Bara menghentikan motornya dirumah Kanaya, dengan senyum sekilas terlihat di wajah Kanaya .
"Makasih untuk hari ini."Bara membalasnya dengan senyum.
"Lega ya udah tahu semua tentang Pangeran?"Mata Kanaya membelalak.
"Apa deh lo Bar. Gue cuma pangen tahu itu doang kok, udah sana balik."
Tangan Kanaya mengusir Bara agar cepat pulang.Bara mencubit hidung Kanaya.
Kanaya meringis kesakitan.
"Oke, kalau suatu saat lo sampe suka sama Pangeran ya jangan lupa bahagia aja. Yakali gue nginep rumah lo."Kanaya mendengus kesal tanpa menjawab perkataan Bara ia langsung memutar badannyadan segera masuk kedalam rumah.
-❣❣❣-
Bola yang di tendang Pangeran masuk kedalam gawang lawan, Pangeran mengeluarkan senyum kemenangan pada Bara. Bara memabalas senyum itu dengan senyum sinis, Bara kembali menggocet bola yang di kuasai Pangeran kini bola dikuasai olehnya. Pangeran lengah lalu ia jatuh tersungkur di lapangan saat bola yang di gocet Bara masuk kedalam gawangnya. Bara segera berlari dan menghampiri Pangeran, Bara menyodorkan tangan kepada Pangeran entah Pangeran malah menepisnya dengan cepat dan segera berdiri memegangi luka di tangannya.
Kanaya yang melihat aksi itu dari kejauhan sangat membingungkan dirinya.
Bara masih menatap Pangeran dalam-dalam."Sampai kapan sikap asing lo ini masih melekat di diri lo sendiri?"
Tanya Bara dengan serius. Pangeran mengalihkan pandangannya dan merapikan seragamnya."Sampai gue bener-bener ikhlas sama yang semuanya terjadi."
Balas Pangeran datar lalu memutar balikan badannya berlawanan dengan Bara."Bodoh!!! Ikhlas atau gak ihklasnya pada kejadian waktu itu tetap aja semua gak bisa di ulang agar kejadian itu gak terjadi lagi."
Bara kali ini meninggikan nada pembicaraannya."Dan gue udah buat Sarah mati. Terutama temen deket lo itu, Rena."
Pangeran meninggalkan Bara yang masih berdiri tegang di lapangan. Tangan Bara sudah mengepal dengan erat, ingin rasanya menonjok Pangeran tetapi ia masih mampu mengendalikan emosinya.Kanaya segera turun dari tangga dan menghampiri Pangeran, ia takut jika menghampiri Bara pasti ia akan kena marah. Kanaya menghempaskan nafas lega karena sudah sampai depan uks. Kanaya membuka pelan pintu uks dan di depan sudah ada sosok Pangeran yang sedang mencari obat.
Pangeran yang sadar dengan kehadiran seseorang itu ia menoleh kebelakang.
"Kanaya."Kanya tersenyum kikuk lalu mendekati Pangeran.
"Maaf gue lancang, lo lagi nyari apa?""Obat luka."
Balas Pangeran dengan datar dan kembali mencari obat.Kanaya melirik di sampingnya ada obat yang terjatuh. Lalu Kanaya mengambilnya dan segera memberikan pada Pangeran.
"Makasih."
Kanaya menganggukan dagunya. Lalu ia mengambil kursi.
"Butuh bantuan?"
Tanya Kanaya memecahkan kesepian."Gak perlu, kamu ngapain disini?"
"Ngikutin lo."
Balas Kanaya dengan cengiran, dan seketika Pangeran menatap Kanaya. Wanita yang kini sering mengganggunya."Apa kamu tadi liat saya--"
Pertanyaan Pangeran terputus saat Kanaya memotong pertanyaan Pangeran."Iya lo jatuh pas main bola terus ngomong-ngomong gak jelas sama Bara. Kalau aja gue liatnya dengan jarak deket pasti gue bisa nguping apa yang kalian omongin. Sayangnya gue dari lantai 3 jadi gak kedengeran, biasanya kuping gue tajem banget kalau buat nguping."
"Dasar kepo."
"Kepo itu peduli."
Kanaya mengeluarkan senyum manisnya."Gak usah banyak omong. Tolong obatin sikut saya, saya kesusahan buat ngobatinnya."
Pangeran mendengus pasrah dengan sikap cerewet Kanaya."Gitu dong, jadinya gak sia-sia gue kesini."
Kanaya kembali berdiri dari duduknya dan menutulkan luka Pangeran dengan kapas dan obat tadi."Gak ada yang nyuruh kamu kesini."
Wajah Pangeran masih datar dengan iming-imingan Kanaya.Kanaya mengerucutkan bibirnya dan mengobati Pangeran dengan kasar, Pangeran merintih kesakitan dan menggerutu kepada Kanaya.
"Gue cuma mau nanya lo tadi kenapa sama Bara?"
Tanya Kanaya yang membuat Pangeran kembali diam."Bukan apa-apa, masalah yang udah lama."
"Gue tau kali apa yang terjadi sama lo dan Bara. Dan Bara udah menceritakan semuanya ke gue, gue cuma penasaran."
Kanaya kembali mengobati Pangeran dengan hati-hati dan mencoba untuk tidak gugup."Kamu sama kayak orang lain ya! mencari tahu karena penasaran bukan karena peduli."
Ucapan Pangeran sukses membuat Kanaya tiba-tiba lemas, apa dirinya salah. Ia hanya ingin mencoba peduli walau dipikirannya sendiri juga bingung mengapa ia harus mencari tahu."Gue peduli karena Bara sahabat gue. Gue pangen lihat senyum lo aja, oke kita baru kenal. Tapi apa salah gue mau berteman sama lo, mau memperdalam lagi untuk mengenal lo."
Kanaya mencoba mengatur dirinya, Kanaya tersenyum tulus kini. Dan kedua mata itu saling menatap dalam-dalam.Pangeran memegang tangan Kanaya yang sedang mengobatinya. Jantung Pangeran berdegub kencang ia tidak tahu ada apa sehingga terjadi seperti ini.
"Apa harus tahu masalah saya kalau mau berteman sama saya?"
Kanaya ingin mengontrol pandangannya kini yang tak lepas dari mata coklat Pangeran.
"Iya, kayak gue sama Bara aja. Gue anggap dia udah kayak sahabat cowok. Dan ternyata lo gak kayak Bara, Bara orangnya emosian beda sama lo adem jadinya."
Kanaya memberikan cengiran, sebenarnya ia ingin bersikap biasa saja tapi mengapa malah seperti ini.-❣❣❣-
Pangeran duduk di kursi rumah halaman belakangnya pandangannya kini memerah mengingat semua kejadian yang ia alami. Mengapa ia tidak ikhlas dengan kepergian Sarah, dan ia sangat menyesalkan itu semua sampai sekarang. Ia terus mengumpat mengeluarkan kata-kata kasar.
Mengapa ia harus berbicara dengan kata 'saya-kamu' tapi dengan Bara berbeda. Itu lah sikap dulu Pangeran, ia pria yang dingin tetapi sangat menyenangkan berbeda dengan sekarang ia hanya tersenyum apa adanyanya seperti tidak ikhlas.
Pangeran menoleh ke belakang saat pundaknya merasa seperti ada yang menyentuhnya.
Pandangan Pangeran kembali datar seperti biasanya."Ada urusan apa?"
Pangeran kembali melihat pemandangan di depannya itu.Bara mendengus sebal lalu ia duduk di samping Pangeran.
"Dulu-dulu kalau gak ada urusan gue juga sering kesini."Bara mengambil bola basket di pojok halaman lalu menghampiri Pangeran.
"Mau ngadu basket sama gue?"Tanpa ada jawaban dari Pangeran, Bara langsung menarik tangan Pangeran agar berdiri.
"Sampai kapan pun gue merasa bersalah sama lo. Biarkan gue bersikap seperti ini untuk merelakan semuanya."Bara memukul dada Pangeran dengan basket. Bara tertawa miris, sedangkan Pangeran masih diam dengan wajah datarnya.
"Jangan lupa bahagia. Lo punya kebahagiaan lo sendiri, lupain kejadian dua tahun yang lalu. Kasian Sarah di alam sana kalau lo belum ikhlas sama kepergiannya dia.""Mulut gue bisa mengucapkan untuk ikhlas tapi gak di hati gue."
Pangeran mengambil bola basket di tangan Bara, lalu memasukannya ke gawang basket. Bara masih diam di tempat ia kesal dengan sikap keras kepala sepupunya itu."Tapi lo lucu, sepertinya hal nya Kanaya. Sampe lo buat dia penasaran dengan sikap kaku dingin lo itu."
Pangeran kembali diam mendengar nama Kanaya seperti pengganggu di hidupnya.
"Jangan sebut nama itu, dia udah buat gue setres dengan kelakuan gilanya.""Kalau lo bisa jatuh cinta sama bagaimana?"
Bara tersenyum sinis dan meremehkan Pangeran yang sedang kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Months Into Love
Teen FictionCinta datang dengan seiringnya waktu, tetapi cinta tidak mudah hilang dengan seiringnya waktu. Mencintaimu sejak lama itu lah yang biasa aku pendam, dan aku berdoa agar ketidak kemungkinan itu menjadi kemungkinan. Tetapi mungkin Tuhan memberikan j...