Bentar beb, kamu abis nonton film apa? Beb... Beb... Jangan dimatiin dulu..." Tak lama terdengar bunyi tut-tut beberapa kali.

Bella rebah, matanya menerawang menatap ke langit kamarnya.

"Abang Edward, aku akan selalu jadi milikmu. Abang jangan cemburu ya sama si Jacob. Dia cuma temen aku kok bang. Abang nggak percaya? Gigit aku bang, gigit biar aku jadi vampir kayak abang."

Bella kembali memeluk gulingnya erat, kemudian kembali berguling ke kanan dan ke kiri. Hingga akhirnya. 'Gedebuk!' Bella bangun terduduk meringis sambil memegangi kepalanya yang nyeri terbentur lantai.

***
Di halaman rumah, Afa tampak berusaha menenangkan Citra yang ngambek. Di tangannya masih tergenggam buku tahunan yang belum sempat disimpannya kembali.

"Ayo dong ma, maafin papa ya. Rumah jeng Sella kan disebelah. Kalau mau pakai kapal pesiar kita."

"Kapal induk!" Citra memotong perkataan Afa.

"Oke, kapal induk. Papa bingung naronya dimana. Atau papa taro di ember aja ya. Jadi nanti jalannya muter, terus ada bunyi 'tek-tek-tek' nya gitu." Afa tersenyum sendiri membayangkannya.

"Nggak lucu pa! Terus itu papa ngapain bawa-bawa buku tahunan? Mau ngehubungin mantan?!"

"Bu, bukan ma. A, anu, papa cuma mau..." Afa menjawab dengan terbata-bata. Beruntung seseorang memencet bel rumah, sehingga Afa punya alasan untuk menghindar dari pertanyaan istrinya. Dengan kesal Citra masuk ke dalam rumah, sementara Afa membuka pintu pagar.

"Eh, om yang buka pager. Kirain coyot." Gio segera mencium tangan Afa.

Melihat Gio yang datang, Afa memasang muka sangar. "Ada perlu apa ya?"

"Anu om, saya mau ngajak Bella nonton di bioskop."

"Oh, gitu... Om diajak juga nggak?"

"Ya, nggak lah om. Nanti kalau om ikut, saya nggak bisa beli tiket duduk di tempat yang paling pojok." Jelas Gio sambil nyengir.

"Kamu bilang apa barusan?"

"Eh, anu om. Celana boxer om lucu, gambar hello kitty kayak punya adek cewek saya."

Afa salah tingkah. Ia berusaha menutupi celana boxernya dengan buku tahunan. Pantas saja, jeng Gati dan jeng Ayudhia melihatnya dengan mata genit sambil menahan tawa.

"Ya sudah, masuk sana. Bella ada di kamarnya, kamu tunggu di ruang tamu."

***
Gio mengamati keseluruhan bagian ruang tamu. Tampak pernik-pernik yang cukup unik. Beberapa pernak-pernik memiliki tanda pengenal berasal dari negara mana. Sebuah batu giok berwarna hijau dari Cina. Gading gajah dari Thailand, dengan tambahan tulisan kecil dibawahnya, imitasi. Dan yang paling aneh adalah, koteka dari papua. Dibawahnya pun ada tulisan kecil yang harus dibaca dari jarak dekat. Benda ini diambil saat pemiliknya sedang pipis. Gio bergidik lalu kembali duduk di sofa.

"Eh, kirain siapa yang dateng. Mau ketemu Bella ya? Gimana kalau sama tante aja." Ucap Citra sambil mengedipkan matanya.

Gio semakin bergidik ngeri.

"Maksud tante, ngobrolnya sama tante dulu aja. Bella lagi dipanggil papanya."

Gio menghembuskan napas dan kembali duduk dengan tenang.

"Gimana bisnis kamu? Lancar? Tante juga mau dong dibisnis-in." Ucap Citra sambil mengedipkan mata dan menjulur-julurkan lidahnya.

Gio waspada tingkat tinggi. Dengan perlahan ia mencoba menuju pintu untuk menyelamatkan diri. Tiba-tiba terdengar suara teriakan Afa dari lantai dua.

"Bella, kamu mau kemana nak! Aduh! Nanti kalo talinya putus kamu jatuh bagaimana?!"

"Aku mau cari Edward pa. Takdir aku se-hidup se-mati sama dia. Aku nggak mau Jacob ngerusak hubungan kita!"

Mendengar suara Bella, Gio segera keluar untuk menghampiri asal suara. Di halaman terlihat Bella berpegangan erat ke sebuah tali buatan dari bahan yang tidak lazim.

"Bella."

"Jacob, kamu jangan coba-coba mendekat. Atau aku bunuh diri pakai tali beha ini!" Melihat Gio terdiam, Bella mempercepat aksi nekatnya turun dari jendela kamarnya di lantai dua memakai beha yang disambung menjadi satu. Saat kakinya menyentuh lantai, dengan cekatan Bella berlari keluar melewati celah gerbang yang masih terbuka.

"Aduh, kok pakai lupa nutup gerbangnya lagi sih." Teriak Afa yang masih di lantai dua. "Gio cepetan sana kejar Bella."

Gio tersentak. "Iya om!" Saat berlari melewati beha yang diikat saling menyambung, sekilas terlihat merek asal pembuatnya. Made in Madura, 100% tali baja asli. "Wiiih, pantesan nggak putus."

Bella yang sudah berada di dalam bajaj, melihat ke belakang. Tampak Gio mengejar dirinya memakai motor.

"Bang, ayo bang... Jalannya lebih cepetan lagi." Rengek Bella.

"Iya neng, ni udah gas poll. Ngomong-ngomong kita ini mau kemana neng?"

"Volturi, aku yakin mereka bisa nolongin abang Edward kesayangan aku." Ucap Bella sambil terisak pelan.

"Aduh, Volturi ntuh sebelah mananya Tanah Abang ya." Gumam abang bajaj.

Keluarga BencanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang