Bagian 3

1.5K 83 0
                                    

"Gimana pelajaran tadi. Boring, kan? Itu guru yang paling ngebosenin di kelas kita," kata Brigita saat duduk di bangku depan kelasnya. Ia menengok ke arah Faya yang sedang melamun. Ia pun melihat kemana Faya memandang.

"Cowok itu?" tanya Brigita. Ia tahu Faya sangat penasaran dengan cowok itu. Faya menoleh ke arah cewek yang duduk di sampingnya.

"Pasti dia habis berantem lagi, tuh lihat badan mereka luka-luka," ucapnya kemudian mengedarkan pandangannya ke arah lain.

"Apa itu?" tanyanya menyadari Faya menggenggam sesuatu di balik tangannya.

Faya mengendurkan genggamannya dan memperlihatkannya kepada Brigita. Ia mengangguk, "Sepertinya aku pernah melihat benda itu," ia mencoba mengingat-ingat.

Faya berdiri dari tempat duduknya. Ia menyadari, selama ini ia belum terlalu mengenal sekolahnya. Mungkin karena seminggu ini ia lebih memilih diam di kelas.

Faya melangkahkan kakinya dan berjalan berkeliling sekolah barunya. Ia berhenti tepat di depan majalah dinding. Faya memandangi lukisan yang berada di paling ujung. Sebuah lukisan seorang lelaki bersayap hitam ditempelkan dengan lakban bening. Lukisan The Dark Angel. Sorot matanya begitu tajam. Ia sangat dingin. Lelaki yang sangat kuat. R, inisial namanya seorang yang menggambar tertulis diujung kertas.

"Menarik," lirih Faya.

Faya kembali melanjutkan ekspedisinya. Itu adalah perjalanan menyusuri lorong-lorong sekolah. Semakin lama tempat itu semakin sepi. Bahkan saat sampai di bagian belakang ia tak lagi bertemu dengan seorang pun.

Lorong ini memang terkesan gelap. Tidak ada penerangan sama sekali. Sedangkan di bagian kanan kirinya adalah gedung sekolah yang tertutup di bagian atasnya. Lokasinya agak di belakang dan jarang didatangi oleh para siswa.

Gadis itu memandangi jam tangan yang melingkat di tangannya. Pukul 15.30 Sayup-sayup terdengar teriakan para pemain basket. Mungkin ekskul basket baru saja dimulai.

Kakinya mengajaknya untuk berkeliling lebih jauh lagi. Ia kemudian berbelok menuju lorong belakang sekolah yang terlihat berbeda dengan lorong-lorong yang berada di bagian depan sekolah.

Lorong yang ia lewati kali ini sedikit lebih berantakan dan kotor. Banyak sekali tumpukan kardus-kardus bekas yang tidak terpakai. Lantainya pun kotor dan terlihat tidak pernah dibersihkan.

Selama ini mungkin jarang ada orang menjamah tempat itu. Pasti tidak sedikit orang berani melewati lorong yang gelap dan terlihat menakutkan itu. Siswa yang datang pun pasti hanya mengambil alat kebersihan yang berada di dalam gudang. Tapi tidak dengan dirinya, ia masih berjalan menyusuri lorong itu dan melihat sekelilingnya.

Faya menghentikan langkahnya dan berbalik dengan cepat, "Bodoh! Kenapa aku ke tempat ini lagi," desis Faya menyadari keteledorannya. Faya mempercepatkan langkah kakinya untuk menjauhi tempat itu. Ternyata ia sudah jauh dari keramaian.

Saat hampir sampai di taman belakang sekolah, ia mendengar suara keributan dari arah yang ia tuju. Suara itu disertai tawa yang semakin keras. Semakin lama langkah kaki itu terdengar jelas. Ya. Langkah itu ke arahnya.

Faya panik. Ia tidak menemukan jalan lain selain jalan arah ia datang lagi. Mungkin memang itu satu-satunya jalan untuk sampai di halaman depan sekolah. Ia kemudian berbalik dan bersembunyi diantara tumpukan kardus yang sudah menggunung.

Setidaknya kardus bekas ini menyelamatkanku, lagi.

Tawa lelaki itu--lebih epatnya banyak laki-laki--terdengar kembali dan semakin lama semakin mendekati tempatnya bersembunyi. Tangannya bergetar karena ketakutan. Mereka adalah gerombolan berandal buana. Orang yang seharusnya ia jauhi dan jangan pernah sekali pun berurusan dengan mereka.

Berandal Buana [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang