[3] Benci

284 34 4
                                    

Eunji pov

-Seoul 18:30, kediaman Park-

Astaga, hari ini kacau sekali. Setelah kejadian tadi sore aku jadi mengurung diriku di kamar tamu selama berjam jam. Bibi Moyeong pasti sengaja menjebakku, aaaa.. aku tidak boleh menyalahkan bibi! Ini salahku karna ceroboh! Mana ada kamar tamu semewah itu kah? , yaa walaupun memang kamar tamunya pun lumayan mewah sih.

Selintas terbayang olehku sosok lelaki telanjang yang memegang braku lagi. "PARK JIMIIN SIALAAAN!" pekikku dengan suara yang tenggelam oleh bungkaman bantal di wajahku. Tidak, bukan jimin yang sialan. Akulah yang bodoh. "Eomma...kurasa aku lebih memilih ikut bersama eomma saja dibanding tinggal disini" gumamku dengan setitik air mata keluar di ujung mataku.

Aku melirik jam dinding di atas jendela, pukul 6:34,Sebentar lagi waktu jam makan malam. Dan aku masih merasa malu untuk bertatap muka dengan namja tadi. Naas sekali hidupku.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu memanggilku untuk segera beranjak dari kasur. Kakiku rasanya terasa seperti diikat dan tak mau melangkah, tapi apa daya ketukan pintunya semakin keras sekarang. Eomma pasti sangat lapar sampai menjemputku segala hahaha.

Aku membuka pintunya dengan mata sayu seperti orang baru bangun tidur, padahal sebenarnya ini efek berusaha merefresh otak yang telah penat ini. Aku melongo saat pintunya sudah dibuka. "Eomma kelihatan sixpack ya aneh sekali, terlebih tangannya terlihat berotot, oh? Apa ini? Apa sekarang eomma memotong rambutnya menjadi seperti aa,, siapa ya? Aku lupa-" Gumamku.

"Yak" panggilnya dengan suara berat yang khas.

Eh? Suara berat?. Aku menggosok mataku lalu menyipitkan pandanganku.

Aku membulatkan mata "P-park Jimin?!" Astaga... itu jimin. Lagi lagi aku mempermalukan diriku didepan jimin dengan ekspresi melongo.

"A-ada apa?" Tanyaku gugup, aku benar benar kehabisan kata-kata sekarang.

"Kau belum makan kan? Ini sudah jam makan malam. Makanlah, nanti kau kelaparan" katanya kepadaku. Hebat, dia mendadak jadi peduli padaku. Atau memang dia ini sebenarnya orang baik ya?. Um, kalau dilihat-lihat... dia lumayan tampan. A-apa sih yang aku pikirkan?.

Aku mengangguk dengan wajah yang masih belum bisa kukontrol "nde, gomabda" jawabku.

Dia membalikkan badannya cuek. "Dia itu, type namja yang cuek tapi peduli ya? Lucu sekali" pikirku.

Baru beberapa langkah dia pergi, aku mendengar dia bergumam kecil tapi terdengar jelas "cih, kenapa harus aku sih yang memanggil yeoja itu. Dasar eomma!" Dan ternyata baru aku sadari.. namja itu baik karna terpaksa.

Ralat! Namja itu ga ada bagus bagusnya sama sekali!.

Terima kasih bibi Moyeong telah melahirkan namja seperti itu untuk mengganggu ketenangan hidupku. Haahh, dari pada aku memikirkan bagaimana nantinya aku hidup, lebih baik aku bersyukur dan menikmati air mengalir. Toh, sekarang masih ada makanan lezat disini.

Aku masuk ke dalam kamar untuk merapihkan diri agar terlihat lebih sopan, lalu beranjak meninggalkan kamar untuk mengisi perut yang telah kosong ini. Kulihat eomma, bibi Moyeong, paman Eunhae, dan... seekor namja tengah duduk di depan meja makan berukuran besar - bahkan ukurannya hampir menyaingin meja meja makan di kerajaan -. "Mereka menungguku ya?" Sabar sekali. Sampai-sampai mereka belum mengisi piringnya masing masing dengan makanan.-

Krauk krauk

Sepertinya aku mendengar suara orang yang sedang makan. Aaa, aku lupa, siapa lagi kalau bukan Jimin?. Kulirik Jimin dengan pasrah, namja itu tengah melahap udang crispy. Bahkan pipinya menjadi gembul karnanya. Manis sih.. tapi, bukannya itu tidak sopan ya?

A Sweet HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang