Empat

2.2K 41 2
                                    


Rabu 14 Mei 2014. Seminggu setelah pelaksanaan FLS2N tingkat provinsi itu usai. Perwakilan dari sekolahnya belum ada yang lolos untuk lanjut ke lomba serupa di tingkat Asia Tenggara yang akan dilaksanakan 2 bulan lagi di Singapura.

Pradhinka menghampiri Isti yang masih tampak murung di bangkunya, cewek itu memang terkenal perfeksionis di kelasnya. Mungkin, ia masih menyesal karena tak bisa lolos pada lomba tingkat Provinsi tersebut. Meskipun menurut teman-teman sekelasnya bisa lolos sampai situ saja sudah merupakan pencapaian yang hebat.

"Masih sedih ya, Is?"Pradhinka duduk di sebelah si Ketua Rohis tersebut.

Saat istirahat kedua, seusai sholat dzuhur berjamaah di Mushola sekolah mereka enggan untuk ke kantin dan memutuskan langsung balik ke kelas. Melihat wajah murung Isti sedikit mengganggu Pradhinka -biasanya anak ini selalu terlihat ceria-.

"Bukan murung karena kalah lomba kok, tumben kamu kesini Ka, kenapa? Bete gara-gara dua sahabatmu itu hari ini ngga masuk ya?"ia melihat Isti tersenyum tanggung padanya.

"Eh iya, ngga tau nih kenapa mereka orang bisa izin secara kompakan gini. Mana alasannya sama pula! alasan klise, sakit,"Pradhinka menggeleng-gelengkan kepalanya sambil melipat tangan.

"Assalamu'alaikum, Permisi."

"Wa'alaikum salam."

Sontak kedua orang itu menoleh ke arah pintu kelas yang merupakan sumber suara dari salam sekaligus deheman tersebut. Pradhinka mendadak memfokuskan pandangannya ke arah orang tersebut, berusaha mengatur sikapnya senormal mungkin agar gemuruh jantungnya tak terlihat. Nihil! Ia malah salah tingkah. Menjawab salam itu dengan bergumam, berbeda dengan Isti dan anak-anak lainnya yang menjawabnya dengan suara normal.

"Kamu kenapa, Ka?"ia melihat raut keheranan pada wajah Isti saat menanyainya.

"Enggak, kok."

Cowok itu berjalan ke arah mereka. Aduh! Matilah aku, batin Pradhinka. Dia Nando dan dia berjalan ke bangku yang di tempatinya.

"Isti kepala sekolah manggil kamu. Beliau bilang akan kasih penghargaan bagi murid yang berhasil mengikuti lomba sampai ke tingkat Provinsi kemarin."

"Ka! Gue ke ruang kepala sekolah dulu ya."

Pradhinka masih mematung saat kedua orang itu berlalu dari hadapannya.

***

"Isti yang ngobrol sama kamu tadi namanya Pradhinka 'kan?"tanya Nando basa-basi saat mereka baru saja keluar dari ruangan kepala sekolah bersama anak-anak lain yang seminggu lalu juga mengikuti lomba di tingkat Provinsi.
Anak-anak itu malah "berdehem-dehem" menggoda mereka. Dasar tukang salah paham! Batin Nando. Entah kenapa lomba itu membuat pesertanya menjadi akrab dan dekat satu sama lain meskipun mereka berasal dari kelas maupun sekolah yang berbeda.

"Kenapa tiba-tiba nanya soal Pradhinka? Naksir ya?"tembak Isti langsung yang membuat lamunan Nando soal lomba kemarin buyar.

"Ish..., bukan kayak gitu maksudku, dia itu temennya Putra 'kan? Kok kayaknya dieman gitu? Putra itu orangnya usil sih,"Nando menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Memperhatikan ekspresi menahan tawa pada wajah Isti.

"Iya sih kalau sama teman yang belum begitu akrab dia memang orangya agak kaku, padahal dua sahabatnya itu, Putra sama Tika gampang betul sok kenal sama semua orang,"Nando melihat Isti tertawa kecil. Ia sengaja tak berkomentar apapun karena ingin mendengar lebih banyak lagi tentang Pradhinka.

"Tapi diam-diam dia itu punya bakat terpendam lhoh!"raut muka Isti antusias, menarik Nando untuk mengeluarkan kalimat penasarannya,"Bakat apa?"

Sayangnya obrolan mereka harus terputus oleh bel pulang. Kepala sekolah tadi telah memberi tau guru mata pelajaran dari kelas masing-masing bahwa mereka diberi izin untuk tidak mengikuti jam pelajaran terakhir.

Ketika Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang