BAB 2

22 22 7
                                    

Pukul 10.00 oliv bersama ibunya sampai dirumah sakit. Waktu memang tepat untuk sampai dirumah sakit tapi tidak untuk pemeriksaan dari dokter karena ibunya harus menunggu antrian.

"Ibu via ingin membeli segelas jus dikantin. Ibu mau disini saja atau ikut bersamaku ke kantin." tawar oliv, via adalah panggilan sayang yang digunakan ibunya untuk memanggil dirinya.

"Ibu tunggu saja disini, kamu pergi saja ke kantin tapi jangan terlalu lama." ingat ibu. Karena jika tidak diingatkan dari awal oliv akan duduk terdiam di kantin.

"Baik ibu." senyum terukir di wajah oliv

Oliv berjalan menuju ke kantin rumah sakit ini. Dia membeli segelas jus untuk melonggarkan beban pikiran yang terasa menumpuk sejak tadi perasaan takut juga selalu menyelimuti dirinya. Bukan suatu kesalahan jika oliv takut penyakit ibu akan bertambah lagi, cukup untuk penyakit ini saja membuatnya harus terjerat dengan dunia malam walau hanya sebagai penyaji minuman tapi tetap saja tidak baik untuk seorang gadis seperti dirinya apalagi nama keluarganya yang sudah dipandang baik dimata orang-orang.

"Mba saya pesan jus jeruk satu." kata oliv mengintrupsi penjual jus.

"Ya sebentar akan saya buatkan." sambil memunggu oliv duduk dibangku yang memang disediakan di kantin bagi para pelanggan. Berkali-kali dirinya mempergoki tatapan laki-laki yang menilai penampilannya. Hal itu hanya dibalas senyum oleh oliv karena dirinya tidak mungkin memberi tatapan tajam saat orang berhak menilai seseorang lewat penampilan itulah yang oliv tau.

"Neng ini jusnya." panggil penjual jus untuk memberitahukan pesanan oliv sudah siap.

"Ini uangnya, terimakasih mba." ucap oliv

"Eneng manis senyumnya, semoga eneng bahagia terus ya." pujian sekaligus do'a dari penjual juas. Oliv yang mendengarkannya hanya mengangguk dan tersenyum banyak sekali do'a yang ditunjukan untuknya tapi tak urung merubah jalan hidupnya jangan merubah mengurangi bebannya saja walau sedikit tidak. Maka dari itu oliv hanya bisa tersenyum untuk menghargai setiap doa untuknya.

Oliv segera meninggalkan kantin karena dia tak ingin membuat ibunya menunggu terlalu lama. Sesampainya diruang tunggu oliv melihat ibunya yang sedang bercanda ria dengan seorang pria. Terlihat sangat bahagia bahkan tak pernah ibunya tertawa seperti itu.

"Hai maaf mengganggu." ucap oliv sopan tak bermaksud untuk menghentikan kebahagiaan ibunya tapi dia hanya ingin ikut bergabung.

"Apa kamu sudah dapat jusnya via." tanya ibu sambil berpendar pandangan mencari jus yang dibeli olivia.

"Sudah ibu, ini jusnya."menunjukkan jus yang berada di tangan kanannya.

"Ibu apakah dia anakmu?" tanya pria yang tadi sempat bersenda gurau dengan ibu oliv.

"Benar nak leo dia anak saya. Putri saya satu-satunya." ibu membenarkan pertanyaan leo.

"Hai salam kenal, namaku leo siapa namamu?"leo mencoba memperkenalkan dirinya pada olivia.

"Salam kenal kembali, namaku olivia kau bisa memanggilku oliv karena via hanya panggilan sayang dari ibu untukku." olivia tersenyum manis sembari menerima jabatan tangan dari leo sebagai tanda perkenalan.

"Via, nak leo ini adalah dokter baru ibu. Mr. Robet sudah pensiun di masa tuanya." jelas ibu

"Maaf mr. Leo tidak pantas rasanya jika saya memanggil anda dengan nama karena anda adalah dokter dari ibu saya." olivia merubah bahasa percakapannya kepada leo menggunakan bahasa formal.

"Kau tak perlu seformal itu padaku. Ketika kau mengatakan mr padaku terdengar aku ini sudah terlihat sangat tua." candaa leo, karena ucapan olivia membuat perasaannya sedikit kecewa entah perasaan apa itu

"Ta..tapi anda adalah dokter dari ibu saya mr. leo." ucap olivia sekali lagi merasa ragu jika harus menerima usulan leo

"Ayolah, aku ini memang dokter tapi bukan berarti kau memanggilku seperti memanggil pemilik rumah sakit ini. Aku tidak ingin terlihat tua dihadapanmu dan hadapan ibumu. Apa aku sudah tidak terlihat tampan lagi sampai-sampai kau memanggilku mr." mendengar celotehan leo tanpa sadar wajah olivia merona malu. Baru kali ini olivia bisa merona malu seperti ini.

"Hai apa kau selalu merona seperti itu?" tanya leo yang membuat ibu olivia terkekeh geli melihat tingkah leo yang suka sekali menggoda dan putrinya yang terlihat malu-malu.

"Sudah nak leo jangan goda anak saya seperti itu, apakah tidak sebaiknya kita mulai pemeriksaan." leo yang mendengarkan ucapan ibu olivia hanya mengangguk tersenyum sesangkan olivia mempersiapkan dirinya untuk mendorong kursi roda milik ibunya kedalam ruang pemeriksaan.

Pemeriksaan demi pemeriksaan dilakukan untuk melihat perkembangan pada tubuh ibu olivia. Kali ini kabar baik yang diinginkan olivia terhadap kesehatan ibunya. Tapi harapan itu sudah pupus begitu saja karena dirinya harus melihat wajah sedih leo setelah pemeriksaan selesai.

"Olivia bisakah kau ikut keruanganku ada sesikit masalah dalam pemeriksaan hari ini." kalimat yang dikeluarkan leo seketika membuat kening ibu olivia berkerut. Sesangkan olivia sendiri yang sudah tau kabar buruk apa tentang ibunya hanya bisa menunduk sedih.

"Tidak bisakah nak leo mengatakannya saja disini?" tanya ibu olivia sekaligus memberi saran kepada leo walaupun secara tidak langsung.

"Maaf ibu saya hanya ingin mengatakanya dengan olivia karena ini sangat penting." jawab leo lirih.

"Baiklah, ibu akan menunggu disini. Jangan apa-apakan putri ibu ya nak leo." candaa ibu olivia untuk mencairkan suasana yang ada. Leo dan olivia hanya tersenyum tipis.

Olivia segera mengekor mengikuti leo berjalan kearah ruangannya. Sesampainya diruanga leo mempersilahkan olivia untuk segera duduk di bangku yang disediakan didepan meja kerja leo.

"Aku harap kabar ini tidak akan membuatmu drop karena posisi ibumu yang masih sangat membutuhkan dorongan semangat darimu." ucap leo membuka pembicaraan.

"Apa yang terjadi dengan ibuku leo." dengan terpaksa olivia memasang wajah tegarnya karena dia tidak ingin melihatkan kesedihannya. Biarlah hati dan wajah saling berkhianat yang terpenting tidak membuat orang lain ikut kedalam kesedihan yang dirasakannya.

"Ibumu terkena kanker paru-paru stadium akhir."kata-kata leo terdengar sangat jelas ditelinga olivia. Lengkap sudah penderitaannya. Tapi jika dia menganggap penyakit ibunya adalah penderitaan berarti dia tidak menyayangi ibunya. Sesangkan olivia sendiri sangat menyayangi ibunya itu artinya dia tidak boleh menganggap ini penderitaan melainkan cobaan dari Tuhan agar dirinya semakin kuat.

"Tak apa mungkin ini cobaan, aku minta tolong padamu beri ibu pengobatan yang terbaik aku akan membayarnya." dengan senyuman yang dipaksakan. Tapi leo tau walau senyum tersungging di wajah cantik olivia bukan berarti dirinya tenang karena matanya menggambarkan dengan jelas kesedihan dan beban pikiran menimpa di pundaknya meminta untuk dipertanggung jawabkan.

Olivia merubah ekspresi bahwa semuanya baik-baik saja, karena dia harus menemui ibunya diruang pemeriksaan dan segera untuk pulang.

"Ibu ayo kita pulang." senyum yang sama yaitu senyum yang dipaksakan untuk muncul di bibirnya

"Apakah semuanya baik-baik saja via. Apa kata leo." Melihat sikap olivia kentara sekali jika ada yang disembunyikan olehnya. Bagaimana bisa tau karena olivia adalah anaknya. Anak yang berasal dari rahimnya.

"Semua baik-baik saja ibu, leo hanya memberi tahu kondisi ibu sedikit memurun pasti karena ibu tidak menjaga kesahatan kan?" ditengah kesedihannya saja olivia masih berusaha untuk membuat ibunya bahagia dengan candaan kecil yang menampilkan wajah penuh selidik ala mr. Bean.

"Aku tahu kau menyembunyikan sesuatu dariku via."batin ibu olivia.

FACETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang