Jika menyukaimu adalah awal dari semua rasa sakit ini, tak apa, aku tak menyesalinya.
Jika perasaan ini berkata salah, tak apa, aku tetap akan selalu mengatakannya benar.
Jika hati ini meminta untuk pergi, tak apa, aku akan tetap di sini.
Hari itu, hujan turun sangat deras. Aku bersandar di pilar besi halte yang begitu menusuk kulitku dengan kondisi dinginya. Tak ada satupun kendaraan yang melintas di depanku. Sampai satu mobil bercat hitam metalic berhenti tepat di depanku.
Untuk beberapa detik, aku memandangi mu yang hampir basah kuyup tanpa berkedip sedikitpun. Begitu juga dengan kau yang memandangku dengan lekat. Sampai suara gemuruh yang sangat kencang menyadarkan kita dari tatapan itu.
Aku tersenyum, kau pun sama.
Di hari itu, untuk pertama kalinya, kau berbicara padaku. Kau membawaku masuk ke dalam mobilmu yang terparkir di depan. Entah berapa juta kupu-kupu yang berterbangan di perutku saat itu, saking senangnya kau berbicara padaku.
Suasana tak secanggung yang kubayangkan sebelumnya, dari situ aku mulai merasakan apa rasanya memiliki sebuah perasaan. Mulai hari itu, aku begitu suka saat kau tersenyum dengan begitu manis di hadapanku, saat kau tertawa sampai meninggalkan garis mata yang hanya segaris, dari sana aku mulai menyadari, aku menyukai segala sesuatu yang ada pada dirimu.
Kita sudah mencapai di puncak tertinggi dari semua gunung tertinggi yang ada di bumi. Dari semua hari yang mulai kita lewati bersama, dan dari jutaan ton air hujan yang membasahi tubuh kita. Di saat puncak itu pula, aku mulai mendengarkan perkataan temanku.
Kalau menyukaimu itu, hanya mengundang ribuan pisau yang perlahan menusuk dengan pelan di tubuhku. Tapi tak apa, aku tak menyesal telah mengundangnya.
Saat aku mengetahui kau bersamanya, saat itu pula aku menyadari jika perasaan ini berubah menjadi kata sejuta makna, cinta. Perasaanku berkata salah, tapi aku tetap membenarinya.
Sampai akhirnya kata pergi mulai menyerangku, tapi aku tetap menetap. Saat fakta itu datang. Kau tak pernah menganggapku lebih, perlahan kau menjauhiku, dan perlahan kau meniup semua memori itu dalam pikiranmu.
Mungkin sampai sekarang aku tetap yang dulu. Yang menyukaimu dalam diam, lalu berubah mencintai saat kau beranjak pergi.
Terima kasih, kau sudah menancapkan benang sampai ke akarnya, yang membuatku lupa akan kata PERGI.
-Nucasolo
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara vol.1
Random"Percayalah, rancangan diksi dapat membawamu kedalam hidup yang menghidupkan." [S e l e s a i] Highest rank #71 in poetry.