Bagian 15

639 38 1
                                    

Faya menghentikan tawanya ketika dua orang kakak kelas masuk ke kelas 11 IPA 2. Mereka tidak mengatakan apa pun. Faya tahu kedua orang itu adalah Roland dan Jonathan, teman Rhea.

Pagi itu, kelas sudah cukup ramai. Diandra mengenggol siku Faya untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

Seisi kelas memandanginya. Biasanya jika mereka berurusan dengan Berandal Buana, maka akan terjadi masalah besar. Mereka tidak mengalihkan pandanganya. Sebagian diam dan sebagian yang lain saling berbisik.

Fandi mengisyaratkan Faya, Tata, dan Diandra keluar kelas. Mereka tidak berbicara sedikit pun. Sepanjang perjalanan, ketiganya hanya saling bertatap. Mereka sudah menaiki tangga paling atas dan tiba di atap.

Tata dan Diandra yang tidak biasa berjalan jauh mengatur napasnya yang tersenggal-senggal mengikuti langkah Fandi dan Roland yang panjang.

Tata menatap Faya, “Apa yang terjadi?” tanyanya akhirnya.

Faya masih belum mengetahui apa yang terjadi. Ia hanya bisa menggelengkan kepalanya. Faya melihat sekelilingnya. Tembok di salah satu sisi atap sudah tidak ada grafitynya. Temboknya sudah bersih bekas cat baru.

“Apa yang terjadi?” tanya Faya saat menyadari Rhea telah lebih dulu mendatangi tempat itu.

“Orang itu berulah lagi.” Jawab Fandi saat melihat Rhea masih terdiam dalam lamunannya.

“Siapa?” Diandra sepertinya tidak tahu apa yang terjadi.

Rhea menoleh, “Apa semalam kamu baik-baik saja?” tanya Rhea.

Faya menggeleng.

“Rhea, kenapa Faya? Hah?! Siapa orang yang mengancam Faya?!” Tata mencerca Rhea.

“Temanmu itu mungkin sekarang dalam bahaya. Kuharap kalian bisa menjaganya, jangan biarkan dia sendiri,” perintah Rhea.

Sementara Tata dan Rhea berdebat, Faya melihat sekelilingnya. Ia mengamati satu persatu orang yang ada di tempat itu. Wajah orang misterius sore itu sudah ia lupakan. Ia tak lagi mengingat wajahnya, tapi saat ia menoleh ke arah sampingnya, ia seperti melihat sosok yang sama. Mungkin orang itu adalah orang yang kemarin ia lihat.

Orang itu sudah mulai risih dengan pandangan Faya. Bahkan ia sempat kaget saat Faya berkata pada Rhea; “Mungkin saat ini kamu yang harus waspada dengan orang di sekitarmu,” ucap Faya dengan ekor mata yang terus mengawasinya.

“Menurutmu siapa yang memiliki dendam terhadap Faya?” Brigita kembali berbicara.

“Bagaimana jika orang itu Roland?” tanya Faya sambil melirik ke arah Roland.

“Hei!!!” teriak Roland, “Aku memang tidak pernah menyukaimu sejak kamu memukulku, tapi aku tidak sebegitu membencimu!” bela Roland.

“Mungkin saja.”

***

Pelajaran kembali tak semenyenangkan seperti kemarin. Kini mereka penuh pikiran tentang siapa orang yang telah berulang kali mengancamnya. Tak ada yang masuk di otaknya ketika guru memberikan penjelasan tentang materi hari ini. Diandra menggeser kursi Brigita dan membisikkan sesuatu kepadanya. Tampaknya Diandra menyadari kegelisahan yang kedua temannya rasakan, "jangan terlalu pikirkan masalah itu."

Akhirnya jam istrahat pun berbunyi. Dengan sangat malas, Faya berdiri dari menjanya dan mengajak Diandra dan Tata ke kantin sekolah.

“Gue harus ke ruang guru nih,” tolak Diandra sambil memasang wajah meminta maaf.

Akhirnya hanya mereka berdua yang berjalan menuju kantin.

“Gue juga harus ke toilet bentar. Nanti aku susul.” Ucap Tata kemudian berbalik menuju toilet sekolah.

Tata setengah berlari menuju toilet karena sudah tidak tahan lagi. Saat ia keluar dari toilet sekolah, ia melihat Rhea berjalan ke belakang sekolah. Ada hal yang membuatnya mengikuti orang itu.

Tata bersembunyi di balik tembok dan terus mengikuti kemana orang itu pergi. Gudang belakang sekolah. Tempat yang cukup aneh didatangi murid sekolah Citra Buana saat jam istirahat. Bukan hanya orang yang ia ikuti, ada seorang lagi disana.

“Kenapa kamu memintaku datang kesini?” ucapan lelaki itu setengah berbisik namun tegas.

"Aku ingin memberitahumu sesuatu, Rhea. Kamu tahu orang yang mengiriminya surat ancaman itu?" Tanyanya dengan nada suara tenang.

"Itu kamu, kan?" Suara Rhea terdengar mengeras.

“Hahaha, kenapa kamu mengira orang itu aku. Aku terlalu polos untuk melakukan semua itu, Rhea!” jawabnya disertai tawa.

Tata terus menajamkan pendengarannya dan merekam semua yang mereka katakan dalam pikirannya. Ia tak membawa alat apa pun untuk merekamnya. Bahkan ia sendiri tidak menyangka akan mengetahui kejadian ini. Yang harus ia ketahui adalah siapa orang yang kini bersama Rhea.

Ruangan itu cukup tertutup dan sulit untuk melihat ke dalam. Terlalu banyak barang-barang yang berserakan dan tidak terpakai. Debu-debu berterbangan kesana kemari, membuat Tata harus ekstra hati-hati menjaga pernapasannya. Ia takut jika ia bersin, kedua orang itu akan menyadari kehadirannya.

“Apa kamu sudah gila! Apa kamu sadar apa yang kamu lakukan? Apa maksud semua kejadian itu?” tanya Rhea yang sudah mulai kesal dengan permainannya, “Apa kesalahan dia sehingga kamu membencinya?!”

“Aku gila karena kamu, Rhea!” Teriaknya.

“Jaga bicaramu. Ini sekolahan! Apa yang kamu lakukan?”

“Aku tidak peduli!” Ia merancau. “Jangan pura-pura bodoh dan lupa. Dulu kamu menyukai Brigita, sekarang kamu menyukai gadis itu, anak baru itu! Semua orang kamu sukai. Aku?!”

Siapa orang itu? Kenapa aku terbawa dalam kejadian ini. Aku bahkan tidak tahu jika Rhea.... RHEA MENYUKAIKU?!

“Rhea menyukaiku?” bisiknya pada dirinya sendiri. Ia berulang kali menanyakan hal itu pada dirinya. Kapan? Apa saat aku berteman dengannya dulu. Apa yang terjadi? Saat ini dia menyukai Faya? Apa aku sedang bermimpi?

“Kamu temanku," ucapnya pelan.

"Teman? Bahkan kamu menganggapku teman? Kamu memang temanku. Dulu!"

"Kumohon... jauhi dia!" Rhea memohon.

“Hahaha!!! Aku suka caramu memohon kepadaku.”

Berandal Buana [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang