Tampak seorang gadis sedang berdiri didepan pintu gerbang sekolahnya. Ia sibuk dengan ponselnya.
"Fy, ayo naik." Ucap seorang lelaki yang memberhentikan motor tipe CBR 150 R berwarna campuran merah hitam itu didepan Fyra.
Lelaki itu adalah salah seorang murid yang mencoba mendekati Fyra. Dari dulu hingga kini, ia masih belum menyerah. Bima Candrakanta.
"Sorry nggak bisa Bim" ucap Fyra dengan nada dinginnya. Ia tak mau membuat Bima berharap padanya. Ya...walaupun terkadang Fyra masih bersikap baik pada Bima.
Pria itu menghembuskan nafasnya sebelum berkata
"Fy kali ini aja please" ucap Bima dengan tatapan memohonnya. Ia tak ingin menyerah untuk mendapatkan hati seorang Fyra
"Gue bareng Sarah" balas Fyra masih dengan nada dinginnya, tanpa mau melepaskan arah pandangannya pada ponsel miliknya.
"Sarah masih lama kali Fy"
"Bentar lagi paling"
"Fy, ayo pulang" itu suara sarah
Fyra menolehkan kepalanya ke kanan. Dan...benar saja Sarah ada disana. Sedang menunggu Fyra berjalan ke arahnya.
"Ayo" ucap Fyra dari jarak yang tak jauh dari Sarah
"Bim gue duluan ya" kali ini Fyra mengucapkannya sembari tersenyum ke arah Bima.
"Ya udah hati-hati Fy" Bima mengacak rambut Fyra pelan
"Hmm" dan Fyra hanya membalasnya dengan deheman
****
"Mah ka Gavin udah pulang?" Tanya seorang gadis pada seseorang yang ia panggil 'mama'.
"Iya Sha" jawab sang mama sembari menata piring di meja makan
"Gimana tadi ulangannya? Bisa?" Ucap mamanya lagi pada gadis itu
"Bisa mah, mudeng aku diajarain kak Gavin"
Gadis itu. Adik dari Gavin Ganendra. Putri kedua dari keluarga Ganendra. Namanya Nayla Meisha. Dirumah ia lebih sering dipanggil 'Meisha'.
"Oh iya mah, kok tumben kak Gavin pulang cepet?" Tanya Meisha pada mamanya. Ia sedikit bingung dengan kakaknya hari ini. Karena kakaknya jarang sekali langsung pulang ke rumah ketika sekolahnya pulang cepat.
"Katanya guru disekolah dia rapat, makanya pulang cepet" jawab sang mama
"Kok tumben nggak nongkrong sama temen temennya mah?" Meisha masih belum puas dengan jawaban mamanya.
"Mama juga bingung. Kamu susulin gih ke atas" ucap mamanya
"Ya udah aku ke atas dulu ya mah"
"Iya"
****
"DOORR" teriak Meisha saat melihat kakaknya duduk termenung menghadap jendela kamarnya menatap keluar.
"Ngapain kamu disini?" Sinis Gavin pada adiknya yang berhasil mengagetkannya.
"Nyari wangsit!" Balas Meisha tak kalah sengit
"Kak, ini tuh udah hampir 9 tahun" ucapan Meisha ini berhasil membuat Gavin menolehkan kepalanya ke kiri. Tempat dimana Meisha berdiri.
Meisha membalas tatapan kakaknya seolah berkata 'ada-yang-salah?' Sembari mengangkat kedua alisnya. Meisha mengerti tatapan tajam yang diberikan sang kakak.
Gavin berdiri dari kursi yang ia duduki. Tatapannya kembali ke arah depan. Seperti sedang menerawang sesuatu. Kemudian ia mengangkat sebelah sudut bibirnya, membentuk sebuah senyuman miring.
"Udahlah Sha kamu gaakan ngerti. diamlah dan jangan mengatur" ucap Gavin sembari mengibaskan tangan kirinya ke udara
"Selalu aja" Marsha menghela nafas panjang sebelum melenggang pergi meninggalkan Gavin sendiri di kamarnya.
"God! help me please" batin Gavin sembari memejamkam matanya, dan tanpa sadar bulir air mata itu terjatuh dari kedua mata Gavin. Ini kali ke-2 seorang Gavin menangis.
****
Seseorang terlihat sedang mengangkat panggilan telpon dari orang sebrang.
"Gimana? Beres?" Tanya seseorang itu dengan wajah datarnya
"Beres" jawab si lawan bicara
"Gila lo ya!" Ucapnya lagi
"Berapa sih?" Tanya seseorang itu. Ia tampak sesekali berdecak.
"Sialan! Santai banget lo!" Si lawan bicara sepertinya sedang menahan kekesalannya
"40-an" lanjutnya
"Well thank's" Setelahnya ia memutus panggilan tersebut. Ia telihat sedang berpikir.
"Besok sore cafe biasa." Tulisnya pada pesan singkat yang dikirimkan untuk orang yang sama dengan yang ia hubungi beberapa menit lalu.
****
Pagi itu langit meneteskan airnya dibeberapa daerah Jakarta. Banyak yang menggerutu karena hal itu, banyak juga yang merasa senang. Tapi gadis ini, dia dengan santainya duduk di kursi panjang yang bersebrangan dengan sekolahnya.
Gadis itu....Shafyra Vandella. Dia datang pagi sekali, dan itu jarang ia lakukan. Alhasil dia sekarang hanya duduk dengan sesekali bersenandug, mengikuti irama lagu dari earphone yang ia kenakan.
Fyra menghela napas panjang. Mungkin ia lelah berdiam disana. Tidak. Bukan karena gerbang sekolah belum dibuka. Bahkan gerbang itu sudah dibuka 15 menit sebelum Fyra datang.
Fyra menunggu disana karena tadi Sarah mengirimkan pesan untuk Fyra, agar ia menunggunya di sebrang gerbang sekolah. Mungkin sebentar lagi Sarah datang.
Fyra mengedarkan pandangan kesekelilingnya. Hingga pandanganya berhenti pada satu titik. Disana, disebrang tempat ia berdiri, tak jauh dari gerbang sekolah Fyra, seorang gadis sedang mendecak sebal karena seragamnya yang agak kotor. Mungkin sebelumnya gadis itu ingin menyebrang tapi ia terkena cipratan kendaraan bermotor, karena Fyra melihat sebuah motor melintas lebih dulu dengan cepat.
Fyra menggelengkan kepalanya sembari tersenyum kecil melihat tingkah gadis itu. Fyra berjalan menghampirinya. Gadis itu masih belum menyadari kedatangan Fyra, ia sibuk membersihkan seragamnya.
"Ayo" Fyra menggenggam tangan gadis itu. Fyra tampak ingin membantunya menyebrang.
"Kemana kak?" Tanya gadis itu. Ia tak tahu siapa yang sedang menggenggam tangannya. Karena Fyra sedang menatap ke arah depan, dan posisi gadis itu ada dibelakang Fyra.
"Menyebrang" Fyra menjawab dengan nada lembutnya. Ini jarang ia lakukan. Berbicara lembut.
Setelahnya Fyra menarik pelan tangan gadis itu untuk mengikuti langkahnya. Mereka sampai di kursi panjang tempat Fyra duduk tadi.
"Fyra!" Seseorang memanggil Fyra.
Fyra menolehkan kepalanya ke arah kiri. Ternyata Sarah sudah menunggunya disana.
"Terimakasih kak" Ucap gadis yang Fyra tolong tadi. Ucapannya membuat Fyra menoleh.
Fyra mengusap lembut rambut gadis itu sebagai jawabannya. Si gadis sedang dalam posisi agak menunduk, membersihkan roknya.
"Sama-sama" ucap Fyra. Kemudian ia meninggalkan gadis itu untuk menghampiri Sarah. Setelahnya Fyra dan Sarah menyebrang memasuki gerbang sekolah.
****
Seorang pria sedang menyunggingkan senyum miringnya dibalik sebuah dinding. Ia terlihat sedang mengintip dan mengamati seseorang. Pria itu memakai pakaian serba hitam. Ditambah hoodie yang menutupi kepalanya dan sebuah kacamata hitam terpasang menutupi kedua matanya.
"Tenanglah mangsaku, tunggu saja." Gumam si pria itu
Tbc
****
Maaf banyak typo😂
KAMU SEDANG MEMBACA
A.L.D.E.B.A.R.A.N
Teen FictionIni bukan kisah tentang dia, mungkin ia hanya sebagai bintang di rasi Taurus, Aldebaran. Aldebaran-ku yang hanya kepingan memori. Tapi takdir seolah mempermainkan hidupku. Aku pun tahu, seperti itulah cara bekerjanya takdir, membolak-balikkan sesuat...