[8] Gadis Kecil

153 33 2
                                    

Jimin pov

-9 tahun lalu-

Saat itu eomma mengajakku pergi, dia bilang temannya baru saja pindah ke Seoul bulan ini, dan eomma ingin membantunya membereskan rumah. Karna aku tidak tertarik, aku memutuskan untuk bermain dan berkeliling komplek rumah teman eomma itu.

Di sanalah aku bertemu dengan gadis kecil bernama Eunji. dia manis, aku pikir. Namun dia terlalu rapuh untuk menahan kesedihannya. Aku melihatnya sedang dibully oleh sejumlah anak anak dekat komplek, dan aku juga melihat dia melakukan perlawanan. Namun dia terlalu sendiri saat itu, membuatnya kewalahan.

Jadi kuputuskan untuk mendekat dan membantu perlawanan itu.
"Yak! Siapa kau? Jangan menghalangiku, anak baru itu harus tau dia tak pantas ada di komplek ini!" Ujar gadis yang memimpin kelompok itu.

"Kenapa? Bukannya dulu kalian juga pernah jadi anak baru disini? Kalian sangat bodoh" balasku tak mau kalah.

"Apa?!" Gadis itu menghentakan kakinya dan mendorong ku.

"Yak jangan mendorongnya! dia tidak salah sedikitpun!" Saat itu, malah Eunji yang balas membelaku. Dan gadis kecil tadi mendorong Eunji juga.

Kau tau? Dulu aku sangat pemarah, dan entah kenapa melihatnya mendorong Eunji membuatku sangat marah. Aku menatap gadis kecil dan teman temannya dengan tatapan benci yang mendalam. Dan "Pergi." Aku pengusirnya dengan tegas. Kelompok itu menatapku takut dan pergi meninggalkan kami. Oh, ternyata dulu aku memiliki kemampuan itu ya haha.

"Gwenchana? Mianhe-yo.." ucap Eunji kepadaku saat mereka pergi.
"Gwenchanayo." Balasku.

"Maaf, aku terlalu lemah sampai merepotkanmu"

"Tidak apa."

"Kenapa mereka melakukan itu padamu?"

"entah, mereka selalu bilang aku tak pantas ada di lingkungan mereka sejak aku pindah..."

"...padahal sekalipun aku tak pernah membuat masalah. Mungkin aku memang menyebalkan dimata mereka." Gumam Eunji tapi masih bisa ku dengar.

Matanya menunjukan rasa sedihnya, tapi ia tak menangis. Eunji selalu menahan tangisnya setiap aku melihatnya bersedih. Itu membuatku agak sebal dan merasakan sakitnya juga.

"Kau boleh menangis" ujarku.
Dia menatapku bingung,
"Aku tak akan bilang siapa siapa kalau kau menangis"
Eunji menggelengkan kepalanya, menolak tawaranku.

"Kalau aku menangis, aku akan terlihat lemah.. dan orang orang yang dekat denganku juga akan menjadi sedih, aku tidak suka itu. Bahkan kau juga ikut diganggu oleh anak anak tadi. Maafkan aku" jelasnya.

"Kau tidak menangispun kau tetap terlihat lemah. Dan aku juga tidak terganggu oleh mereka. Tidak ada siapapun yang kau kenal juga disini. Lalu apa lagi alasanmu untuk menahan tangisan?"

Dia mulai berkaca kaca. Kurasa ucapanku sangat tepat. dia jongkok dan membenamkan wajahnya pada lutut kecilnya. Dia menangis. Dan itu lebih baik.

"Be-berjanjilah.. tidak akan memberitahu si-siapapun kalau a-aku menangis" ucapnya disela sela tangisannya. Aku tersenyum dan mengiyakan lalu mengelus rambutnya lembut sambil ikut berjongkok.

Setelah itu eomma menjemputku di taman dekat komplek, karna aku tidak mau datang kerumah teman eomma yang menurutku sangat membosankan. Dan aku pulang tanpa memberi tau siapa namaku kepada Eunji. Karna itulah dia seperti tak pernah mengenalku.

Hari hari berlalu begitu cepat, dan aku tidak pernah bertemu Eunji lagi. Ah, sebenarnya aku sering melihatnya ditaman dekat lapang basket jalanan atau saat dia pulang sekolah, tapi aku tak pernah menyapanya.

A Sweet HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang