Dua

3.8K 78 12
                                    

Bel istirahat telah berbunyi. Nando buru-buru memasukkan bukunya ke dalam tas. Sekarang ia akan ke perpustakaan, bukan untuk membaca buku-buku tentang pelajaran sih, tapi untuk meminjam beberapa buku sastra kesukaannya. Terkadang dengan membaca beberapa buku sastra lama ia akan merasa tenang dan menemukan inspirasinya, meskipun bahasa yang ada dalam sastra lama itu terasa njelimet dan membutuhkan penalaran ekstra dalam memahaminya. Diam-diam Nando ternyata senang menulis lagu dari inspirasi yang didapatnya itu. Meskipun, ia belum pernah membagi hal itu pada siapapun dan lebih suka memainkannya sendiri di balkon kamarnya jika ada waktu senggang. Biasanya di malam hari selepas belajar ataupun membaca buku favoritnya.

"Kenapa loe ngga masuk jurusan sastra aja sih Nan? Kok loe malah masuk Ipa sih?,"Nando ingat, itu adalah pertanyaan Gino, Georgino Adriansyah Sirait. Teman sebangkunya waktu di kelas 10. Siang itu ia memberi tau Gino bahwa ia hanya menjalankan hasil tes yang menyatakan ia 'layak' masuk kelas Ipa saat tes masuk jurusan pada kenaikan kelas 11. Lagian dia juga pengen jadi dokter.

"Yey! Beda kali hobi sama minat. Gue emang suka sastra sama musik sih, tapi 'kan cita-cita gue dokter,"Nando nyengir menjitak Gino yang berada di sebelahnya. Yang dijitak malah balas nyengir dan mengusap-usap pelipis yang tadi dijitak oleh Nando.

"Woy! Ngapain loe bengong di depan pintu perpus?"Nando terperanjat dari ingatannya ketika merasakan seseorang menepuk bahu kanannya. Ia menolehkan kepalanya dan lebih kaget karena mendapati orang yang baru saja diingatnya barusan telah berdiri di belakangnya.

"Wih..., sombong betul loe Nan. Iya sih sekarang loe jadi anak ipa, terus band loe juga yang paling bagus, yang bakalan mewakili sekolah ke provinsi. Terus loe jadi sombong gitu sama patner sebangku loe waktu kelas 10, loe masih culun banget waktu itu,"Nando mendengarkan Gino yang mulai nyerocos. Ini anak mulutnya kaya anak cewek. Pikir Nando.

"Sombong kayak mana lah? Gue ngerasa nggak pernah nyombongin loe,"Nando berkata dengan nada bergurau,"Playboy kayak loe kan pastinya selalu sibuk sama gebetan-gebetan loe. Mana ada waktu buat kumpul sama kawan lama?"

"Ya udah deh terserah loe. Oh iya anak rajin, gue mau pinjem buku dulu. Males gue kalau musti bawa berat-berat dari rumah, mending minjem aja di perpus terus kalau udah kelar dibalikin, 'kan gampang?". Dasar! Inilah contoh murid yang tak patut ditiru. Nando menatap ke arah orang di hadapannya tersebut.

Nando melongo. Gino masuk duluan dan ia mengikutinya dari belakang. Kemudian pergi menuju rak khusus yang menyimpan buku-buku sastra yang kata mereka "non pelajaran". Padahal asal mereka tau, dari buku-buku itu juga terdapat banyak pelajaran bagi Nando. Matanya mulai menelusuri satu persatu judul buku di deretan rak itu lalu terhenti pada satu buku yang berjudul "Sebelas Kunang-Kunang*" sebuah buku antologi cerpen.

"Sepertinya buku ini menarik,"kemudian ia mengambilnya. Menyerahkannya kepada penjaga perpus untuk didata sebagai buku pinjaman, karena ia berniat membaca buku itu setelah pulang ketika mendengar bel masuk yang telah berbunyi.

Nando bergegas menuju kelasnya, namun baru beberapa langkah dari perpustakaan ada seseorang yang memanggilnya. Ia menolehkan kepalanya dan mendapati Pak Ihsan, pelatih bandnya. Beliau tersenyum, "Nando kamu dan teman-teman bandmu nanti sepulang sekolah kumpul dulu ya. Ada meeting mendadak untuk persiapan perwaklian FLS2N ke provinsi yang dilaksanakan 5 hari lagi nanti."

***

Pradhinka segera mengemasi buku-bukunya setelah bel pulang berbunyi. Hari ini ia akan mencoba saran Isti untuk ikut ke dalam organisasi Rohani Islam (Rohis) di sekolah. Sebenarnya sudah sejak sebulan lalu ia aktif bertanya-tanya ke Isti tentang organisasi ini. Lalu mulai perlahan memberanikan diri untuk belajar berhijab dan baru sehari kemarin hatinya benar-benar memutuskan untuk gabung.

Ketika Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang