Enam

1.5K 38 3
                                    

Jumat, 22 Mei 2014. Dua hari setelah Pradhinka mencoba curhat pada sahabat-sahabatnya di bendungan sore itu. Ia merasa ada yang aneh dari diri Tika, entah itu perasaannya saja atau bagaimana? Sahabatnya itu seperti menghindarinya dengan sengaja.

******

"Tik, ngapa loe berangkat duluan tadi? Biasanya juga kan loe selalu nungguin kita!"protes Putra tadi pagi ketika mereka baru sampai di kelas dan mendapati anak itu sudah duduk di bangkunya.

"Eh sorry ya, gue buru-buru mau cari contekan PR bahasa Inggris di sekolah sih,"Pradhinka mengamati raut wajah Tika yang seperti enggan menatapnya.

"Ah! Dasar loe,"Putra menjitak kepala Tika,"Loe 'kan tau si Pradhinka jago kalau urusan Bahasa Inggris. Loe itu sengaja ngehindar 'kan? Kita sahabatan udah lama lhoh, jadi gue udah apal tabiat-tabiat kalian."

"Ya udah geh kalau loe udah tau. Sana dulu gih! Gue masih pengen sendiri,"Ketus Tika lalu meninggalkan Putra dan Pradhinka begitu saja.

Putra berusaha mengejar cewek itu meninggalkan yang Pradhinka masih mematung di tempatnya. Gue salah apa? Batin Pradhinka.

******

"Ka, ini kertas ulangan Bahasa Inggris loe."

Pradhinka tetap bengong di tempatnya. Sebuah bangku di sudut perpustakaan, mengabaikan buku yang terbuka di hadapannya.

"Eh iya, Put,"dan ia baru menyahut ketika kalimat barusan diulang sampai 3 kali oleh Putra yang membagikan kertas hasil ulangan tersebut. Setelah presentasi selesai pada Jumat pagi itu Miss Linda memang mengadakan ulangan. Lalu hasilnya baru dibagikan seminggu kemudian. Hari ini.

Ah! Pradhinka jadi mengingat kembali kejadian flashdisk itu.

"Loe masih sedih karena Tika ya?"Putra kini mengambil posisi duduk pada tempat kosong di sebelahnya,"atau soal Nando?"ia berbicara dengan nada hati-hati.

Namun sepertinya gelagat itu diketahui oleh -Pak Ihsan- Penjaga perpus sekaligus guru pembina ekstrakulikuler musik tersebut. Beliau memandang sekeliling dan berhenti pada mereka lalu meletakkan telunjuknya di depan mulut. Kemudian menunjuk ke arah tulisan, "Dilarang berisik!" Yang berada pada dinding perpustakaan. Mengingat banyak siswa yang membaca buku di sini. Lagian itu juga udah peraturan perpustakaan, 'kan?

"Maaf Pak,"Pradhinka mendengar Putra mengucapkan itu kemudian merasakan cowok itu telah menarik lengannya ke luar perpustakaan. Ia menepis tangan itu namun tetap mengikuti langkah Putra,"Gue paham konsentrasi loe sedang ngga pada buku. Jadi kita ke luar dulu, gue ngga betah lihat loe sama Tika ngga akur gini."

Putra membawanya ke loteng atas sekolah mereka. Kosong, hanya ada mereka bertiga. Pradhinka tau ini adalah tempat favorit Tika ketika ia sedang tidak mood dengan suasana sekolah. Ia akan terdiam di atap tak terpakai ini, memandang kosong pada suasana istirahat yang hiruk-pikuk di bawah sana. Anak-anak yang berjalan ke kantin melalui lapangan, anak-anak yang bermain bola -entah itu basket atau sepak bola- dan lain sebagainya.

Biasanya dia dan Putra lah yang menemaninya di sini. Hanya sekedar diam dan menemaninya sampai ia bosan dan memutuskan untuk turun saat mendengar bunyi bel masuk. Pradhinka mencoba menyentuh lengan Tika, ia paling tidak suka melihat sikap usil sahabatnya berubah menjadi diam seperti ini.

"Gue salah apa?"Pradhinka menyerahkan selembar kertas hasil ulangan milik Tika yang tadi sengaja diberikan Putra kepadanya. Jadiin itu sebagai awal pembicaraan kalian. Ungkapnya beberapa saat lalu.

Pradhinka mengamati Tika yang menyahut kertas itu dari tangannya. Tanpa menoleh ia melihat Tika mengamati kertas itu, "Hmm..., gue remedial ya? Ya udah pasti sih, gue 'kan bukan anak baik-baik kayak Pradhinka ataupun Isti." Ia melihat Tika yang mengalihkan tatapan sakartis ke arahnya, "Iya 'kan?"

Ketika Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang