Part 11, Rahasia Bela

90 8 0
                                    

Gue benci Faiz, bisa-bisanya dia lupa kalau hari ini anniv kita! Karena marah banget, gue gak minum obat gue, batin Bela

Sudah jam 14.00 dan Faiz belum mengabari Bela. Bela telah mengirimkan pesan kepada Faiz tadi pagi, tetapi Faiz tidak membalasnya.

"Gue benci Faiz" Bela bergumam.

Bela memukul-mukul bonekanya. Ia meluapkan emosinya dengan cara memukul bonekanya.

"Apa? Kamu benci aku? Yakin? Haha"
Bela berbalik kesumber suara yang ia kenali.

"Faiz, kamu apaan sih?"

"Selamat tanggal 16 sayang"

Faiz memberikan Bela bunga, cokelat, boneka, dan tentunya chees cake.

"Buat aku?" tanya Bela

"Iya sayang"

Bela memeluk Faiz sambil tersenyum lebar.

"Aku udah mau ulang tahun lho" ucap Bela

"Terus?"

"Kamu gak mau kasih pacar kamu ini kado?" jelas Bela

"Gak tau"

"Ih"

"Pasti dong, aku kasih kamu kado" jawab Faiz

"Kado apa?" tanya Bela

"Ada deh"

***

"Kak, Bela udah mau ulang tahun lho" ucap Bela tersenyum.

"Kak Steffa gak mau kasih kado ke aku?" gadis itu tersenyum lagi.

Air mata gadis tersebut jatuh membasahi pipinya, tetapi senyumnya tetap mengembang.

"Kak, Bela kangen. Maaf, karna Bela kakak jadi begini"

"Bela belum sempat bilang terimakasih sama kakak"

"Sekarang tanggal 21. Tanggal dimana kakak meninggal. Tanggal dimana kakak menolong aku"

Trik. Hujan turun, tetapi Bela tetap saja duduk didepan makan kakaknya. Bela sangat suka hujan turun, karena saat hujan turun, tak ada yang bisa melihat air matanya jatuh.

Biarkan aku menangis diderasnya air hujan. Karena aku menangis bukan untuk mengharap belas kasihan, tetapi karena hatiku sudah mulai rapuh.

***

Drrrt, drrt. Ponsel Faiz berbunyi. Faiz menatap layar ponselnya.

Eh? Mama Bela, batin Faiz

"Halo tante"

"Halo. Ada Bela disitu gak"

"Gak ada tante. Saya baru mau nanya"

"Bela gak ada dirumah. Aduh dia kemana? Kamu bisa bantu cariin?"

"Oke tante"

Faiz mematika telpon dari mama Bela. Kemudia pergi menuju mobilnya.

Hujan. Semoga kamu gak kenapa-napa, batin Faiz cemas.

Saat diperjalanan, Faiz mengirim pesan kesemua teman Bela, tetapi hasilnya nihil. Tak ada yang melihat Bela

"Halo Dhea. Lo liat Bela? Dia gak ada!" ucap Faiz dalam telpon.

"Gue gak liat. Hilang? Astaga"

"Gue udah cari dicafe Caroline tempat gue nembak dia, gak ada"

"Lo udah cari dimakam kak Steffa?"

Belum sempat Faiz menjawab telpon Dhea, ia langsung mematikan telponnya kemudian pergi menuju makam kak Steffa.

***

"Bela! Ini hujan! Ngapain kamu duduk disini" Faiz berteriak.

Faiz berlari kearah Bela. Bela sedang duduk didekat makam kak Steffa, Bela hujan-hujanan.

"Eh, pingsan astaga. Muka kamu pucat banget sih" Faiz sambil menggendong Bela

Faiz menggendong Bela menuju mobilnya. Setelah itu ia pergi menuju rumah sakit tempat ayah Alvin bekerja.

***

"Jantungnya semakin melemah dan dia tidak meminum obatnya dan belum ada yang bersedia mendonorkan jantungnya" jelas dokter.

Faiz kaget mendengar perkataan dokter.

Obat? Obat apa?, batin Faiz

"Obat?" Faiz bertanya.

"Bela mempunyak kelainan jantung. Bela tak ingin kamu khawatir dan meninggalkannya. Itu sebabnya dia tak memberitahumu tentang ini" jelas papanya.

Faiz mengacak-acak rambutnya stres. Faiz benar-benar tak tahu apa yang harus ia lakukan.

Ini lebih sulit daripada menyelesaikan soal kimia, batin Faiz

***

"Bela, kapan kamu bangun? Sampai kapan kamu terus tidur kayak gini?" Faiz bertanya.

Hening.

"Bela, aku pergi dulu ya"

Faiz pergi meninggalkan Bela. Wajahnya terlihat frustasi.

***

Faiz berada dicafe Caroline, tempat pertama kali ia bertemu Bela.

"Aku rindu, rindu banget. Aku bakal lakuin apapun demi Bela. Apapun" Faiz berucap sendiri.

Drrt drrt. Ponsel Faiz berbunyi. Faiz pun mengangkat telponnya.

"Halo om"

"Kamu bisa kesini?" ucap papa Bela.

"Iya"

Faiz pun keluar dari cafe tersebut lalu menaiki mobilnya.

Saat diperjalanan, Faiz memegang foto Bela yg diam-diam ia ambil saat Bela makan chees cake.

Tiba-tiba mobil datang menabrak mobil Faiz. Faiz tidak dapat menghindar, semua terjadi begitu saja, darah bercucuran. Orang-orang mulai berdatangan untuk menolong Faiz lalu membawanya kerumah sakit. Tangan Faiz masih memegang foto Bela

***

"Dok, tolong. Aku mau donorin jantungku buat Bela" ucap Faiz

"Bela? Kamu yakin?" dokter bertanya.

"Faiz? Apa-apaan kamu ini" ayah Faiz melanggar.

"Ya, saya yakin. Saya ini sudah kritis ayah. Hmm, tapi saya mau membuat video dulu. Hp saya mana?"

"Faiz? Apa yang kamu pikirkan?" ibu Faiz bertanya.

"Percaya sama Faiz, bu"

Suster pun memberikan ponsel Faiz. Kemudian Faiz memulai berbicara sambil merekam dirinya.

***

"APA?" papa Bela terkejut.

"Faiz bersedia mendonorkan jantungnya buat Bela" ucap ayah Faiz

"Tak usah. Bela akan sedih kalau Faiz tidak ada saat dia bangun" ucap mama Bela

"Ini kemauan Faiz. Cintanya sangat tulus buat Bela" ibu Faiz menambahkan.

"Baiklah, terimakasih banyak. Kami tak tahu harus bilang apa" papa Bela pasrah.

Mama dan papa Bela menangis. Disatu sisi mereka bahagia dan disatu sisi mereka sedih.

***

Thank You [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang